Saya bukan penyair atau sastrawan, saya bukan pula kritikus sastra, tapi saya menyukai baca majalah sastra ‘Horison’ yang kebetulan dijajaran redaksinya tercantum nama Fadli Zon. Jadi saya nggak heran bila kemudian Wakil Ketua Umum Partai Gerindra ini menggunakan bahasa puisi sebagai medium komunikasi politiknya. Sekaligus bisa jadi dalam hal ini yang bersangkutan ingin menunjukkan kepiawaiannya berpuisi. Mungkin dengan bahasa puisi ini dianggap lebih plastis, bersayap dan interpretatif. Termasuk mengajak untuk menafsir apakah kadar puisi ini imajinatif atau realita. Gitu ya?!
Makanya tatkala membaca puisi terbaru Fadli Zon berrjudul “Pasukan Nasi Bungkus”, sempat terpikir pula jangan-jangan apa yang diungkap di puisi tersebut benar adanya. Sebagaimana tersurat dan tersirat di puisi tersebut, mereka ini adalah orang-orang terselubung yang sengaja dipasang untuk memainkan peran dan tugas melakuan serangan-serangan lewat dunia cyber terhadap pihak-pihak yang distigmatisasikan sebagai musuh dan lawan politiknya secara membabi-buta, nggak peduli isi dan apa konteksnya, yang penting hajar bleh!
Ini baru saya sadari ketika membaca komentar-komentar di tulisan saya yang relatif beragam dari musik sampai politik, ternyata komentatornya itu-itu juga. Bahkan yang menggelikan komentarnya itu-itu juga copy paste yang sama sekali nggak nyambung dengan topik bahasan tulisan. Antara topik tulisan dan komentarnya nggak nyambung, dan sebagain besar nada komentarnya cenderung tendensius yang membidik ke personality seseorang, bahkan sampai ada yang menjurus mengarah pembunuhan karakter (character assasination).
Di sini saya tidak ingin main tebak-tebakan, karena saya yakin seyakin-yakinnya pembaca pasti sudah tahu dan secara jitu bisa menebak jawabnya dari esensi puisi “Pasukan Nasi Bungkus”, personality siapa yang diserang, dan dari kelompok pasukan mana yang menyerang.
Ketika membaca komentar-komentar yang tendensius tersebut, saya malah tertawa ngakak, mantap benar komentarnya. Sayangnya tidak cerdas, ngawur dan lebay banget. Malah justru yang ada dibenak pikiran saya, apa iya ini cara kerja pasukan relawan tim sukses. Namanya juga pasukan relawan tim sukses, perintah tugasnya berjuang dengan cara-cara membabi-buta tak peduli menu yang dimakan nasi bungkus basi, untuk memerangi pihak-pihak yang distigmatisasikan sebagai musuh dan lawan politiknya.
Dan, dari puisi ini menyadarkan saya juga kita semua dan sekaligus membuka mata kita akan adanya hantu-hantu bergentayangaan bernama ‘anonim’ di dunia cyber sebagaimana diungkap Fadli Zon dalam puisinya bahwa mereka-mereka ini adalah “Pasukan Nasi Bungkus”.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI