" Saya mengalami bahwa cara paling efektif untuk menyapa orang Asmat adalah masuk ke dalam hidup mereka. Saya biasa pergi mengunjungi mereka di rumah atau Jew. Di sana, kami duduk cerita dan berbagi pengalaman. Demikian halnya, pada saat berpapasan di jalan, saya selalu menyapa mereka," ungkap Pastor Fransiskus Vesto Labi Maing, Pr (22/7).
Manusia Asmat merupakan manusia seni. Seluruh hidup orang Asmat diwarnai pesta. Ada pesta pembangunan Jew, pesta ulat sagu, pesta inisiasi dan lain-lain. Asmat juga terkenal dengan tarian dan ukiran yang memesona. Sebagai manusia seni, orang Asmat memiliki karakter unik. Maka, cara memahami orang Asmat membutuhkan seni tersendiri. Jika tidak memahami kebudayaan, adat dan kebiasaan hidup orang Asmat, maka hanya akan melahirkan stigma negatif.
Proses perjumpaan orang Asmat dengan kebudayaan baru dimulai sejak tahun 1953, tatkala Pastor Gerardus Zegward MSC memulai pelayanan misi Katolik di Asmat. Perjumpaan orang Asmat dengan kebudayaan baru membawa dampak positif. Misalnya, kebiasaan mengayau tidak terjadi lagi. Anak-anak Asmat bisa bersekolah. Pos pelayanan kesehatan dibuka dan orang Asmat mendapatkan pelayanan kesehatan.
Ironisnya, setelah 65 tahun perjumpaan dengan kebudayaan baru yang diperkenalkan oleh para misionaris Katolik, orang Asmat masih berada dalam kondisi memprihatinkan. Kini, pendidikan dasar di Asmat sedang terpuruk. Di pedalaman Asmat, guru masih sering malas mengajar. Anak-anak Asmat terlantar. Demikian halnya, petugas kesehatan meninggalkan Pustu dan tinggal di pusat distrik atau di Agats, ibu kota Kabupaten Asmat. Ekonomi orang Asmat berada dalam genggaman dan kendali kaum pendatang yang membanjiri Asmat.Â
Dalam kondisi orang Asmat yang memprihatinkan itulah Pastor  Fransiskus Vesto Labi Maing, Pr, melayani umat Paroki St. Martinus de Pores Ayam, Distrik Akat. Ia berjalan dari kampung ke kampung untuk mengunjungi umat. Pada saat bertemu dengan umat, baik di rumah, di bevak maupun di Jew, ia berusaha mendengarkan keluh kesah mereka. Ia tidak hanya mendengarkan, ia juga mengajak mereka untuk menjaga budaya dan adat, terutama Jew.Â
" Saya pernah menangis, tatkala menyaksikan ada tua adat yang membawa masuk pedagang ke dalam Jew untuk menggelar dagangannya. Saya panggil tua adat tersebut dan menegur dia. Sebab, Jew itu tempat sakral. Orang Asmat sendiri harus menjaga kesakralan Jew," tutur imam Keuskupan Agats, yang biasa disapa Pastor Vesto ini.Â
Pastor Vesto memberikan perhatian serius terhadap budaya dan adat orang Asmat karena dirinya menyadari bahwa orang Asmat melekat pada adat dan budayanya. Apabila budaya dan adat rusak, maka jadi diri dan masa depan orang Asmat terancam. Tindakan melindungi budaya dan adat orang Asmat dilakukannya dengan mengundang Komisi Kebudayaan Keuskupan Agats untuk memberikan penguatan terhadap para tokoh adat di Ayam, Distrik Akat.Â
" Saya prihatin dengan budaya dan adat orang Asmat yang mulai pudar. Ada Jew yang sudah sepi, tungku api tidak pernah menyala. Karena itu, tahun 2016 dan 2017, saya mengundang Bapa Emerikus Sarkol dan John Ohoiwirin dari Komisi Kebudayaan Keuskupan Agats, datang kasih penguatan kepada para tokoh adat (wayir) di Jew Jowes dan Cumnew," tuturnya.
Pastor Vesto tidak hanya memperhatikan kebudayaan dan adat orang Asmat di Distrik Akat. Ia juga memberi perhatian serius pada dunia pendidikan, terutama pendidikan dasar. "Di pusat Distrik Akat, ini ada tiga SD yaitu SD YPPK St. Martinus de Pores Ayam, SD YPPGI Ayam dan SD Negeri Persiapan Cumnew dan satu TK di Jowes. Saya pergi ke sekolah-sekolah itu. Di gereja, saya umumkan kepada semua orang tua untuk perhatikan sekolah dan bawa anak-anak ke sekolah," tegasnya.Â
Pastor Vesto tidak hanya bicara. Ia berjalan dari kampung ke kampung dan memastikan bahwa anak-anak ke sekolah. Â Ia mengajak polisi dan Linmas yang ada di Ayam untuk mencari anak-anak dan bawa ke sekolah. "Saya pernah bicara dengan polisi supaya gerakkan Linmas untuk mencari anak-anak di rumah dan bawa ke sekolah. Memang tidak mudah, karena orang tua biasa bawa anak-anak ke dusun dan bevak," tuturnya.
Ia berkisah bahwa dirinya pernah mencari anak-anak sekolah sampai ke bevak-bevak. "Saya pergi ambil anak-anak sekolah di bevak, persis di pinggir kali. Orang tua membawa anak-anak itu saat mencari makanan di dusun. Saya pergi ambil itu anak-anak, kasih masuk di dalam long boat dan bawa pulang ke kampung Ayam supaya anak-anak bisa sekolah," tuturnya.