Susi Pudjiastuti, menteri Kelautan dan Perikanan dalam kabinet kerja Jokowi hanya memiliki ijasah sekolah menengah pertama. Bukan itu saja, Susi juga merokok dan di tubuhnya ada tato. Susi bukan perempuan bergaya feminis. Gaya maskulin mendominasi gerak-geriknya. Susi cekatan, gerak cepat mengurus segala-sesuatu sudah menjadi bagian hidupnya. Bahkan Susi mengakui bahwa dirinya pernah menikah dua kali dan memiliki tiga orang anak, yang diurusnya sendiri.
Tampilnya Susi sebagai menteri, menuai kritik. Sebagian orang menilai Susi tidak layak memangku jabatan menteri karena perokok, bertato dan gagal membina rumah tangga. Sebagian lagi memuji Susi sebagai perempuan ideal, yang memberi inspirasi bagi banyak orang.
Terlepas dari pro dan kontra tentang latar belakang Susi, ada hal menarik yang memberi inspirasi yakni Susi, perempuan sederhana, hanya memiliki ijasah SMP, tetapi sukses membangun karier, bisnis perikanan dan penerbangan. Tidak pernah terlitas dalam benar banyak orang bahwa Susi akan jadi menteri. Bahkan sebagian orang mencibir, karena meskipun sukses di dunia bisnis, tetapi kehidupan keluarga retak, memiliki kebiasaan merokok dan bertato.
Penilaian negatif terhadap Susi memperllihatkan bahwa norma dan tata nilai masyarakat Indonesia, tersandera oleh penilaian sesaat dan yang tampak di permukaan, tanpa melihat lebih dalam makna keberadaan seseorang secara menyeluruh. Misalnya, orang akan menilai seseorang baik dan berbudi dan menganut sopan santun, kalau tidak merokok, badan tidak bertato, bergaya feminis atau maskulin sesuai jenis kelaminnya, dan lain sebagainya. Penilaian dangkal, dengan kriteria tertentu, telah membawa masyarakat Indonesia terformat pada pola pikir dan perilaku seperti bunglon. Selalu berubah-berubah, tanpapendirian tetap. Situasi ini secara tidak langsung membuat masyarakat Indonesia kurang kreatif. “Mau buat sesuatu takut dinilai jelek, takut dikucilkan, takut dipermalukan, dll.”
Susi telah membuktikan bahwa untuk menjadi orang sukses, tidak butuh pendidikan tinggi. Untuk menjadi orang sukses, tidak harus bergaya alim-ulama. Untuk menjadi orang sukses, dibutuhkan komitmen, komitmen dan komitmen untuk bekerja. Melakukan pekerjaan dengan dedikasi yang tinggi, tanpa embel-embel. Itulah kunci meraih kesuksesan.
Susi memulai usahanya, dengan modal keberanian. Ia berani menggadaikan perhiasannya. Ia berani untuk menerima kegagalan. Ia berani untuk memulai sesuatu yang baru. Keberanian, didukung sikap kreatif, membawa kesuksesan besar dalam hidup Susi. Ia tidak tergantung pada kata orang, tetapi pada keyakinannya sendiri. Itulah yang telah membawa Susi berhasil mengembangkan bisnis perikanan dan penerbangan.
Kini, untuk mendedikasikan hidupnya bagi rakyat Indonesia, Susi rela melepas jabatannya di perusahaannya. Ia secara total membaktikan dirinya untuk rakyat. Ironinya, ada saja berita miring tentang dirinya, tentang pribadinya. Namun, Susi yang sudah melang-melintang di dunia bisnis, bisa mengatasi cerita-cerita negatif tentang dirinya. Ia berdiri tegar dan siap melayani rakyat Indonesia. Bahkan untuk membangun sikap keakraban dan persaudaraan, ia tidak mau dipanggil; ‘ibu menteri’. Ia mau disapa dengan namanya. Nama, yang telah memberi inspirasi bagi banyak orang untuk berjuang menggapai impian.
Bicara tentang sosok Susi, berarti bicara tentang komitmen dan kerja keras. Ia telah membuktikan bahwa hidup manusia tidak ditentukan oleh tingginya pendidikan formal seseorang. Hidup manusia itu, mengalir seperti air, menemui liku dan jurang. Pendidikan adalah cara menempa manusia supaya bisa melewati liku-liku aliran air itu. Tatkala seseorang yakin, bahwa tanpa pendidikan formal pun ia bisa melewatinya, maka kesempatan itu harus diambil, dipelihara dan dikembangkan sebaik-baiknya. Susi telah melakukannya. Hasilnya, bisa dilihat sekarang dan ke depan.
Semoga makin banyak orang menemukan keunikan, bakat dan kemampuannya serta berani mengembangkannya. Susi telah membuktikan bahwa komitmen dan kerja keras adalah kunci menuju sukses.
Arso, 29 Oktober 2014, 12.54 WIT
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H