Pernikahan. Apa itu pernikahan? Pernikahan adalah sebuah upacara pengikatan janji nikah yang dirayakan atau dilaksanakan oleh 2 orang dengan maksud meresmikan ikatan perkawinan secara norma agama, norma hokum dan norma sosial.Â
Dalam bahasa Arab, pernikahan adalah bentukan kata nikkah yang berarti perjanjian perkawinan (Wikipedia). Tujuan adanya pernikahan dalam perspektif Islam adalah melaksanakan Sunnah Rasul, memenuhi tuntutan naluri manusia yang asasi, penyempurna agama, menguatkan ibadah sebagai benteng kokoh akhlaq manusia, memperoleh keturunan, investasi ke akhirat.Â
Dengan adanya sebuah pernikahan, diharapkan dapat menghindarkan seorang manusia dari perbuatan keji, kotor dan zinah yang dapat menurunkan ataupun merendahkan martabatnya. Dalam jalan menuju pelaksanaan pernikahan tentunya memiliki beberapa rukun dan syarat yang harus dipenuhi.
Ada 5 rukun sah nikah dalam perspektif Islam, yaitu : ada mempelai laki-laki, ada mempelai perempuan, ada wali nikah bagi perempuan, ada saksi nikah 2 orang laki-laki, ijab dan qabul. 5 syarat sah nikah dalam perspektif Islam, yaitu : beragama Islam bagi pengantin laki-laki, bukan laki-laki mahrom bagi calon istri, mengetahui wali akad nikah, tidak sedang melaksanakan haji, dan yang terakhir adalah tidak dalam paksa pihak manapun. Selain itu juga, ada beberapa persyaratan administrasi yang harus dipenuhi sebelum melakukan pernikahan, yaitu surat keterangan untuk nikah dari kelurahan tempat kalian tinggal, surat keterangan asal usul, surat persetujuan mempelai, surat keterangan tentang orangtua, surat izin orangtua, surat akta cerai bagi pasangan yang pernah menikah dan bercerai, surat izin komandan bagi pasangan yang bekerja sebagai anggota TNI atau POLRI, surat akta kematian, surat dispensasi dari pengadilan bagi calon suami yang belum berumu 19 tahun dan bagi calon istri yang belum berumur 16 tahun, izin dari kedutaan besar untuk WNA, fotocopy identitas diri (KTP), fotocopy Kartu Keluarga, fotocopy Akta Kelahiran.
Pernikahan di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan yang memiliki pertimbangan bahwa sesuai dengan falsafah Pancasila serta cita-cita untuk pembinaan hukum nasional, perlu adanya Undang-undang tentang Perkawinan yang berlaku bagi semua warga negara. Selain adanya syarat-syarat perkawinan berdasarkan perspektif agama, ada juga syarat-syarat perkawinan berdasarkan undang-undang yang tertera pada Pasal 6 sampai dengan Pasal 12. Undang-Undang Nomo 1 tahun 1974 tentang perkawinan memiliki prinsip-prinsip atau azas-azas sebagai berikut :
- Tujuan perkawinan adalah membentuk keluarga yang bahagia dan kekal. Untuk itu suami istri perlu saling membantu dan melengkapi agar masing-masing dapat mengembangkan kepribadiannya membantu dan mencapai kesejahteraan sprituil dan material.
