Mohon tunggu...
Maman Dwi Cahyo
Maman Dwi Cahyo Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Saya yakin bahwa masing-masing orang memiliki pendapat dan pandangan tentang mana yang benar dan mana yang salah.\r\n\r\nYang menjadi tantangan adalah bagaimana bisa memberikan aksi nyata dan bergerak ke arah yang benar seperti yang diyakini oleh diri sendiri.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

"Dia Menangis, Pak Guru..."

14 Juli 2012   13:52 Diperbarui: 25 Juni 2015   02:57 63
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Pagi itu aku sedang merapikan tas saat tiba-tiba terdengar suara keras perbincangan singkat antara ibu-ibu di luar rumah. "Mau ke pak guru, kasih masuk dia sekolah", kata seorang ibu. Mendengar suara itu, aku langsung ke luar kamar. 'AHA!', pikirku dalam hati.

Sudah satu minggu sekolah berjalan dan satu minggu itu pula aku merangkul kelas 1 s.d. 6 dalam 2 ruang kelas yang dimiliki SD ini. Satu minggu ini, baru tiga murid yang mendaftar ke sekolah. Perbincangan ibu-ibu yang kudengar itu membuatku semangat dan langsung ke luar kamar. Mengapa? Karena aku tahu aku akan mendapatkan murid baru yang akan menambah keceriaan dan optimisme di SD Negeri Tarak.

"Assalammualaikum", terdengar suara ibu tadi di depan pintu.

"Waalaikumsalam", kataku sambil menyambutnya. Ibu tersebut membawa anak laki-lakinya yang berumur 7 tahun dan menggandengnya ke ruang tengah untuk menemuiku.

"Halo Mama, mau daftarkan dia ke sekolah kah?", kataku sambil mempersilakan duduk.

"Iyoo Pak Guru, dia melihat anak-anak lain pi (pergi) sekolah. Dia menangis, Pak Guru...mau sekolah juga", jawab ibu tersebut.

"Iyo mama, di sekolah banyak teman tho... Bisa bermain dan belajar di sana. Hari ini langsung kasih dia masuk ke sekolah sudah!", kataku sambil mempersiapkan form data diri siswa baru.

Baharudin namanya. Pagi itu dia masuk sekolah dengan mengenakan pakaian training-nya sambil membawa sebungkus mie instan di tangan. Pagi itu pula aku tersenyum melihat mereka, murid-murid kelas satu, bermain plastisin dan membentuknya menjadi huruf 'A' dan 'I' sambil dipamerkannya kepadaku.

Ya, aku yakin

Semangat dan optimisme itu menular

Semerbak seperti senyum mereka

Setinggi cita-cita mereka

Dan sekeras teriakan mereka

Ya, aku yakin mereka bisa!

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun