Achsin El-qudsy, sahabatku yg baik,
Saya terkesan dengan Sapaan anda di Profilku untuk menulis pengalaman ke dan di perancis sebagai seorang mahasiswa studi lanjutan. Saya berpikir, ide itu mungkin ada baiknya dan bisa menginspirasi segelintir orang tentang apa yang namanya perjuangan di negeri orang.
Semuanya berawal tahun 1986, ketika saya baru saja menyelesaikan kuliah S1 di MIPA-Universitas Hasanuddin. Pembimbing saya, Dr. Ir. Mappadjantji Amin Msc (MA). baru saja pulang dari Perpignant-Perancis menyelesaikan S3 nya, dan karena itu mahasiswa Fisika-MIPA tidak perlu lagi menyelesaikan S1 nya di ITB Bandung. Oleh karena itu, saya juga menjadi mahasiswa pertama yang lulus di Fisika MIPA UNHAS Makassar. Karena kemampuanku dalam bidang komputer, maka Pak MA, senantiasa memberi tugas di Lembaga Penelitian Unhas, dan saya senantiasa bergaul dengan senior2 seperti Bpk DR Sam Poli yang menjadi Pembantu Rektor II.
Sekitar bulan April 1986, ada kabar bahwa Pemerintah Perancis akan mengunjungi UNHAS untuk melakukan TEST BEASISWA, dan seluruh calon penerima Bea Siswa Indonesia Timur dikumpulkan di Unhas. Pak AM berkata kepada saya, Hi Petrus, kamu siapkan proposal untuk test ke perancis. Pada waktu itu saya acuh tak acuh, dan tidak memperdulikan, karena saya baru saja lulus dan belum di wisuda, dan yang saya dengar adalah bahwa syarat keberangkatan adalah harus sudah menjadi pegawai negeri. Bpk Sam Poli yang membidangi Administrasi, secara langsung mengatakan bahwa saya tidak memenuhi syarat untuk berangkat, ini keluar dari mulut beliau sendiri. Oleh karena itu saya tidak perduli dengan kedatangan profesor2 perancis itu.
Singkat cerita sekitar bulan Juni 1986, esoknya jam 10 pagi akan diadakan TEST. Hari ini, pak MA mencari saya dan bertanya mengenai proposal yang dia katakan dulu untuk TEST ke Perancis. Saya bilang TIDAK ada karena Pak Pembantu Rektor II mentakana tidak bisa kalau bukan pegawai negeri. Pak MA kemudian mengatakan begini "KAMU HARUS IKUT, malam ini ke rumah saya, dan bawa Proposal itu". Saya bersungut2 karena sudah jam 2 siang, kemudian saya pulang ke rumah, dan membuat proposal S2 dengan satu lembar kertas, dan hanya satu halaman, diketik jarang-jarang lagi.
Sampai di rumah Pak MA, sekitar jam 19:00, dia tanya "mana proposal nya...?", sayapun serahkan beberapa kata di atas satu halaman. Dengan muka merah padam, dia kemudian marah besar "Sialan kau, hanya begini, sambil memandang tajam ke saya dengan mata menyala...". Saya mengatakan bahwa saya tidak bisa pergi kata Pembantu Rektor II. Tanpa mengacuhkan lagi, Pak MA mengoreksi beberapa kata bahasa inggris yang salah, dan kemudian melemparkan kertas selembar itu ke wajah saya dan saya pulang ke rumah mengetik ulang.
Esok harinya di ruang rektorat UNHAS, suasana kelihatan Hiruk Pikuk, saya benar2 tidak ada beban karena yakin tidak bisa ke perancis. Ibu Umi, bagian penerimaan berkas, mengatakan TIDAK BISA lagi karena batasnya kemarin sore. Saya bisik ke telinganya "INI perintah Pak MA". Dia ngomel dan menerima berkas saya, dan kemudian menginstruksikan untuk masuk ke ruang senat. Saya tidak menyangka ada banyak orang diruang itu karena pintunya tertutup, setelah pintu terbuka "alamak, ternyata di dalam ada 155 orang dari Indonesia Timur, dan yang membuat saya mundur kembali ke luar pintu, semua dosen2 saya  (saya baru ujian akhir) di Fisika juga ikut mencoba nasibnya. Saya pucat pasi, dan ibu Umi, mendorong saya kembali ke dalam ruangan, saya betul2 panas dingin menunggu giliran saya di wawancarai. Setelah di test, saya buru2 keluar dari ruang senat dan kemudian saya lupakan TEST yang membuat saya keringat dingin. Ini kaget saya yang pertama.
Agustus 1986, saya ke ruang rektorat dan tanpa sengaja bertemu dengan Ibu Umi yang menerima berkasku waktu TEST BEA SISWA. Saya sudah lupa wajahnya karena sekali bertemu, Ibu Umi yang lembut itu kemudian berkata "Hi... Petrus, kamu lulus ke perancis". "Huaaahahhhh.....", Saya schock berat dan tidak bisa ngomong, mulut terbuka, dan memandang Ibu Umi...., semua lututku loyo tanpa tenaga, tidak ada rasa senang, tidak ada rasa apa2, dan mungkin saya sedang mati karena kaget. Ibu Umi menggandeng tanganku menandantangi beberapa lembar kertas berstempel UNHAS, dan memberikan selembar kertas sebagai tanda lulus, dia kemudian menjelaskan bahwa yanglulus hanya lima orang. "Huaaahhhh..." Saya kaget lagi, karena saya teringat semua dosenku yang membawa proposal tebal2 waktu test, sedangkan saya, hanya membawa selembar kertas. Adduuhh mak, apa yang sedang terjadi???????????
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H