- Dalam Undang-undang ini dinyatakan, bahwa suatu perkawinan adalah sah bilamana dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya.itu; dan disamping itu tiap-tiap perkawinan harus dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pencatatan tiap-tiap perkawinan adalah sama halnya dengan peristiwa-peristiwa penting dalam kehidupan seseorang, misalnya kelahiran, kematian yang dinyatakan dalam Surat-surat keterangan, suatu akte resmi yang juga dimuat dalam pencatatan
- Undang-undang ini menganut azas monogami. Hanya apabila dikehendaki oleh yang bersangkutan, karena hukum dan agama dari yang bersangkutan mengizinkan, seorang suami dapat beristeri lebih dari seorang. Namun demikian perkawinan seorang suami dengan lebih dari seorang isteri, meskipun hal itu dikehendaki oleh pihak- pihak yang bersangkutan, hanya dapat dilakukan apabila dipenuhi berbagai persyaratan tertentu dan diputuskan oleh Pengadilan
- Undang-undang ini menganut prinsip, bahwa calon suami isteri itu harus telah masak jiwa raganya untuk dapat melangsungkan perkawinan, agar supaya dapat mewujudkan tujuan perkawinan secara baik tanpa berakhir pada perceraian dan mendapat keturunan yang baik dan sehat. Untuk itu harus dicegah adanya perkawinan diantara calon suami isteri yang masih dibawah umur. Disamping itu, perkawinan mempunyai hubungan dengan masalah kependudukan. Ternyatalah bahwa batas umur yang lobih rendah bagi seorang wanita untuk kawin mengakibatkan laju kelahiran yang lebih tinggi. Berhubung dengan itu, maka undang-undang ini menentukan batas umur untuk kawin baik bagi pria maupun bagi wanita, ialah 19 (sembilan belas) tahun bagi pria dan 16 (enam belas) tahun bagi wanita
- Karena tujuan perkawinan adalah untuk membentuk keluarga yang bahagia kekal dan sejahtera, maka undang- undang ini menganut prinsip untuk mempersukar terjadinya perceraian, harus ada alasan-alasan tertentu serta harus dilakukan di depan Sidang Pengadilan
- Hak dan kedudukan isteri adalah seimbang dengan hak dan kedudukan suami baik dalam kehidupan rumahtangga maupun dalam pergaulan masyarakat, sehingga dengan demikian segala sesuatu dalam keluarga dapat dirundingkan dan diputuskan bersama oleh suami-isteri
Mahkamah Konstitusi telah mengeluarkan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomo 2/PUU-XV/2017 yang salah satu pertimbangannya dalam putusan tersebut yaitu "Namun tatkala pembedaan perlakuan antara pria dan wanita itu berdampak pada atau menghalangi pemenuhan hak-hak dasar atau hak-hak konstitusional warna negara, baik yang termasuk dalam kelompok hak-hak sipil dan politik maupun hak-hak ekonomi, pendidikan, sosial, dan kebudayaan, yang seharusnya tidak boleh dibedakan semata-mata berdasarkan alasan jenis kelamin, maka pembedaan demikian jelas merupakan diskriminasi". Mahkamah Konstitusi memberikan waktu paling lama 3 tahun kepada pembentuk undang-undang untuk melakukan perubahan terhadap Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Perubahan norma dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan mengenai batas usia untuk melakukan perkawinan, perbaikan norma menjangkau dengan menaikkan batas minimal usia perkawinan bagi wanita. Perubahan batas usia ini dinilai telah matangnya jiwa raga seorang wanita untuk dapat melangsungkan perkawinan supaya lebih bisa fokus dalam mewujudkan tujuan perkawinan sampai akhir hayat tanpa adanya perceraian. Batas minimal umur perkawinan bagi wanita saat ini disamakan dengan batas umur perkawinan bagi pria yaitu 19 tahun. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan telah disahkan oleh Presiden Joko Widodo pada 14 Oktober 2019 di Jakarta.
Di Indonesia sering sekali terjadi pernikahan anak usia yang dibawah umur atau bisa disebut juga sebagai "Pernikahan Dini". Pernikahan dini terjadi di Indonesia disebabkan oleh berbagai faktor, seperti paksaan dari orang tua, sex bebas, mengikuti adat, dan lain-lain. Banyak resiko yang terjadi jika melaksanakan pernikahan dini secara paksa. Resiko tersebut adalah adanya perbedaan status gender di masyarakat yang merendahkan posisi anak perempuan sehingga bisa saja terjadinya kekerasan dalam rumah tangga yang dilakukan suami kepada istrinya, terjadinya kematian seorang ibu sehabis melahirkan karena tubuh seseorang perempuan di bawah umur belum siap untuk melakukan persalinan, resiko terkena HIV/AIDS, terjadinya perceraian karena anak-anak di bawah umur masih memiliki emosi yang tidak stabil oleh karena itu belum siap untuk memenuhi tujuan pernikahan, berhentinya seorang anak dalam melaksanakan pendidikan. Resiko yang sangat berdampak buruk bagi seorang anak yang telah melakukan pernikahan di usia dini. Oleh karena itu untuk mengurangi pernikahan dini yang semakin banyak lagi, ada baiknya pemerintah melakukan pendekatan dan sosialisasi kepada masyarakat-masyarakat kecil khususnya supaya mereka paham bagaimana dampak buruk terhadap pernikahan dini dan juga ikut mengawasi kejadian yang terjadi di masyarakat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H