Hidup bermula di dalam rahim ibu
Tapi, apa jadinya kalau rahim itu tak lagi hangat?
Sepiring makan dengan ibu di dalam rahim
Tapi, apa jadinya kalau tali pusar tak lagi mengalirkan makanan?
Senapas dengan ibu di dalam rahim
Tapi, apa jadinya kalau ibu tak lagi bernapas?
Hanya ada kematian!
Pemilik rahim bermulanya hidup segala yang hidup
Membeku menyaksikan kematian tak bertepi:
Anak-anak ibu menenteng senjata di jalan-jalan dan di belantara
Anak-anak ibu memuntahkan peluru dari darat, laut dan udara
Anak-anak ibu membunuh tanpa mengenal belas kasih
Anak-anak ibu mati terkulai di jalan-jalan berlumuran darah
Hanya ada kematian!
Pelukan ibu tak lagi hangat, melainkan dingin, hambar, piluh
Untuk apa rahim yang mengandung anak-anak pemarah?
Untuk apa susu yang menyusui anak-anak yang suka dendam?
Untuk apa membesarkan anak-anak hanya untuk menenteng senjata dan bom?
Jeritan ibu dalam sejuta tanya tak menemui jawaban siang maupun malam
Sebab, ibu harus berdiri menyaksikan kematian demi kematian
Lalu, memeluk dan memapah jasad-jasad yang lahir dari rahimnya!
Rahim ibu untuk hidup yang lebih hidup, bukan saling membunuh
Air susu ibu untuk menumbuhkan, bukan mematikan
Pusar pengingat kasih abadi ibu dan anak-anaknya, bukan kebencian dan balas dendam
Pelukan ibu selalu hangat, bukan membeku pada terik sang surya
Senyum damai dan bahagia ibu selalu terpancar di raut wajah, bukan air mata dan ratap tangis
Tangan ibu menuntun di jalan terang dan lurus, bukan pada jalan gelap dan kematian
Kaki ibu melangkah ke masa depan penuh harapan, bukan memapah jasad kaku anak-anaknya!
Abepura, 15 Oktober 2023; 07.42 WIT
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H