Rabu, 15 Februari 2017 telah dilaksanakan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak yang melibatkan 101 daerah di seluruh Indonesia. Di antara ratusan daerah itu, ada satu wilayah yang selalu mendapat sorotan media massa, yakni pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta. Pilkada DKI Jakarta diikuti tiga pasangan calon yakni Agus-Sylvi, Ahok-Djarot dan Anis-Sandi. Ketiganya telah melihat hasil perjuangannya masing-masing. Agus-Sylvi tereliminasi di fase pertama Pilkada DKI Jakarta. Ahok-Djarot dan Anis-Sandi akan bertarung di putaran kedua, yang rencananya akan digelar pada 19 April 2017 mendatang.
Pilkada DKI Jakarta selalu menarik perhatian seluruh warga masyarakat Indonesia bahkan dunia internasional. Calon Gubernur incumbent, Basuki Tjahaja Purnama menjadi sosok yang menjadikan Pilkada DKI Jakarta seru dan layak diperbincangkan oleh media massa dan segenap rakyat Indonesia.
Sosok Ahok yang kini kembali menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta pasca cuti kampanye Pilkada putaran pertama menjadi tumpuan perubahan di DKI Jakarta. Walaupun ia dipaksa menjadi tersangka penistaan agama dan kini sedang menjalani proses persidangan, tetapi Ahok tetap melayani warga Jakarta, tanpa mengeluh. Bahkan meskipun dituntut oleh sejumlah elemen masyaraka supaya dirinya tidak lagi menjabat Gubernur DKI Jakarta karena menyandang status tersangka, tetapi ia tidak peduli. Ia hanya taat pada penegakkan hukum dan peraturan perundangan yang berlaku di Indonesia, bukan pada tuntutan massa yang didasari oleh sentimen agama dan kepentingan politik.
Upaya Ahok menata Jakarta memberi inspirasi bagi segenap rakyat Indonesia, termasuk rakyat Papua. Waktu kepolisian menetapkan Ahok sebagai tersangka penistaan agama, rakyat Papua di Manokwari melakukan demonstrasi mendukung Ahok. Ada pamflet yang bertuliskan, “Menolak Ahok=Menlolak Papua”. Sebuah dukungan konkret untuk Ahok supaya tidak dikriminalisasi.
Walaupun secara pribadi Ahok belum ke Papua, tetapi orang Papua mendukungnya dengan berbagai cara mulai dari berdoa sampai turun ke jalan sebagaimana yang dilakukan di Manokwari. Sosok Ahok telah memikat hati rakyat Papua. Ia menjadi pelita di tengah gelapnya birokrasi di Indonesia.
Walaupun jarak Papua dan Jakarta sangat jauh, tetapi perbincangan tentang Ahok tetap hangat di seantero tanah Papua. Di warung makan, di perkantoran, di terminal, di kampus, di sekolah, ada perbincangan tentang Ahok dan perjuangannya melawan ketidakadilan sosial dan mafia birokrasi pemerintahan DKI Jakarta. Ahok menghadirkan wajah pengharapan di tengah bobroknya birokrasi pemerintahan dan pelayanan publik di negeri ini, termasuk di tanah Papua.
Kini, Ahok telah menjadi pemenang di Pilkada DKI Jakarta putaran pertama. Namun, Ahok masih harus berjuang di putaran kedua melawan Anis-Sandi. Sekilas tampak bahwa persaingan Pilkada DKI Jakarta pada putaran kedua akan semakin ketat. Ahok dan tim pendukung termasuk para relawan harus bekerja keras untuk meyakinkan warga DKI Jakarta bahwa Ahok adalah pribadi yang tepat untuk menata Jakarta. Berbagai upaya yang dilakukan mesti bermuara pada meyakinkan diri sendiri dan para pemilih bahwa Ahok adalah pilihan terbaik untuk DKI Jakarta saat ini.
Secara eksplisit, rakyat Papua tidak memiliki hak suara untuk memenangkan Ahok. Jarak antara Papua dan Jakarta terlampau jauh. Tetapi, segenap rakyat Papua akan berdiri, berdoa, mengangkat tangan, menaikkan pujian bagi Allah untuk kemenangan Ahok pada Pilkada putaran kedua nanti. Dari lubuk hati yang paling dalam, rakyat Papua yakin bahwa jika Tuhan menghendaki, maka Ahok akan kembali memimpin DKI Jakarta lima ke depan. Sebab, rancangan Tuhan tidak dapat diubah oleh keserakahan manusia yang hanya mau menggunakan jabatan dan kekuasaan untuk menindas rakyat.
Mengapa rakyat Papua mendukung Ahok? Ahok membongkar kebobrokan birokrasi dan menatanya sehingga pelayanan publik bisa berjalan sebagaimana mestinya. Ahok membangun rumah susun dan merelokasi warga miskin yang hidup di bantaran sungai Ciliwung. Ia menyediakan ruang terbuka hijau dan taman bermain bagi anak-anak. Sesuatu yang belum terjadi pada pemimpin DKI Jakarta sebelumnya.
Mungkin ada orang berpikir bahwa rakyat Papua mendukung Ahok karena beriman Kristiani. Keterikatan emosional sebagai sesama kaum minoritas di negeri ini pasti ada, tetapi faktor utamanya adalah keberanian Ahok untuk membongkar mafia di birokrasi pemerintahan DKI Jakarta. Ia berani mencopot pejabat yang tidak bekerja maksimal. Ia memiliki prinsip sebagai pelayan. Hal itu juga diterapkannya untuk semua pegawai negeri sipil yang bekerja di lingkup pemerintahan DKI Jakarta.
Beberapa hari belakangan hujan mengguyur kota Jakarta. Banjir melanda beberapa titik. Ahok turun menyapa warga sekaligus meminta maaf karena banjir masih terjadi di DKI Jakarta. Ia menunjukkan sikap rendah hati dengan meminta maaf sekaligus berjanji akan membenahi Jakarta di masa mendatang. Pemimpin seperti Ahok inilah yang dibutuhkan saat ini. Pemimpin yang tidak hanya beretorika dan berteori di mimbar dan ruang kerja, tetapi pemimpin yang turun langsung untuk melihat, mendengarkan dan menjawab keluhan warga masyarakat.