Hari ini, penulis mendapat pesan dari ibu, bahwa dirinya baru saja rampung membuat kue bolu pisang. Disertakannya foto kue bolu tebal berwarna kecoklatan, yang membumbul diatas loyang ungu kesukaannya. Ibu menambahkan bahwa dirinya baru saja mencoba resep baru. Bolu ini dibuat tanpa mixer, begitu ceritanya. Penulis membayangkan betapa lezatnya kue bolu itu, rasa manis dari pisang, berpadu dengan gurihnya campuran telur serta tepung, dan aroma pandan karena dikukus bersamaan dengan daun pandan.Â
Penulis-pun membalas pesan tersebut, dan menyatakan bahwa sudah lama sekali tak mencicipu kue bolu pisang buatannya. Ibu kembali membalas, "iyaa sudah lama ibu ga buat kue, terakhir bikin kue ulang tahun-mu". Satu kalimat sederhana ini nyatanya mampu membuat penulis mengulang kembali ke momen ulang tahun ke-7 kalau tidak salah, saat ibu membuat kue ulang tahun khusus untuk anak perempuannya.Â
Penulis masih ingat betul, batapa seriusnya ibu membuat kue itu untuk ulang tahun anaknya. Pagi pagi, ibu sudah sibuk mengeluarkan alat-alat tempurnya untuk membuat bolu. Mulai dari mixer putih, gelas bening untuk menakar, loyang ungu, dan tidak lupa keju, mesis, juga hiasan kue bergambar princess kesukaan anaknya.Â
Setelah menyelesaikan pekerjaan rumah, ba'da dzuhur ibu mulai membuat bolu, suara "krek" dari pecahan telur mulai terdengar, ternyata ibu sudah mulai memecahkan telur dan mencampurnya dengan tepung. Dulu, anaknya senang memperhatikan ibu membuat kue, karena seserius itu, seperti sedang mengerjakan proyek startegis nasional. Oleh sebab itu, tak heran jika anaknya ingin membantu, pasti ibu menolak. Jika mengizinkan-pun, pasti akan diberikan tugas yang ecek-ecek. Seperti pada hari itu, si anak perempuan ingin membantu dan ibu mengizinkan untuk mengoles loyang dengan mentega. Kali ini, ibu memastikan bahwa loyang yang digunakan berbentuk kotak, karena loyang kuenya pernah menjadi korban saat si anak perempuan memasukkan jari ke lubang loyang, dan jari mungil anak itu tersangkut. Akhirnya loyang kesayangan ibu harus dibelah, sejak saat itu, ibu enggan menggunakan loyang bulat.Â
Tak lama, adonan kue itupun masuk ke dalam panci kukusan bersama dengan daun pandan. Aroma pandan mulai memenuhi dapur, bercampur dengan aroma manis dan vanili dari adonan. Tak lama adonan tersebut matang dan berubah menjadi kue bolu yang mengembang sempurna. Setelah dingin ibu mulai menghiasnya. Kali ini pekerjaannya lebih serius, tidak boleh ada yang mengganggu, butuh ketenangan, rasa-rasanya para profesional atau akademisi yang tengah memikirkan apakah pemilu melalui parlemen benar lebih efektif daripada pemilu langsung-pun kalah seriusnya dengan ibu yang menghias kue.Â
Kue ulang tahun berbentuk kotak, dihiasi dengan taburan mesis warna-warni disekitarnya, bunga-bunga dari krim diatas kue, dan seorang princess karakter "Bele" (kalau tidak salah), dan dua lilin di sebelahnya sudah tersaji dengan indahnya di atas meja.Â
Kala itu, si anak perempuan sangat bahagia diberikan kue yang begitu cantik dan lezat. Namun, hari ini, ketika anak perempuan itu sudah tumbuh menjadi remaja perempuan yang semoga sesuai dengan harapan ibunya dia menyadari bahwa kue buatan tangan ibu adalah kue paling berkesan yang pernah menyentuh lidah-nya. Bukan karena harganya yang mahal, tapi karena kue-nya disertai dengan kasih sayang yang tulus agar anak perempuannya kala itu merasakan bagaimana rasa kue bolu yang enak dan betapa indahnya perayaan ulang tahun.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H