Mohon tunggu...
PETRUS PIT SUPARDI
PETRUS PIT SUPARDI Mohon Tunggu... Penulis - Menulis untuk Perubahan

Musafir di rumah bumi Papua

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Kedamaian yang Terkoyak

16 Maret 2016   17:11 Diperbarui: 16 Maret 2016   17:33 15
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Papua memiliki kekhasan yang jarang dijumpai di wilayah lain. Persaudaraan merupakan salah satu yang mewarnai kebersamaan segenap insan yang hidup di atas tanah terbekati ini. Kehadiran manusia yang berasal dari luar Papua, disambut dengan hangat oleh orang asli Papua. Demikian halnya, kaum pendatang membaur bersama orang Papua. Ada kekuatan yang mengikat, yakni toleransi dan solidaritas yang tinggi. Alhasil suasana persaudaraan menghiasai wajah Papua yang multikultural dan multireligius ini. Keragaman diterima dengan tulus-ikhlas.

Ironisnya, di tengah hidup persaudaraan yang telah terjalin puluhan tahun ini, keragaman dan nuansa persaudaraan itu hampir terkoyak oleh peristiwa yang menggemparkan rakyat Papua. Peristiwa itu adalah pembunuhan di kompleks Organda, Padang Bulan, kota Jayapura, pada 8 Juni 2015. Berawal dari masalah keamanan dan ketertiban masyarakat (Kantibmas), menimbulkan korban jiwa. Kita turut prihatin sebab seyogianya, siapa pun tidak boleh menjadi korban kebrutalan sesamanya. Pembunuhan adalah tindakan tidak berperikemanusiaan dan harus ditolak. 

Duka mewarnai keluarga korban di Organda. Duka itu menyebar sampai ke relung jiwa setiap insan yang peduli pada nilai hidup dan martabat manusia. Berbagai aksi dilakukan untuk mengutuk peristiwa tersebut. Demonstrasi ke kantor Gubernur Provinsi Papua tanggal 9 Juni 2015 dan pertemuan para tokoh adat dan agama di Polsek Abepura, 10 Juni 2015 memberikan angin segar akan adanya jaminan keamanan bagi segenap warga masyarakat. 

Suasana khawatir sempat melanda kota Jayapura dan sekitarnya. Hembusan informasi terkait isu suku dan ras menimbulkan sikap waspada di tengah masyarakat. Tampak bahwa keragaman bisa menjadi ancaman bagi kerukunan dan kesejahteraan hidup bersama. Keragaman bisa digunakan untuk memecah-belah persaudaraan yang telah terjalin selama ini. 

Belajar dari peristiwa Organda, kita diundang untuk senantiasa mengupayakan hidup rukun dan damai dengan sesama manusia. Apa pun latar belakang budaya, suku, adat-istiadat dan agama, kita semua sama. Kita sama-sama manusia. Karena itu, kita perlu saling menerima, saling menghormati dan saling membantu satu sama lain. 

Saat ini, Papua sedang dilanda berbagai macam penderitaan. Pelanggaran hak asasi manusia, maraknya minuman keras, HIV/AIDS, korupsi, perusakan lingkungan dan lain sejenisnya. Penderitaan ini seharusnya menyatukan kita untuk berjuang bersama-sama membebaskan Papua. Bukan sebaliknya, membuat kita tercerai-berai. Hanya dengan persatuan dan persaudaraan yang kokoh kita dapat mengatasi berbagai permasalahan yang terjadi di tanah Papua saat ini. 

Selama ini, Papua sudah terkenal dengan sikap ramah dan toleransi. Papua menjadi tempat yang aman bagi segenap umat manusia. Kondisi ini perlu dipelihara dan ditingkatkan agar Papua menjadi tempat yang aman dan damai bagi segenap makhluk. Apa pun permasalahan yang dihadapi di tanah ini perlu dicarikan alternatif penyelesaian yang manusiawi, tanpa mengorbankan sesama manusia. 

Untuk maksud ini, perlu ada upaya konkret dalam memberikan edukasi bagi segenap warga tentang pentingnya memelihara keragaman. Bahwa hidup bersama dalam bingkai keragaman perlu mengedepankan sikap persaudaraan, tanpa ada curiga dan prasangka. Dengan demikian, setiap insan bisa mengalami damai dan sejahtera.

Tidak dapat dimungkiri, Papua memiliki kekayaan keragaman, tetapi ada potensi keretakan akibat intoleransi. Saat ini, selalu ada upaya memecah-belah persatuan di Papua dengan diskriminasi Gunung-Pantai, Papua-Pendatang dan lain sejenisnya. Diskriminasi hanya mendatangkan penderitaan karena merendahkan nilai hidup dan martabat manusia. Seharusnya, manusia saling menerima dan menghormati keragamannya. Apa pun asal-usulnya, manusia sama. Berasal dari Pencipta yang Esa dan memiliki akal-budi serta hati nurani. Di dalam keragaman, kita menemukan keunikan dan kemahakuasaan sang Pencipta yang diimani. 

Upaya untuk memelihara persatuan dan persaudaraan di antara sesama umat manusia perlu dilakukan sejak dini. Keluarga menjadi fondasi utama meletakkan benih-benih toleransi. Di dalam keluarga anak-anak diperkenalkan budaya, suku, adat-istiadat dan agama. Semua ini perlu dilakukan supaya anak-anak tumbuh dan berkembang sebagai pribadi yang menghormati sesamanya yang berbeda dengannya. 

Anak-anak adalah penerus masa depan. Mereka perlu dibekali dengan pendidikan keragaman supaya bisa menerima dan hidup bersama dengan sesamanya yang berbeda dengannya. Bahwa keragaman adalah kekayaan yang dianugerahkan sang Pencipta. Manusia perlu menerima dan mengelolanya dengan baik kelangsungan hidupnya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun