Asmat sebagai salah satu warisan dunia sedang terancam. Wajah Asmat  kini tidak secerah tempo dulu. Kebudayaan mengukir orang Asmat yang menjadikan Asmat terkenal ke seluruh penjuru bumi sedang mengalami ujian berat.
Orang Asmat memiliki kemampuan menakjubkan. Mereka mengukir tanpa sketsa. Sepotong kayu bisa menjadi ukiran bernilai tinggi di tangan orang Asmat. Orang Asmat mengukir berbagai jenis ukiran dengan tingkat kesulitan sangat tinggi. Apakah di masa depan mereka akan tetap ada dan mewariskan kemampuan mengukirnya kepada anak-cucu kelak?
Pada setiap ukiran yang dihasilkan oleh orang Asmat memiliki motif sejarah. Suatu sejarah perjalanan orang Asmat yang dikisahkan turun-temurun. Sejarah relasi orang Asmat dengan Tuhan Allah, leluhur, alam semesta dan sesama umat manusia.Â
Di dalam setiap ukiran orang Asmat, termaktub makna hidup orang Asmat: dari mana mereka berasal dan ke mana mereka pergi. Apakah akan ada generasi Asmat yang mewarisi kejayaan mengukir ini?
Sebab, di tengah kejayaan orang Asmat, terdapat ancaman serius yaitu HIV-AIDS. Saat ini, HIV-AIDS sudah sampai di Asmat. Virus mematikan ini sedang mengintai dan mencari mangsa di tengah kehidupan orang Asmat. Karena itu, setiap pihak yang tinggal di Asmat perlu memberikan perhatian serius terhadap kehadiran HIV-AIDS yang mengancam hidup dan masa depan orang Asmat.
Menyikapi maraknya HIV-AIDS di Asmat, terutama kehadiran perempuan penghibur, pekerja seks komersial (PSK) yang tidak terbendung di Asmat, khususnya di kota Agats, Komisi Pengembangan Sosial Ekonomi (PSE) Keuskupan Agats, SKP Keuskupan Agats dan KOMPAK LANDASAN menggelar pertemuan dengan para Pembina OSIS, Pembina Pramuka, Ketua OSIS, Ketua Ambalan dan Ketua Gudep Pramuka SMP-SMA se-kota Agats di Kantor PSE Keuskupan Agats pada Kamis, [11/10].
Ketua PSE Keuskupan Agats, Aji Sayekti dalam kata pembuka mengawali rangkaian diskusi mengatakan bahwa saat ini kondisi HIV-AIDS di Papua memprihatinkan. "Di Papua, data HIV-AIDS per 30 Juni 2018 mencapai 37.991 orang. Kita berkumpul saat ini untuk bersama-sama membangun jaringan untuk memberikan informasi mengenai HIV-AIDS, mulai dari keluarga, tetangga, teman, sahabat dan lingkungan masyarakat yang lebih luas supaya masyarakat tahu dan menjaga diri dari bahasy HIV-AIDS," tutur Aji.
Ia mengajak semua pihak yang terlibat dalam gerakan pencegahan dan penanggulangan HIV-AIDS di Kabupaten Asmat untuk bersatu memerangi HIV-AIDS. "Kita melaksanakan tugas masing-masing, tetapi kita perlu memiliki kesepahaman tentang upaya pencegahan HIV-AIDS di Asmat.Â
Sebab, untuk Papua, penularan terjadi melalui hubungan seksual, bukan jarum suntik dan narkoba. Di Asmat, prostitusi tersamar sehingga tidak bisa dikontrol oleh petugas kesehatan. Kondisi semacam ini sangat rentan terhadap penularan HIV-AIDS," paparnya.
Aji juga menjelaskan temuan teman-teman aktivis di beberapa warung makan di Agats yang menyediakan PSK. Orang bisa makan nasi, kemudian melakukan transaksi seksual. Para PSK yang berhasil ditemui mengungkapkan bahwa para tamu yang dilayani tidak mau menggunakan kondom.Â
"Kalau orang ke Agats, kemudian melakukan transaksi seksual di warung makan, apabila terinfeksi HIV, dia akan menularkan kepada pasangannya. Kemudian, kalau pasangannya melakukan transaksi seksual dengan orang lain lagi, maka jaringan penularan HIV semakin luas," tegasnya.