Mohon tunggu...
PETRUS PIT SUPARDI
PETRUS PIT SUPARDI Mohon Tunggu... Penulis - Menulis untuk Perubahan

Musafir di rumah bumi Papua

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Ada Apa di Papua?

20 Agustus 2014   13:12 Diperbarui: 18 Juni 2015   03:04 65
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Warga bersama-sama menikmati jagung dan ubi yang telah dimasak dengan bakar batu di samping rumah keluarga di Kampung Hepuba, Distrik Asolokobal, Jayawijaya, Papua, Minggu (8/12/2013). (KOMPAS/WISNU WIDIANTORO)

[caption id="" align="aligncenter" width="632" caption="Warga bersama-sama menikmati jagung dan ubi yang telah dimasak dengan bakar batu di samping rumah keluarga di Kampung Hepuba, Distrik Asolokobal, Jayawijaya, Papua, Minggu (8/12/2013). (KOMPAS/WISNU WIDIANTORO)"][/caption]

Papua memiliki kekayaan alam melimpah dengan beranekaragam suku, ras, budaya, adat-istiadat serta agama dan kepercayaan. Kekayaan ini seyogyanya dimanfaatkan untuk menyejahterakan segenap orang Papua. Namun, harus diakui bahwa sampai saat ini, sebagian besar orang Papua masih tetap terbelakang, hidup miskin dan menderita.

Pulau Papua yang sangat menjanjikan masa depan yang cerah ini, telah mengundang perhatian jutaan mata umat manusia dari berbagai pulau di Nusantara untuk datang mengais rejeki. Kemudahan sarana komunikasi dan transportasi memudahkan arus migrasi ke Pulau Papua. Setiap hari, pelabuhan laut dan bandar udara disesaki oleh para pendatang baru yang hendak menjejal hidup di pulau menjanjikan ini.

Situasi ini menjadi salah satu alasan bahwa orang Papua menjadi minoritas di atas pulaunya. Bukan hanya menjadi minoritas, orang Papua juga semakin tersingkir karena minimnya keahlian dan keterampilan untuk bertahan hidup di wilayah perkotaan yang semakin dikuasai oleh kaum pendatang. Orang Papua semakin tersingkir ke daerah pedalaman.

Hal ini didukung dengan sikap pemilik hak ulayat (tanah) di wilayah perkotaan, yang dengan mudah menjual tanah kepada kaum pendatang. Akibatnya, tanah-tanah di perkotaan dikuasai oleh kaum pendatang yang memiliki modal. Tanah yang dibeli itu, kemudian dibangun toko dan ruko. Sebagian lagi dibangun rumah kos-kosan. Ironinya, orang Papua yang tinggal di daerah perkotaan harus sewa kos di atas tanah mereka sendiri yang sudah dijual kepada kaum pendatang.

Kini, di sepanjang jalan utama dan emperan toko, tampak sebagian besar orang Papua yang hidup di perkotaan menjajakan koran, jadi juru parkir, penjual souvenir, noken, pinang dan buah di tepi jalan. Kesenjangan ini tercipta secara terstruktur dan tanpa disadari membuat orang Papua semakin tersingkir.

Bukan itu saja, kekayaan alam dijual dengan harga paling murah sesuai dengan keinginan tengkulak atau bos perusahaan. Kayu dijual dengan harga murah. Dusun dijual untuk dijadikan kebun kelapa sawit. Gunung dan bukit dijual untuk tambang emas. Bahkan laut pun dijual untuk eksploitasi minyak dan gas alam. Papua dikeroyok dari berbagai arah. Papua dijarah dan diperjual-belikan secara bebas, tanpa kontrol sosial yang ketat. Pelakunya melibatkan orang Papua dan kaum pedatang yang mencari keuntungan.

Untuk memutus mata rantai jual-beli Papua ini, setiap orang Papua harus sadar akan kekayaan alamnya dan penderitaan manusianya. Papua kaya akan sumber daya alam, tetapi pada saat yang sama orang Papua hidup miskin dan menderita. Situasi ini akan berlanjut kalau orang Papua terus-menerus menggadaikan Papua untuk kepentingan pribadi dan golongan tertentu. Sebaliknya, kalau orang Papua sadar dan mau membenahi keadaan ini, maka Papua akan maju dan berkembang dibawa kendali orang Papua sendiri.

Saya selalu memiliki keyakinan bahwa: “hanya orang Papua saja yang mampu menentukan masa depannya seperti apa. Hanya orang Papua saja yang tahu ke mana Papua akan dibawa.” Bahwa ada kaum pendatang dan pemerintah Indonesia serta intervensi pihak asing, tetapi pada akhirnya, yang menentukan Papua adalah orang Papua sendiri.

Kalau mau pakai analogi sederhana, saat ini Papua dalam kondisi kurang sehat (sakit). Orang Papua perlu diagnosa sebab-sebabnya dan ambil tindakan tepat untuk menyembuhkannya. Apa pun hasil diagnosanya, orang Papua-lah yang harus mengobatinya, bukan menuntut pihak luar. Orang Papua perlu berbuat yang terbaik untuk hidupnya saat ini dan pada masa mendatang.

Untuk mengatasi situasi sulit ini, orang Papua perlu mulai belajar untuk tekun dalam melakukan hal-hal sederhana. Rajin dan tekun menimba ilmu serta menerapkannya dalam hidup sehari-hari. Pendidikan itu sangat penting dan menjadi kunci untuk memulai perubahan di tanah Papua. Orang Papua juga perlu menerapkan pola hidup sehat. Stop dengan kebiasaan merokok, konsumsi miras, ‘main perempuan’. Orang Papua harus sadar dan stop untuk main judi, korupsi, jual tanah, jual hutan, bahkan jual sesama orang Papua.

Saya yakin, kalau orang Papua mau  berbenah diri, ke depan Papua akan lebih maju dan berkembang. Orang Papua akan benar-benar menjadi tuan di atas tanahnya yang kaya raya ini. Orang Papua akan hidup makmur dan sejahtera serta mengalami damai di atas tanah Papua tercinta.

Abepura, 20-08-2014

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun