Mohon tunggu...
PETRUS PIT SUPARDI
PETRUS PIT SUPARDI Mohon Tunggu... Penulis - Menulis untuk Perubahan

Musafir di rumah bumi Papua

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Perang

11 Oktober 2023   11:15 Diperbarui: 11 Oktober 2023   11:20 101
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di rumah bumi ini:
Masih adakah kasih?
Masih adakah keadilan?
Masih adakah kebenaran?

Sebab, suku bangsa, adat, budaya, agama,
Telah menjadi alat meraih kekuasaan
Demi mencapai takhta di dunia fana ini
Rela mengorbankan berjuta rakyat jelata

Perang yang membara di rumah bumi ini
Memang bukan pilihan terbaik
Tetapi, harus dijalani demi meraih kebebasan
Apalah artinya hidup tapi mati dalam penjara bumi

Perang selalu bergelora
Karena api keadilan sudah padam
Asap kebenaran sudah tak tampak
Embun kasih tak pernah lagi turun ke rumah bumi

Perang apa pun bentuknya
Mengorbankan rakyat jelata
Anak-anak paling menderita
Perempuan paling tersayat

Perang menelan berjuta nyawa
Yang mati terkubur di rahim bumi
Yang hidup melarat mencari selamat
Tetapi, selau berujung mati tragis

Perang berkecamuk di tengah rumah bumi yang semakin mendidih
Menghancurkan rumah tempat berteduh
Mengubur rumah ibadah kepada Yang Ilahi
Mematikan sumber-sumber hidup: tanaman, air, listrik

Perang selalu menghanguskan tanpa tersisa apa pun
Siapa pun yang menang di medan perang menuai arang
Siapa pun yang kalah perang menuai debu
Perang, kalah atau menang hanya meraih kematian

Perang sedang berkecamuk tiada henti
Membakar rumah bumi beserta segala isinya
Isak tangis dan jeritan minta tolong lantang terdengar
Lalu, hening, sepi dan datanglah malam kelam

Mengapa harus perang kalau manusia punya akal budi dan hati nurani?
Mengapa harus perang kalau ada setitik cahaya di relung jiwa penguasa?
Tak ada jawaban pasti di balik perang yang berkobar
Tetapi, tampak jelas kasih, kebenaran dan keadilan tak lagi bersemayam di hati penguasa dunia

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun