Mohon tunggu...
PETRUS PIT SUPARDI
PETRUS PIT SUPARDI Mohon Tunggu... Penulis - Menulis untuk Perubahan

Musafir di rumah bumi Papua

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

In Memoriam Pastor Santon Tekege, Tunas Muda Papua yang Patah

28 Mei 2021   08:43 Diperbarui: 28 Mei 2021   08:47 630
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Almarhum Pastor Santon Tekege, Pr, Imam Katolik Keuskupan Timika. Istimewa.

pada pertengahan hari,

tatkala manusia sibuk beraktivitas

kau terbujur kaku di kampung terpencil,

obaiyopa, damabagata, tigi timur, deiyai

Gembala muda

semuda tunas pohon merbau yang tumbuh pada tepi sungai

seketika,

aku yang berada pada tepian samudra pasifik

memutar kembali memori masa silam di bukit Yerusalem Baru

mengenang kisah emaus di tanah surga berlumur darah

hari-hari penuh perjuangan di bangku kuliah,

tetapi juga di tepi jalan menyuarakan kaum tak bersuara

pada tepian bukit, di antara kali yang mengering,

tanpa air,

pada hamparan ilalang dan pohon-pohon hijau,

burung pipit berkicau kian kemari,

di ruang-ruang sederhana,

pada tepian bukit hijau itu,

menimba air Hidup

bekal menyegarkan yang layu,

memuaskan yang dahaga,

membasuh yang bernoda

tanah surga memanggil kaumnya

menjadi pelayan,

pembasuh kaki,

belajar bukan hanya dalam ruang-ruang kuliah,

saban hari turun ke jalan-jalan

menapaki lorong sunyi menjumpai kaum tak bersuara

kembali ke kamar sempit di Yerusalem Baru,

tangan terulur meraih pena

merangkai kata yang terucap dari kaum tak bersuara

lalu jemari menyentuh tuts komputer tua itu,

jadilah rangkaian kalimat menohok penguasa,

menggugah nurani kemanusiaan universal,

mengundang solidaritas dan empati

menggenggam erat idealisme dan keyakinan teguh,

bahwa kebenaran akan menang meskipun langit tampak gelap!

semesta dan leluhur berjuang dengan caranya sendiri menghalau awan gelap

demi meraih kebenaran sejarahnya

kawan,

pusaran awan gelap di langit Papua belum terurai

impian pembebasan itu belum terwujud

perjalanan ini masih terlampau panjang

dan kau sudah jalan pulang lebih cepat dari usiamu,

kembali ke rumah, tempat dari mana kita datang

pada matahari sejati,

Dia yang telah memilih dan menetapkanmu menjadi pelayan-Nya

bagi kaum tak bersuara di tanah ini,

aku dan segenap pribadi yang berada dalam barisanmu

menyerahkan istirahat panjangmu dalam kerahiman-Nya

kawan,

tubuh fisikmu pergi,

tapi semangat keberpihakanmu pada kaum tak bersuara di tanah ini,

kami lanjutkan sampai tiba di pengujung jalan perjuangan ini

dan selalu berharap pada waktunya,

kita duduk bersama lagi sekedar mengenang kembali kisah di bukit itu,

kita tak lagi duduk di ruang-ruang kuliah dan pergi ke lorong-lorong sempit,

tapi pada ketiadaan ruang dan waktu yang membatasi

kita membincangkan cinta, kasih sayang dan keberpihakan kepada yang rapuh,

letih-lesuh dan berbeban berat

seraya memuliakan Dia bersama para malaikat-Nya di surga abadi

amin

*****

[Sajak ini saya persembahkan untuk Sahabatku seperjuangan, Pastor Santon Tekege, Pr, alumni STFT Fajar Timur, angkatan 2006; imam Katolik Keuskupan Timika, yang wafat pada Kamis, 27 Mei 2021, 13.00 WIT, di Obaiyopa, Damabagata, Tigi Timur, Deiyai, Papua]

27 Mei 2021; 14.30 WIT

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun