Mohon tunggu...
Petrus Rampisela
Petrus Rampisela Mohon Tunggu... wiraswasta -

Dalam 4 milyard tahun, temperatur bumi akan naik menjadi sekitar 350 derajat karena diameter matahari yang terus berkembang. Pada temperatur itu, tidak satupun kehidupan bisa bertahan, jadi kita harus mencari planet lain untuk pindah. Oleh karena itu, seluruh umat manusia harus mencari cara untuk hijrah dan mungkin hijrah inilah yang terbesar dan untuk menyelamatkan umat manusia. Pilihannya cuma dua "Mati atau Hijrah ke Planet lain". Agama pasti tidak akan menyelesaikan hal ini, jadi kita harus mencari kepercayaan yang lain. Kelihatannya TUHAN telah mengirimnya dan dia bernama IPTEK.\r\n\r\n================================\r\n\r\nPernah tinggal di Perancis dari tahun 1987-1993 untuk menyelesaikan program master dan doktor di Centre d'Etudes Nucleaires de Grenoble. Kemudian menjadi dosen di jurusan Fisika MIPA Universitas Hasanuddin Makassar dan kemudian bekerja pada perusahaan kontraktor untuk PLN. \r\n\r\n

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Menunggu Polisi Seperti Katsumoto

1 Desember 2009   16:49 Diperbarui: 26 Juni 2015   19:07 616
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Katsumoto,sang samurai, terus maju merangsek ditengah hujan peluru dari bedil amerika ditangan prajurit jepang muda. Di sisi kirinya, Nathan, sang pelatih amerika yang dikontrak oleh kaisar dan beralih mendukung perjuangan samurai, memacu kudanya sama kencangnya.

Tiba-tiba senapan mesin otomatis dikeluarkan dari sarungnya dan 20 an peluru berdesing menembus badan sang samurai. DIA jatuh dari kuda dalam gerakan diperlambat, mulut mengeluarkan darah, dan ringisan kesakitan memancar dari wajahnya yang keras.

Nathan, sahabatnya, memapahnya berlutut dan kemudian menghujamkan pedangnya ke dalam perut sang samurai, mata Katsumoto membelalak menahan sakit kemudian memerah dan dengan suara lemah dia berkata "Sempurna, semuanya begitu sempurna", mata itu memancarkan terima kasih mendalam, kemudian mata itu padam.

Semua prajurit kaisar yang barusan menembakinya, berlutut menghormati padamnya jiwa Katsumoto, mata mereka basah oleh air mata, dan diam-diam ke-perwira-an itu merasuki jiwa mereka.

Di istana kaisar, utusan amerika berunding dengan kaisar dan memaksakan kehendak mereka, tiba-tiba Nathan masuk ke ruangan itu, berlutut dihadapan kaisar dan menyerah kan pedang Katsumoto ke hadapan Kaisar Muda.

Kaisar memegang pedang itu dan berkata : "Ceritakan bagaimana dia mati". Setelah Nathan menceritakan ke perwira an Katsumoto, dia kembali ke singgasana nya dan berkata kepada duta amerika "saya sudah salah mengerti kemauan rakyat, perjanjian batal". Duta amerika keluar dari ruangan dengan murka, dan seratus tahun kemudian, rakyat jepang  menjadi rakyat yang sejahtera dan sejajar dengan bangsa-bangsa maju.

Dada kita menggemuruh melihat  kepahlawanan itu, dan kita rindu melihat Katsumoto berkuda di pantai losari di makassar. Membela mati2an apa yang dimiliki oleh bangsa jepang membuat Katsumoto rela berkalang tanah.

Di dalam masa sekarang ini, seorang perwira tidak perlu mati tertembak peluru, tapi dia harus berani mengatakan kebenaran dengan cara-cara yang baik tanpa harus bersikap kurang ajar. Membayangkan Katsumoto, saya membayangkan bagaimana seorang polisi harus bertindak, sebagai pelindung dan pengayom rakyat.

Kita mengira Perwira Katsumoto sudah mati dan itulah kesalahan yang terbesar yang kita simpulkan dari cerita di atas. Pada waktu pedang itu menghujam kedalam lambungnya dalam saat yang sama Katsumoto bangkit dalam jiwa ribuan prajurit jepang yang sedang bertempur dan sekarang ini semangatnya hidup dalam ratusan juta jiwa orang jepang. Polri pernah punya Katsumoto yang bernama Hugeng puluhan tahun yang lalu, yang berani memerintahkan pengembalian pemberian barang seorang cukong di Medan pada waktu menjadi kapolda di Sumatera Utara, yang berani mati dalam kesederhanaan, dan yang berani menghadapi pemecatannya dari rezim berkuasa karena tidak mau tunduk pada perintah yang salah.

Yang saya herankan, kita melihat keberanian itu sebagai suatu kebodohan dan oleh karena itu Pak Hugeng tidak pernah hidup di hati para perwira polri kita dan pengorbanannya menjadi sia-sia karena  mobil dan laptop yang memenuhi pikiran kita.

Tapi saya percaya, besok perwira polri akan lebih baik. Pak Hugeng yth, kami rindu mendengar kembali musik hawaian yang begitu indah melambai, dan terutama kami rindu kesederhanaanmu dan prinsipmu yang kuat. Terima kasih pernah menjadi polisi, karena rakyat bingung dengan polisimu sekarang ini!!!!. [PR].

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun