Mohon tunggu...
Petrus Punusingon
Petrus Punusingon Mohon Tunggu... Guru - Praktisi dan Influencer

Trainner - Teacher - Influencer - Public Speaker - Marketer - Designer - Photographer - IT Consultan - Early Education Certified Trainner

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Kwitansi Jual Beli Tanah yang Ditanda Tangani Sepihak Tidak Bisa Jadi Alat Bukti di Mata Hukum

12 Agustus 2024   22:40 Diperbarui: 12 Agustus 2024   22:42 125
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dalam konteks hukum di Indonesia, kwitansi jual beli tanah yang hanya ditandatangani oleh satu pihak (misalnya, hanya penjual atau pembeli) memiliki validitas yang dipertanyakan dan mungkin tidak dapat dijadikan alat bukti yang kuat di pengadilan jika terjadi sengketa. Mari kita bahas lebih lanjut dengan merujuk pada beberapa prinsip hukum dan contohnya.

1. Kekuatan Pembuktian dalam Hukum Perdata

  • Dalam hukum perdata Indonesia, khususnya yang diatur dalam Pasal 1866 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata), alat bukti yang sah mencakup:

    1. Bukti tulisan (akta autentik dan akta di bawah tangan).
    2. Bukti dengan saksi.
    3. Persangkaan.
    4. Pengakuan.
    5. Sumpah.
  • Kwitansi merupakan salah satu bentuk bukti tulisan dan biasanya dianggap sebagai akta di bawah tangan jika tidak dibuat oleh atau di hadapan pejabat yang berwenang (misalnya notaris).

2. Kekuatan Hukum Akta di Bawah Tangan

  • Pasal 1875 KUH Perdata menyatakan bahwa akta di bawah tangan hanya mengikat para pihak yang menandatanganinya. Oleh karena itu, jika kwitansi hanya ditandatangani oleh satu pihak, maka akta tersebut hanya mengikat pihak yang menandatanganinya, dan tidak dapat digunakan sebagai bukti kuat terhadap pihak lain yang tidak menandatanganinya.
  • Contoh: Jika seorang penjual tanah menandatangani kwitansi sebagai tanda terima uang dari pembeli, tetapi pembeli tidak menandatangani kwitansi tersebut, maka di mata hukum, kwitansi ini hanya dapat dijadikan alat bukti oleh penjual bahwa ia telah menerima uang. Namun, pembeli mungkin tidak dapat menggunakan kwitansi ini untuk membuktikan kepemilikan atau kesepakatan jual beli, karena ia tidak menandatangani dokumen tersebut.

3. Persyaratan Akta Jual Beli Tanah

  • Menurut hukum Indonesia, jual beli tanah harus dilakukan dengan akta autentik yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT). Pasal 19 ayat (1) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA) menyatakan bahwa setiap peralihan hak atas tanah wajib didaftarkan untuk menjamin kepastian hukum.
  • Contoh: Dalam jual beli tanah, PPAT akan membuat Akta Jual Beli (AJB) yang ditandatangani oleh kedua belah pihak (penjual dan pembeli) serta saksi-saksi. Kwitansi mungkin saja digunakan sebagai bukti tambahan bahwa telah terjadi pembayaran, tetapi dokumen utama yang diakui oleh hukum adalah AJB yang ditandatangani kedua belah pihak di hadapan PPAT.

4. Implikasi Hukum dan Risiko

  • Jika hanya satu pihak yang menandatangani kwitansi, maka hal ini bisa menimbulkan masalah hukum jika terjadi sengketa, karena pengadilan mungkin tidak akan menerima kwitansi tersebut sebagai bukti kuat dari adanya perjanjian atau transaksi jual beli. Selain itu, pihak yang tidak menandatangani kwitansi bisa saja menyangkal transaksi tersebut.
  • Contoh Kasus: Misalkan ada sengketa mengenai apakah tanah tersebut telah dibayar lunas atau belum. Jika pembeli hanya memiliki kwitansi yang ditandatangani oleh penjual, tetapi tidak ditandatangani olehnya sendiri, penjual bisa saja berargumen bahwa kwitansi tersebut tidak sah atau tidak mencerminkan seluruh kesepakatan yang ada.

5. Pentingnya Akta Otentik

  • Dalam transaksi jual beli tanah, sangat penting untuk selalu melibatkan akta otentik yang dibuat oleh PPAT dan memastikan bahwa dokumen tersebut ditandatangani oleh kedua belah pihak di hadapan saksi-saksi yang berwenang. Ini memberikan jaminan kepastian hukum dan melindungi hak-hak kedua belah pihak.

Kesimpulan:

Kwitansi jual beli tanah yang hanya ditandatangani sepihak memiliki kekuatan hukum yang lemah dan tidak bisa dijadikan alat bukti kuat di mata hukum. Untuk memastikan kepastian hukum, disarankan agar semua pihak yang terlibat dalam jual beli tanah menandatangani semua dokumen yang relevan, dan sebaiknya melakukan transaksi melalui akta otentik yang dibuat oleh PPAT.

Apabila terdapat sengketa di kemudian hari, bukti yang lengkap dan sesuai prosedur hukum akan sangat menentukan dalam penyelesaian kasus tersebut.

Semoga Tulisan ini bisa menjadi Bahan Edukasi bagi kita semua.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun