Saya bukan ahli terawang, jadi tidak tahu apakah di bambu unik salib ini ada khodamnya atau ada jenis makluk astral lain besemayam si situ. Dan saya pun tidak ingin mempersoalkan itu.
Tapi yang pasti, dari sekian banyak pakem yang ada, bambu unik salib atau yang juga disebut patil lele atau bambu pengasihan ini adalah salah satu yang saya sukai, selain pring pethuk dan sambung roso.
Dan yang pasti, sebagai pecinta, kolektor dan pengaji deling di Komunitas Pecinta Bambu Unik Nusantara (KPBUN), saya banyak mendapatkan pelajaran hidup dan kehidupan dari aneka pakem bambu unik yang ada, membaca bambu mengungkap makna dari bahasa tanda alam kendati itu datangnya dari sepotong bambu.
Lewat ngaji deling -- kitab tanpo waton ora tinulis ning iso diwoco, kita tidak sekadar diajak untuk membaca semiotika bahasa tanda alam apa yang tersurat dan tersirat di balik spesifikasi keunikan bambu unik, tapi juga memaknainya.  Â
Seperti halnya pada semiotik bahasa tanda yang tersurat dan tersirat bambu unik salib ini yang secara filosofis mengandung makna yang mengajarkan kepada kita bagaimana manusia harus menjaga keseimbangan dan harmonisasi dalam hubungan vertikal -- horisontal.
Dalam hubungan batang vertikal mengajarkan kepada kita bagaimana manusia menjaga ketakwaannya sebagai makluk ciptaanNya dengan Sanghyang Khaliq -- Tuhan Semesta Alam.
Sedang dalam hubungannya yang berupa dua ranting horisontal, mengajarkan kepada kita bagaimana manusia menjaga harmonisasi keseimbangan hubungan sosial dalam hidup dan kehidupan.
Dari bambu ini pula kita diajak ngaji deling, ngaji roso dan ngaji diri untuk berkaca dan menemukan sejatinya diri kita dalam konteks hubungan vertikal dengan Sanghyang Khaliq maupun harmonisasi hubungan horisontal dengan antar manusia. Sudah selaraskah?
Setidaknya dengan ngaji deling bambu unik salib, kita bukan terjebak pada penerawangan semata apakah di bambu ini ada khodamnya atau ada jenis makhluk astral lainnya yang bersemayam di situ.
Justru dari sepotong bambu unik salib ini menjadi pengingat dan mengajarkan bagi kita sebagai manusia untuk senantiasa menjalin hubungan harmonisasi dalam satu persilangan vertikal -- horizontal, antara kita (manusia) dengan Sanghyang Khaliq dan antara kita sesama manusia dalam satu semangat cinta kasih.
Dan harmonisasi keseimbangan dalam menjaga hubungan vertikal -- horisontal sebagai simbolisasi perwujudan cinta kasih yang dalam bahasa kitab disebut habluminallah -- habluminnanas. Semoga!