Mohon tunggu...
Alex Palit
Alex Palit Mohon Tunggu... Jurnalis - Jurnalis

Membaca Bambu Mengungkap Makna

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Prabowo Beberkan Peristiwa 1998

24 April 2014   09:27 Diperbarui: 23 Juni 2015   23:16 3494
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_321165" align="aligncenter" width="300" caption="Prabowo Subianto (Foto: Alex Palit)"][/caption]

Dalam silaturahmi dengan DPP Persatuan Purnawirawan dan Warakawuri TNI dan Polri (Pepabri) di Jakarta (22/4), selain membeberkan visi dan misi suputar pencapresan dirinya, mantan Danjen Kopassus dan Pangkostrad Prabowo Subianto ini mengaku siap memberikan klarifikasi seputar peristiwa 1998. Acara silaturahmi Prabowo dengan DPP Pepabri inipun terbuka untuk awak media, bahkan harian Kompas menurunkan beritanya dengan judul “Prabowo Siap Diklarifikasi Soal Peristiwa 1998”.

Saya pun lalu diingatkan kembali saat obrolan meja makan dengan mantan Danjen Kopassus dan Pangkostrad ini di rumahnya yang terletak di kawasan perbukitan Hambalang – Bojong Koneng, Bogor. Sudah tentu kesempatan ini tidak saya sia-siakan bagaimana caranya bisa mengorek keterangan seputar kejadian 15 tahun silam terkait dengan peristiwa penculikan aktivis pro demokrasi 1997 / 1998, penembakan mahasiswa Trisakti, kerusuhan sosial Mei 1998, dan isu rencana kudeta, yang telah ditudingkan dan melibatkan dirinya sebagai orang yang berada di balik peristiwa tersebut.

Tak ayal lagi naluri jurnalistik saya pun terus bekerja. Di sini otak saya bekerja keras bagaimana caranya sekaligus memanfaatkan momentum makan malam bersama Prabowo ini untuk bisa mengorek jawaban langsung dari yang bersangkutan. Sambil ngobrol dari yang remeh-temeh sampai ke topik yang lagi aktual dalam suasana santai tapi serius, sesekali diselingi gelak tawa, konsentrasi di otak saya tetap fokus bagaimana mencari celah kesempatan detik-detik menentukan untuk mengajukan pertanyaan seputar peristiwa yang dituduhkan kepada dirinya sebagai orang yang bertanggungjawab atas penculikan aktvis, kerusuhan sosial Mei 1998 dan isu rencana kudeta 1998 di tengah lengsernya rezim pemerintahan mantan mertuanya, Presiden Soeharto.

Terus terang saat itu saya mencari celah yang pas, karena sempat ngeri juga jangan sampai mantan Danjen Kopassus dan Pangkostrad merasa tidak nyaman oleh pertanyaan tersebut. Dan tetap saja bagi saya obrolan dengan PSD ini sebagai “wawancara eksklusif”.

Walau tenggorakan agak tersendat, akhirnya pertanyaan itu nyerocos juga dari mulut saya. Justru sebaliknya, jawaban yang keluar dari mulut Prabowo malah lancar tidak tersendat-tersendat dan mengalir dari A sampai Z, diselingi oleh ilustrasi analogis untuk memberikan pemahaman yang lebih utuh atas peristiwa tersebut, apa sebenarnya yang terjadi. Meski ada yang diembel-embeli ini off the record, dan ada yang dilewati sengaja tidak dibuka.

Tertangkap kesan kuat dari ekspresi wajah mantan Danjen Kopassus dan Pangkostrad yang juga akrab dipanggil 08 dan PSD ini bahwa ia sengaja tidak mau membuka tabir tersebut, dan tidak ingin membeberkannya. Meski ada upaya sistematis dengan melempar tudingan, kesalahan dan tanggungjawab peristiwa tersebut ditimpahkan ke dirinya.

Lalu, akankah ia terus menyimpan tabir rahasia Kotak Pandora ini, entah sampai kapan? “Biar ini sudah menjadi bagian tanggungjawab saya,” ucapnya dengan nada datar, serius, tanpa memprlihatkan ekspresi apapun di wajahnya. Atau Prabowo sengaja mempasrahkan biarkan sejarah itu sendiri yang akan berbicara menguak tabir semua ini.

Jawaban ini memang tidak memuaskan saya, mungkin juga bagi yang lain, masih diliputi rasa penasaran keingin-tahuan dibuka secara terang benderang tanpa ada yang ditutup-tutupi. Siapa paling bertanggungjawab atas kasus ini? Dan tidak ada lagi yang tersandera olehnya sehingga tidak terjadi yang namanya pembunuhan karakter (character assassination).

