Mohon tunggu...
Fithor Faris
Fithor Faris Mohon Tunggu... -

terima kasih petani

Selanjutnya

Tutup

Bahasa

Siapa kita?

18 Juni 2010   04:11 Diperbarui: 26 Juni 2015   15:28 46
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sudah lebih ku mendapatkan apa yang jarang tersadari. Namun rasa “kurang” masih akan selalu berasa. Apa yang ku maui di dunia ini? Kadang terasa berlebih. Di satu sisi orang melihatnya sebagai suatu kekurang. Tapi tetap ku merasa sudah mendapat lebih, kuusahakan setiap apa yang ku olehi sebagai suatu yang akan mencukupiku dalam alur hidup. Tidak perlu banyak, apalagi berlebih. Secara materism memang terlihat tidak pernah cukup. Tapi ku merasa semuanya memang sudah cukup untuk ku terus belajar lapang menjalani hidup. Yang kudapatkan malam ini cukup membuatku sedikit berdiri berkaku. Tiba-tiba saja terlontar dari mulutku. Kalimat yang membuat hatiku kembali berputar mencari-cari satu titik diantara titik-titik remang dalam benak. “Hidup itu hanya mencari tahu siapa diri kita sebenarnya.” Semua akan kembali ke awal, apapun akan kembali pada titik awal. Setiap apapun yang berkembang akan selalu kembali ke awal. Ingin rasanya terus mengulang-ulang kalimat “kembali ke awal”. Karena memang ini yang ku rasakan. Jelas semua akan berulang dan akan terus berulang. Entah ini berlaku bagi kita, alam dan segenap dimensi yang kita tahu saja. Ataukah berlaku bagi seluruh jagad raya yang serba misteri ini. Dari kalimat yang sungguh singkat dan seolah ringan ini tersimpan jutaan makna yang sangat luas. Dalam konteks pencarian diri kita yang sebenarnya ini, sangatlah tidak mudah untuk dipahami dan diterima secara ragawi. Mungkin otak kita bisa berpikir logis dalam menjalaninya, namun apa iya, mau hati juga memiliki pemahaman dan penerimaan yang sama dengan otak logis? MASALAH adalah salah satu beban yang kita anggap paling berat. Dan ini sangat erat hubungannya dalam pencarian jati diri. Masalah kadang akan selalu menjadi momok dalam hidup kita. Sebisa mungkin kita menjauhinya, menghindarinya dan hampir tidak akan pernah mencari-cari yang namanya masalah. Karena jelas, itu akan membuat beban hidup semakin berat. Masalah itu jelas pasti akan berlalu. Jelas itu. Semua hanya masalah waktu. Entah butuh waktu satu detik, satu menit, satu jam, satu hari, satu minggu, satu bulan, satu tahun, sepuluh tahun, lima puluh tahun atau bahkan bukan kita sendiri yang menyelesaikan, namun ratusan tahun ke depan akan ada seseorang yang sanggup menyelesaikan masalah tersebut. Namun seberapa lamapun itu, masalahnya hanya WAKTU. Dengan bergulirnya waktu, kita akan terus berupaya dalam pencarian solusi yang perlahan akan mengantarkan kita menuju penyelaman ragawi, secara tidak sadar. Semakin lama kita seolah makin ringan dalam menghadapi masalah yang terhadapi. Terus perlahan-lahan kita akan bertarung dengan tubuh kita sendiri mencari apapun yang bisa MELENYAPKAN masalah. Secara perlahan pula kita menggerakkan sistem tubuh kita dalam sensor motorik maupun olah batin yang mengantarkan kita pada kesadaran atas kemampuan diri (jiwa & raga) kita yang sebenarnya. Kemampuan yang sebelumnya tidak kita ketahui, bahkan disadari. Ini memang titik terberat dalam menjalani hidup. Seratus tahun pun kita di beri nafas, belum tentu kita sanggup memahami apalagi menguasainya. Pencarian jati diri memang sangat perlu kita lakukan. Dengan memahami siapa diri kita. Maka, hati kita akan semakin terbuka lebar menuju pemahaman alur penciptaan diri kita sendiri. Seberapa rumitnya penciptaan yang terjadi pada diri kita. Darah yang mengalir konstan, jantung yang berdetak sesuai, semua indera tubuh yang LANGSUNG bergerak, jauh sebelum kita memerintahkannya secara sadar. Sungguh tak terbayangkan bagaimana semua itu bisa terjadi pada diri kita sendiri. Bagaimana kita bisa hidup seperti saat ini. siapa yang menciptakan? Siapa yang terpikir untuk menciptakan makhluk luar biasa seperti kita? Makhluk yang sanggup membuat peradaban sendiri, sanggup membuat bangunan-bangunan yang megah untuk menghias bumi yang diciptakan untuk kita sendiri. Darimana pemikiran-pemikiran itu termulai. Sungguh otak kita sangat dibatasi oleh pemikiran itu semua. Kita sungguh dimanjakan oleh-Nya, kita hanya perlu memikirkan apa yang bisa kita lakukan di dunia ini, tanpa perlu repot-repot memikirkan bagaimana cara kita berpikir, bergerak, bernafas, bagaimana kita melihat dan bagaimana-bagaimana lainnya. Yang kita lakukan sekarang hanyalah tinggal menggunakan/memanfaatkan apa yang sudah disediakan. Hmmm… ku masih belum sanggup mencapai itu. Masih gak jelas juga maksud pemikiranku sendiri. Terima kasih buat temanku yang sudah membuatku tersadar. Hmmm... semakin ku yakin, semua memang hanya masalah waktu. ff

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun