1. Agar menghargai Waktu dan Kerja Keras
Time is money. Mungkin kalau kita sebagai pegawai, akan sulit untuk benar-benar mengerti peribahasa tersebut. Masuk atau cuti, mengajar atay tidak minggu ini, insyaallah masih menerima gaji bulanan. Iya kan?
Tidak begitu dengan para wirausahawan. Nggak kerja pada waktu tertentu, ya nggak ada uang masuk. Kerjanya lembek, ya pemasukan sedikit. Time is money betul. :D
2. Agar mengerti apa itu resiko
Dengan menjadi pegawai, satu-satunya resiko yang kita kenal adalah dipecat. Menjadi usahawan, selamat berkenalan dengan banyak resiko. Insyaallah menjadi pelajaran yang mendewasakan (sebagai wujud pengaplikasian matakuliah manajemen resiko, buat yang mengambilnya. hehe).
3. Agar berjiwa merdeka
Merdeka ! kalau lagi pengen kerja, ya kerja. Kalau lagi pengen melakukan hal lain, ya OK OK aja. Nggak akan ada yang memarahi. Nggak ada atasan yang ngomel-ngomel. Soal relasi dan pelanggan. Lain lagi masalahnya.
4. Agar menghargai silaturahim
Every business is service business, kata Hermawan Kartajaya. Apapun bidang yang ditekuni seorang usahawan, pada hakikatnya ia memberikan pelayanan kepada costumer maupun partner kerjanya. Akan sangat terasa di sini, silaturahim menambah rizqi.
5. Agar berwawasan luas
Wisdom
Knowledge
Data
Informasi
Noise
Ini tingkatan wawasan seorang usahawan. Seorang enterpreneur tidak boleh hanya sampai di tingkat data saja. Dia harus sudah sampai di tingkat wisdom.
6. Agar cerdas mengelola anggaran
Untuk orang biasa, meski jatuh tempo suatu utang masih lama, begitu ada uang pasti terpikir untuk segera membayar. Pasalnya, khawatir akan segera terpakai untuk yang lain. Tetapi tidak begitu untuk otak usahawan. Waktu seminggupun, modal itu masih bisa diputarkan untuk menjadi laba yang lebih banyak lagi.
7. Agar bisa belajar kepemimpinan
Dalam memimpin sebuah komunitas bisnis, selalu ada yang harus ditarik dan diulur. Dalam bahasa kita pemimpin harusnya ahlul halli wa ‘aqdi. Ahli dalam mengendorkan dan mengencangkan. Itu tidak mudah. Tetapi kuncinya, bahwa kita memimpin manusia, dan manusia tak hanya memerlukan financial benefit, tapi juga emotional benefit.
8. Agar merasakan indahnya shadaqah
Kita bisa main hitung-hitungan untuk bershadaqah jika gaji kita tetap. Untuk kebutuhan dapur segini, untuk bayar listrik segini, telpon segini, air segini, bayar sekolah anak-anak segini, untuk ditabung segini, nah baru sisanya shadaqah segini. Tetapi usahawan tidak bisa begitu, memprediksi sih mungkin saja, but exactly, nggak bisa.
Maka di situlah indahnya shadaqah. Ada shadaqah di saat lapang, ada shadaqah di saat sempit. Seperti para pedagang pasar Beringharjo yang unik. Kalo pas dagangan laris, mereka bershadaqah untuk bersyukur. Dan syukur adalah baik, kata mereka, biar nikmatnya ditambah sama Allah. Kalau pas sepi, shadaqah ditambahi. Untuk menjemput temannya yang masih di awang-awang katanya. Maka jadilah infaq di Masjid Muttaqien pasar ini termasuk yang terbesar di Jogja, dan BMT Bina Dhu’afa di tempat tersebut, termasuk yang terbesar di Jogja.
9. Agar lebih peka untuk bersyukur dan bersabar
Gaji tetap, sekali lagi, kadang membuat kita berada di wilayah abu-abu. Tidak ada surprise yang mengajarkan kita bersyukur. Tidak ada kejutan yang membuat kita tiba-tiba menyungkur sujud. Dari kemarin-kemarin juga tahu, gajinya segini. Dan itu artinya, tidak ada saat-saat ekstrim. Ekstrim mudah yang memancing syukur, dan ekstrim sulit yang mengajarkan sabar. Tidak ada. Hidup biasa-biasa saja.
Berbeda dengan wirausahawan, dinamisnya iklim usaha akan mendatangkan kesempatan-kesempatan besar untuk bersabar dan bersyukur.
10. Agar merasakan nikmatnya memberi kemanfaatan bagi banyak orang
Manusia terbaik adalah yang paling banyak kemanfaatannya bagi manusia lain. Menjadi usahawan harus diniatkan menjadi bagian dari hal ini. Kepada karyawan, kepada keluarga mereka, kepada konsumen, kepada partner bisnis. Sudahkan mereka merasakan kemanfaatan optimal kita?
Nah lho, ga kebayang kan manfaat menjadi seorang usahawan. Buat yang memiliki dana lebih, mungkin bisa menjadi Investor. Kenapa Investor? Karena investor itu membahagiakan banyak orang dan membahagiakan diri sendiri tentunya. Pembelajarannya tak kalah banyak dengan bisnis, tetapi mungkin dalam bentuk yang berbeda. Jadi, daripada ditabung, modali orang lain yang amanah agar punya usaha. Bukankah menjadi kebaikan yang berlimpah?
Dikutip dari “standar hidup seorang mukmin”, Salim A. Fillah. Dengan beberapa editan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H