Di sini saya melihat dan menangkap komitmen patriotisme seorang prajurit sejati ada dalam diri mantan Danjen Kopassus dan Pangkostrad Letjen (Purn) Prabowo Subianto. Disebutkan bahwa drama penculikan aktvis sebagai operasi intelejen atas dasar perintah bawah komando operasi (BKO). Ditambahkan, yang terlibat di operasi ini bukan cuma Kopassus, juga melibatkan kesatuan lainnya dan garis komandonya. Tapi tetap saja mantan Danjen Kopassus dan Pangkostrad ini tetap tutup mulut rapat-rapat tidak mau membuka membeberkan dengan menyebut nama siapa sejatinya paling bertanggungjawab atas kasus ini. Meski namanya hingga kini tersandera oleh kasus ini, tetapi sebagai seorang prajurit dengan jiwa patriotismenya ia menyimpan dan menjaga rapat-rapat rahasia isi Kotak Pandora itu.

Sehabis menceritakan soal Kotak Pandora ini, suasana sempat hening sejenak, kita hanyut dalam alam pikiran masing-masing, begitu PSD ikut terdiam dengan tatapan mata menerawang jauh. Entah gejolak apa yang sedang dipikirkan saat itu.

Tak lama berselang, suasana hening terpecahkan oleh lontaran kata-kata PSD dengan gaya bahasa yang diplomatis disertai ilustrasi analogis peristiwa demi peristiwa tersebut di tengah pergolakan politik yang berujung dengan lengsernya pemerintahan rezim Presiden Soeharto, sampai lahirnya pemerintahan Orde Reformasi, dikaitkan dengan realita politik hari ini. Mantan Danjen Kopassus dan Pangkostrad ini menuturkan bahwa tudingan dan tuduhan yang diarahkan pada dirinya itu semua itu adalah fitnah. Di sini ia mengaku bahwa dirinya dikorbankan menjadi korban analisis  lewat ragam tudingan sebagai orang bertanggungjawab atas peristiwa tersebut. Di sini Prabowo menganku menjadi korban analisis yang dianggap dan dituding bertanggungjawab atas peristiwa tersebut telah menjadi korban opini yang lebih didasari pada analisis, ketimbang fakta.

Terkait dengan tudingan penculikan aktivis pro demokrasi ultra kanan 1997/1998,  sebagai seorang tentara, ia tetap mengaku akan memegang teguh komitmennya sebagai seorang prajurit dan patriot sejati untuk tetap setia janji menyimpan, menjaga rapat-rapai isi Kotak Pandora itu. “Biar ini sudah menjadi bagian tanggungjawab saya,” tegasnya sekali lagi.

Dari obrolan cerita di meja makan, semua mengalir apa adanya, blak-blakan, tanpa tendeng aling-aling. Di sini saya melihat dan menangkap jiwa seorang prajurit sejati dalam diri mantan Danjen Kopassus dan Pangkostrad Letjen (Purn) Prabowo Subianto yang punya komitmen baik dalam memegang serta menjaga teguh komitmennya sebagai seorang patriot sejati.

Meski menorehkan satu luka perasaan dicopot dari jabatannya sebagai Pangkostrad tanpa proses peradilan atas tudingan insubkoordinasi atas tudingan penculikan aktivis pro demokrasi, dan berlanjut dengan kehilangan karir militernya sebagai tentara, ia tetap tegar menerima dan menghadapi kenyataan ini. Sebagai seorang patriot, ia tetap setia kepada janji memegang teguh kehormatan sumpah prajurit dengan menyimpan dan menjaga rapat-rapat rahasia isi Kotak Pandora, dengan tetap tidak mau membuka identitas sumber pemberi perintah.

Meski namanya hingga kini masih tersandera oleh ragam tudingan dan stigmatisasi atas kasus peristiwa 1988t, mantan Danjen Kopassus dan Pangkostrad ini tetap tegar menghadapinya dan tidak pula merengek membela diri. Ia tetap yakin pada pepatah filosofi hidup ‘becik ketitik, ala ketara’ yang baik akan tampak dan yang jelek akan terungkap. Dan ia yakin, kalaupun ‘becik ketitik, ala ketara’ datangnya tidak hari ini, kebenaran itu pasti datang sekalipun akan dinyatakan oleh proses waktu. Itu yang diyakini Prabowo yang saya tangkap dari obrolan meja makan.

Mantan Danjen Kopassus dan Pangkostrad yang kini mencalonkan diri sebagai capres di Pilpres 2014 ini mengajak seluruh elemen dan komponen bangsa lebih bersikap realitis agar tidak terus terjebak dalam anomali politik masa lalu sehingga kehilangan momentum menatap dan menata masa depan. Karena kalau terjebak dalam anomali politik kita bukan saja kita akan kehilangan momentum menatap dan menata masa depan, sebaliknya akan mengalami kemunduran (set back) sebagai bangsa, katanya.

Tapi sayang saya tidak bisa menulisan obrolan meja makan ini dengan secara panjang lebar di rubrik ini seputar kontroversi peristiwa 1998. Mudah-mudahan kalau tidak ada aral melintang bunga rampai kumpulan tulisan saya “Kenapa Harus Prabowo – Dari Penculikan Aktivis Sampai Capres” bisa diterbitkan bersamaan momentum jelang Pilpres 2014. Semoga!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun