Hari pertama sampai di SLB-C St. Lusia Laut Dendang  jam 12: 30 Wib. Saya dengan kawan-kawan langsung ke aula panti untuk menemani mereka makan siang. Kami pun disambut baik di tempat itu dengan hidangan sederhana bersama dengan anak-anak panti. Secara pribadi saya terkejut melihat mereka pada saat makan.Â
Sebab saya melihat cara mereka makan sungguh memprihatinkan, semua nasi berserakan dari piring mereka. Walaupun secara fisik mereka sudah masuk dalam kategori dewasa, tetapi cara makan mereka persis seperti anak-anak. Mereka sungguh membutuhkan perhatian di saat makan, mandi, lipat pakaian, membersihkan rumah, berdoa, dan lain sebagainya.
Saya beruntung ditempatkan di tempat itu, di situ saya mendapatkan pegalaman dan pelajaran berharga untuk hidup bersama orang-orang yang terpinggirkan. Â Senang campur sedih saya rasakan ketika hidup bersama mereka, bahkan tak tertahan juga air mata saya menetes sebab mereka luar biasa memaknai hidup, saya bermenung merefleksikan diri saya dengan diri mereka.Â
Rupanya saya merupakan manusia yang sangat beruntung, karena kasih Tuhan saya diberikan rahmat kesehatan fisik dan juga fisikis. Secara tak sengaja mereka mengajarkan saya untuk selalu bersyukur dalam kehidupan. Mereka adalah malaikat-malaikat kecil yang dapat saya saksikan dengan kaca mata iman. Bahwa sesungguhnya Kristus hadir dalam diri mereka.Â
Mereka tidak memikirkan kemewahan dunia ini, mereka hanya bisa pasrah akan keadaan yang terbatas. Bagi saya mereka luar biasa menerima kenyataan hidup, padahal kadangkala saya ingin lari dari kenyataan hidup jika saya mengalami kegelisahan ataupun ketidaksenangan. Saya yakin Bapa Fransiskus senang dengan saya, karena saya melakukan semua pelayaanan di tempat itu dengan sungguh-sungguh dan pelayanan itu bukan karena terpaksa namun dari hati yang tulus.
Awal-awal saya takut dan bingung apa yang dapat saya lakukan di tempat itu, kami di ajak kakak pendamping untuk memandikan mereka, aroma mereka seperti bau amis, bahkan sebagian mereka harus dibawa ke kamar mandi untuk membuang air kecil bahkan buang air besar pun harus ditemani dan membersihkannya dengan tangan sendiri.Â
Sebagian dari mereka bisa bekerja bersama kami, seperti mencuci piring, menyapu, mengepel, berkebun. Saya berharap jika ada kesempatan, saya mau melayani mereka lagi. Sangat berat meninggalkan mereka karena mereka mencintai kami, menghormati kami. Sesekali saya mengungkapkan kata-kata lelucon mereka tertawa lepas walaupun mereka tak sebebas manusia yang normal. Â
Terima kasih kepada Ordo Kapusin yang telah mengutus saya di tempat itu, juga kepada Pater Surip Stanislaus yang mempersipkannya bagi saya. Sebab dengan ini semua saya mampu lebih dekat kepada orang-orang miskin dan terpinggirkan. Terima kasih juga kepada Konggregasi KSFL telah menerima saya di tempat itu dengan baik.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H