Paul Bradshaw menjabarkan bahwa bahwa dalam 25 tahun ke depan surat kabar tak lagi dapat bersaing dengan media lain. Tentu sampai sekarang kita masih melihat banyak surat kabar yang bertahan karena ada beberapa faktor seperti power dan status. Kemudian, dewasa ini kita kerap melihat surat kabar atau majalah yang diedarkan secara gratis. Jurnalisme pun saat ini menghangat, berkembang pesat dengan minat masyarakat ke ranah jurnalistik yang semakin banyak. Lebih jauh, organisasi dan industri kini langsung berhubungan dengan masyarakat. Mereka tak lagi berdiri sendiri dan selalu berupaya menghadirkan konten yang memikat masyarakat. Dibutuhkannya keterampilan untuk menangani informasi yang makin bervariasi membuat jurnalisme online menjadi lebih terspesialisasi. Kini banyak reporter yang bekerja bersentuhan dengan teks, audio, dan video. Tentu juga karena alat produksi yang makin canggih dan prosesnya menjadi lebih “sederhana”.
Selama ini kita tahu proses produksi berita: wartawan mencari berita, menulisnya, dan menyerahkannya kepada editor, kemudian pada akhirnya pendistribusian. Itu adalah proses linear. Bradshaw menjelaskan, di abad 21 model newsroom ditandai dengan produksi fisik yang non-linear.Hal ini menimbulkan berbagai keuntungan, seperti menghemat waktu dan biaya.
Journalism 2.0: The future of News
Teknologi komunikasi memindahkan sarana produksi dan penyebaran informasi ke tangan publik dan membuat hubungan antara audience dan jurnalis ke sistem yang lebih partisipatif dan kolektif—menggunakan teknologi Web 2.0. Karenanya menjadi sesuatu yang lumrah kini jika ada peristiwa seperti gempa bumi, masyarakat berperan dalam proses pelaporan, analisis, dan penyebarluasan berita dan informasi—jurnalisme warga (citizen journalism).
Contohnya adalah media sosial seperti Twitter yang membuat kita seakan selalu mengonsumsi berita kapan pun dan di mana pun. Teknologi seperti ini menawarkan banyak cara cara untuk mengumpulkan, mengomunikasikan, membagikan, dan menampilkan berita/informasi, karena teknologinya yang berjaringan dan real-time. Semua itu bisa dilakukan oleh seorang professional atau pun warga biasa. Tentu kemudian tantangannya adalah bagaimana membantu menegosiasi dan mengatur arus informasi, memfasilitasi pengumpulan dan penyebaran dan pemahaman terhadap berita.
Penyesuaian
Sebagai orang-orang yang (akan) dekat dengan hal seperti ini, tentu kita harus sigap untuk mengantisipasi perkembangan ini. Misalnya, bagaimana kemudian institusi pendidikan yang bersentuhan dengan ranah ini, membuat program yang lebih berorientasi teknis antara jurnalisme dan ilmu komputer. Atau perguruan tinggi dapat bekerja sama dengan perusahaan untuk memecahkan persoalan kompetensi SDM.
Pada akhirnya adalah penyesuaian diri.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H