"Saya harus buka sekolah. Kalau saya tidak buka sekolah, maka anak-anak tidak bisa belajar. Â Kepala sekolah dan guru-guru bilang mereka ada perlu penting di Agats, tapi mereka tinggal di sana sampai dua tiga bulan baru datang. Jadi, saya yang buka sekolah ini. Tapi, kalau saya punya sagu habis, saya ke dusun pangkur sagu, sehingga sekolah sementara libur," tutur Isak saat staf LANDASAN mengunjungi SD Inpres Sogoni, Selasa, (09-04-2019).
Cuaca mendung menghiasi Atsj. Kami melangkah menuju pelabuhan Atsj. Kami akan berangkat ke kampung Sogoni. Kampung Sogoni merupakan kampung terjauh di Distrik Atsj. Kampung ini berbatasan dengan kabupaten Mappi.
Meskipun kami sudah tiba di pelabuhan Atsj, kami masih harus menunggu driver, Tobi mengeluarkan speed dari tempat parkirnya karena air sedang surut. Sesaat kemudian, ia datang ke pelabuhan Atsj. Ia mengisi bensin. Kami pun siap berangkat.
Pukul 07.46 WIT, kami berangkat ke Sogoni. Cuaca mendung. Kami menyusuri sungai As. Air mulai pasang (naik). Speed melaju dengan cepat. Pukul 08.32 kami tiba Bipim. Kami singgah sebentar menurunkan Pendeta Rudolof Luhulima yang bertugas di Bipim. Sesudahnya, kami meneruskan perjalanan ke Sogoni.
Speed melaju dengan cepat di kali sungai As. Pukul 09.19 WIT, kami melintasi kampung Bine yang terletak di tepi kali As. Kami tidak singgah. Sesuai rencana, kami akan singgah setelah dari kampung Sogoni.
Setelah menyusuri kali As, pukul 09.40 WIT, kami tiba di kampung Sogoni. Pada saat tiba, ketua Bamuskam dan beberapa warga sudah berada di dalam katinting. Mereka hendak pergi ke dusun. "Pak Pit, selamat datang di Sogoni. Kami mau pergi cari makan di dusun," tutur ketua Bamuskam.
Dari pelabuhan Sogoni, kami pergi ke SD Inpres Sogoni. Kami ditemani sekretaris kampung Sogoni, Kornelis Moumi, Ketua RT 4, Yahya Tama dan Ketua Dewan Gereja Katolik Stasi Sogoni, Blasius Kabagaimu.
Di sekolah hanya ada satu orang pendamping (guru kampung). Namanya, Isak, tetapi dipanggil Albat Ai. Ternyata, Albat Ai sudah almarhum. Isak menggantikan saudaranya Albat Ai untuk mengajar. Ia tamat SMP di Asgon, kabupaten Mappi. Kemudian mengambil ijasah SMA-Paket. Ia juga aparat kampung Sogoni. Isak terpaksa mengajar karena tidak ada guru di Sogoni.
Bertempat di ruang guru SD Inpres Sogoni yang mulai reot termakan usia, kami duduk diskusi tentang kondisi sekolah yang sangat memprihatinkan. Guru kampung, Isak bercerita bahwa SD Inpres Sogoni lebih banyak tidak buka karena guru-guru tinggal di Agats.
"Sekolah ini jarang buka karena guru-guru tinggal di Agats. Mereka bilang ke Agats karena ada urusan penting tetapi berbulan-bulan tidak kembali ke kampung sehingga anak-anak tidak bisa sekolah," tutur Isak.