Di rumah bumi ini:
Masih adakah kasih?
Masih adakah keadilan?
Masih adakah kebenaran?
Sebab, suku bangsa, adat, budaya, agama,
Telah menjadi alat meraih kekuasaan
Demi mencapai takhta di dunia fana ini
Rela mengorbankan berjuta rakyat jelata
Perang yang membara di rumah bumi ini
Memang bukan pilihan terbaik
Tetapi, harus dijalani demi meraih kebebasan
Apalah artinya hidup tapi mati dalam penjara bumi
Perang selalu bergelora
Karena api keadilan sudah padam
Asap kebenaran sudah tak tampak
Embun kasih tak pernah lagi turun ke rumah bumi
Perang apa pun bentuknya
Mengorbankan rakyat jelata
Anak-anak paling menderita
Perempuan paling tersayat
Perang menelan berjuta nyawa
Yang mati terkubur di rahim bumi
Yang hidup melarat mencari selamat
Tetapi, selau berujung mati tragis
Perang berkecamuk di tengah rumah bumi yang semakin mendidih
Menghancurkan rumah tempat berteduh
Mengubur rumah ibadah kepada Yang Ilahi
Mematikan sumber-sumber hidup: tanaman, air, listrik
Perang selalu menghanguskan tanpa tersisa apa pun
Siapa pun yang menang di medan perang menuai arang
Siapa pun yang kalah perang menuai debu
Perang, kalah atau menang hanya meraih kematian
Perang sedang berkecamuk tiada henti
Membakar rumah bumi beserta segala isinya
Isak tangis dan jeritan minta tolong lantang terdengar
Lalu, hening, sepi dan datanglah malam kelam
Mengapa harus perang kalau manusia punya akal budi dan hati nurani?
Mengapa harus perang kalau ada setitik cahaya di relung jiwa penguasa?
Tak ada jawaban pasti di balik perang yang berkobar
Tetapi, tampak jelas kasih, kebenaran dan keadilan tak lagi bersemayam di hati penguasa dunia