Perpisahan sekolah merupakan sebuah pengalaman yang sangat berarti,mengenang, mengesankan, dan bahkan ditunggu-tunggu oleh para siswa kelas 12. Acara perpisahan bertujuan sebagai sarana untuk berdinamika secara bersama-sama untuk terakhir kalinya bersama dengan teman-teman sekelas bahkan seangkatan. Acara perpisahan sekolah biasanya terkesan sangat menyenangkan karena dilakukan secara bersama-sama teman terdekat. Namun dalam peristiwa ini, peristiwa perpisahan yang terjadi bukanlah perpisahan yang menyenangkan, melainkan perpisahan selamanya.
Pada hari Sabtu, 11 Mei 2024, SMK Lingga Kencana melakukan study tour ke luar kota. Namun di tengah perjalanan, perjalanan tersebut terhenti di Ciater, Subang, Jawa Barat karena mengalami kecelakaan maut. Kecelakaan maut tersebut terjadi karena motif seorang sopir bus untuk menghindari kecelakaan atau korban yang lebih banyak. Sang sopir bus menyatakan bahwa rem dalam bus tersebut tidak berfungsi sehingga ia harus banting setir supaya tidak membahayakan kendaraan lain yang berada di jalan tersebut.
Kecelakaan ini menyebabkan adanya 11 korban jiwa dan 17 orang lain yang terluka. 11 korban tersebut merupakan satu orang guru, satu orang sopir bus, dan sembilan siswa dari SMK Lingga Kencana. Pengalaman ini merupakan sebuah pengalaman yang sangat menyedihkan bagi para siswa SMK Lingga Kencana di tengah-tengah acara perpisahannya. Perpisahan yang awalnya memiliki tujuan untuk berdinamika bersama-sama untuk terakhir kalinya sebagai siswa namun harus berakhir berpisah selamanya karena meninggal dunia.
Sebagai penulis dan juga seorang siswa di SMA di Jakarta, saya merasakan bahwa peristiwa ini sangat menyedihkan. Saya berpikir dan membayangkan perasaan orang tua dari siswa-siswi tersebut yang menunggu mereka pulang dari acara study tour tersebut di rumah dan akhirnya harus mendengar kabar duka dari sekolah bahwa putra-putrinya sudah tiada. Berita tersebut pastinya akan sangat menusuk hati para orang tua.
Lalu apa solusi kedepannya? Pada tanggal 15 Mei 2024, Purwosusilo menetapkan aturan bahwa satuan pendidikan kedepannya harus melakukan kegiatan di dalam lingkungan sekolah dan tidak di luar kota. Menurutnya, kegiatan yang dilakukan di luar sekolah akan membahayakan dan memberatkan orang tua dari para siswa-siswi dan memiliki risiko tinggi terjadinya kecelakaan. Apakah solusi yang diberikan tepat dan layak? Apakah study tour harus dihapuskan? Apakah ini solusi yang diharapkan oleh para pelajar Indonesia?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H