Kenapa pembantu itu dibutuhkan? Apakah karena terlalu sibuk sampai tidak sempat bersih-bersih, masak, cuci baju dan sebagainya? Atau simply karena malas saja? Ah bisa bayar orang lain untuk mengerjakan pekerjaan rumah jadi kenapa harus kerjain sendiri?
Banyak saya lihat orang yang berteriak karena si Mba, Mbok, Bibi, Pak Supir, Baby Sister dll yang belum pulang mudik sehingga mereka harus mengerjakan pekerjaan rumah sendiri. Kerepotan karena harus cuci baju sendiri sembari mengasuh si kecil. Saya sendiri beruntung karena tidak dibesarkan oleh kasih sayang pembantu. Cukup kasih sayang dari ibu dan ayah saya. Jadi saya sudah terbiasa mandiri sejak saya kecil. Membantu ibu mencuci piring, menjemur pakaian ataupun mengiris sayuran.
Saat kuliah sarjana, di rumah nenek saya memang ada pembantu. Bahkan ada 3-4 pembantu. Pembantu nenek saya, pembantu kakak saya dan Baby Sister kakak saya. Yang tidur di rumah hanya pembantu nenek saya karena beliau juga sudah sangat tua. Beliau memang bukan pembantu yang luar biasa, tapi saya sangat terkesan dengan kesetiaannya. Mungkin sejak tahun 1960-an beliau ikut nenek saya, sampai meninggalnya pun di rumah nenek saya. Saya tidak pernah sampai hati menyuruh apalagi membiarkan beliau mengangkat ember yang berisi air panas untuk mandi saya, walaupun beliau selalu menawarkan kepada saya setiap pagi.
Beruntung yang kedua, saat saya kuliah master dan jauh dari orang tua. Saya juga tidak sampai kelimpungan karena tidak ada yang membantu, padahal saya harus sekolah dan bekerja part time. Memang sempat ada Bibi yang datang seminggu sekali untuk membersihkan 2-3 apartemen sekaligus di gedung yang sama. Saya justru sangat senang karena bisa ngobrol dengan Bibi setengah baya yang asalnya dari Jember itu. Cerita mengenai TKW dan TKI di Malaysia pun saya dengar dari Bibi. Sayangnya saya harus pindah ke apartemen yang lebih dekat ke kampus, jadi sampai sekarang saya belum pernah bertemu Bibi lagi.
Beruntung ke tiga. Di Finland, mana ada pembantu. Menurut suami saya, pengeluaran untuk menggaji seorang pembantu ongkosnya sama dengan pengeluaran sebuah mobil mewah per tahunnya. Jadi disini betul-betul semua harus dikerjakan sendiri atau berdua. Awalnya memang tidak berat karena saya belum dapat kerja atau sedang sekolah bahasa. Tapi semenjak saya juga bekerja full time, memang harus me-manage waktu sebaik mungkin. Kapan cuci baju, kapan masak, kapan bersih-bersih apartemen dll terutama jika saya juga mau ke gym atau beraktifitas lainnya.
Beruntung yang ke empat, suami saya juga ikut andil dalam rumah tangga kami. Di Finland memang sudah biasa bahwa laki-laki ikut mengerjakan tugas rumah tangga, karena sejak masih kecil sudah diajarkan hidup mandiri. Hmm jadi ingat saat nenek saya berumur 80-an tapi masih mencucikan pakaian anak laki-lakinya yang berumur 50 tahun :D
Di kantor-kantor tidak ada office boy melainkan petugas kebersihan yang bekerja hanya beberapa jam per harinya. Di kantor pasti ada Coffee Maker, mesin cuci piring, kulkas dan microwave. Kalo kopi habis, ya bikin lagi satu pot. Tidak perduli apakah CEO atau apapun jabatannya. Toh tinggal pencet-pencet tombol, 5 menit kemudian sudah tersaji kopi panas untuk 12 cangkir. Bekal bisa dipanaskan di microwave atau beli di restaurant yang terletak di ground floor, atau pergi ke mall terdekat. Tidak sulit kan! :)
Ps: Dua kali saya tulis Baby Sister. Menurut saya hal ini sangat lucu sekali dimana banyak orang Indonesia mengucap Baby Sister. Saya selalu bertanya dalam hati apa maksudnya sama dengan Baby Sitter atau Nanny yang artinya adalah orang yang digaji untuk merawat atau menjaga anak-anak saat orang tua tidak berada di rumah. Atau memang maksud digaji seorang Baby Sister adalah supaya si Mba bisa menjadi seorang kakak untuk sang bayi? Biasanya Baby Sitter adalah anak muda 15-20 tahun yang ingin menambah uang saku. Di Indonesia jasa tersebut digunakan oleh keluarga yang memang suami-istri sibuk bekerja, atau sang istri yang saking sibuknya sampai tidak sempat mengurus anak, padahal tidak bekerja :)
Disini juga banyak orang yang mengeluh gendut, tidak sempat berolah raga karena sibuk mengurus anak. Loh kok anak yang disalahkan kalo jadi gendut? Mudah-mudahan saya bisa lebih bijak membagi waktu kalo sudah punya anak nanti. Beruntung lagi karena suami saya sangat pengertian!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H