Tahun ini pemerintah kembali membuka harapan baru bagi para pencari kerja. Sejumlah instansi mulai dari pusat hingga daerah membuka peluang kepada anak bangsa untuk bergabung menjadi aparatur pemerintah. Tentunya ini adalah peluang yang selalu dinanti oleh segenap pencaker, untuk mewujudkan cita-cita menjadi abdi negara dan pelayan masyarakat.
Jika ditinjau dari aspek politik, sebenarnya pembukaan lowongan PNS adalah strategi pemerintah berkuasa untuk mewujudkan salah janji kampanye saat pemilihan presiden dulu. Janji yang sering dan akan selalu terucap saat kampanye adalah membuka sekian ribu lapangan kerja.
Bagaimana cara mewujudkannya ? Gampang tidak perlu repot. Ketika seorang presiden menjanjikan akan membuka 50 ribu lapangan kerja selama lima tahun kedepan cukup buka 10 ribu lowongan PNS setiap tahun. Tuntas kan langsung tunai janjinya, walau beban negara akan terus bertambah untuk membiayai gaji dan pensiun, kendati pada beberapa daerah sudah berlebih pegawainya.
Demikian juga kepala daerah, ketika menjanjikan akan membuka 10 ribu lapangan kerja, cara paling gampang buka saja lowongan PNS di Pemda setiap tahun, selain janji lunas juga sarana "balas budi" baginya kepada orang-orang yang dianggap berjasa saat kampanye.
Pada bagian lain, ketika penulis bertemu dengan banyak orang mereka bertanya ”kerja dimana sekarang adinda ?”. Spontan saya menyebut, saat ini tengah merintis sebuah usaha. Beliau menyahut ”kenapa tidak jadi pegawai saja”. Kalau pekerjaan yang sekarang kan tidak ada SK. Kesimpulan umum dimata masyarakat usaha yang saya rintis dianggap bukan sebuah pekerjaan dan dipandang sebelah mata.
Itu hanya sedikit gambaran realitas masyarakat kita hari ini. Yang namanya pekerjaan itu ya jadi pegawai negeri. Kalau bukan pegawai kendati penghasilannya jauh lebih besar tetap saja masih dianggap belum menjanjikan. Hal tersebut tentu sangat membebani para kaum muda pencari kerja hari ini. Kenapa tidak, mereka baru dianggap sukses dengan status PNSnya.
Padahal kita tahu begitu banyak orang yang harus berjuang mencari kerja. Sedangkan daya tampung untuk menjadi PNS tidak sebanding. Logikanya tidak mungkin semua orang menjadi PNS. Namun wacana yang terlanjur berkembang adalah kesuksesan seseorang diukur dari SK dan seragam.
Demikian juga dengan orang tua yang mencari calon menantu. Jika sang mantu adalah seorang PNS maka jalan pun terbuka lebar untuk menjadi pendamping anaknya. Tidak hanya itu para lelaki pun sering berujar, ”kalau bisa cari istri yang PNS” . Atau seorang ibu yang menasehati anaknya, ikut lah tes PNS hari tua lebih terjamin apalagi ada pensiun.
Ketika dibuka peluang untuk menjadi PNS. Tak ayal lagi ribuan orang akan berbondong-bondong rela antri. Bahkan ada datang jauh-jauh dari luar daerah hanya untuk ikut tes. Semua pun sadar dan mengetahui dari ribuan pendaftar, yang diterima paling ratusan bahkan cuma puluhan. Tetapi itu semua tetap tidak mengurangi minat untuk menjadi PNS.
Ada lagi yang lebih ekstrem. Kalau tidak jadi pegawai bukan kerjanya namanya. Seolah-olah yang kerja itu hanya pegawai saja.
Disini penulis hanya ingin sedikit menyorot realitas sosial yang tengah berkembang ditengah masyarakat kita hari ini. Menjadi PNS bukanlah sebuah kesalahan. Bukankah itu sebuah pekerjaan yang mulia. Seorang abdi negara yang bekerja melayani masyarakat. Namun yang perlu kita perbaiki adalah cara pandang kita terhadap status PNS.