[caption id="attachment_292709" align="aligncenter" width="939" caption="Corruption Perception Index (2012) - Indonesia berada di posisi 118/174"][/caption] Saat mendengar kata korupsi, hal apa yang pertama muncul di kepala anda? Coba saya tebak, mungkin wajah seorang tokoh politik atau pejabat yang langsung terpikir. Melalui tulisan ini, saya ingin mengajak seluruh pembaca (termasuk penulis) untuk kembali melihat sebenernya kata "Korupsi" yang kita dengar setiap hari ini apa sih? Siapa saja yang termasuk koruptor? Sebelumnya mari bersama-sama kita simpan terlebih dahulu definisi kalau korupsi itu "mengambil uang rakyat untuk membeli rumah, mobil mewah dan istri simpanan". Simpan sejenak mindset kalau koruptor itu adalah pejabat politik. Mari kita telaah definisi Korupsi dari pandangan yang lebih luas.
Korupsi adalah penyalahgunaan wewenang yang telah dipercayakan untuk  mendapatkan keuntungan pribadi.
Sejauh saya dapat mengingat, sedari SD saya sudah mengenal konsep korupsi. Bentuk korupsi yang paling sering saya lihat adalah Penyogokan. Tidak sedikit dari institusi pendidikan yang seharusnya menjadi salah satu fondasi dini bagi pembentukan karakter anak bangsa yang jujur justru ikut menjadi lahan untuk melakukan korupsi. Sebut saja contohnya, seorang anak dari keluarga yang berada ingin menyekolahkan anaknya di sekolah bergengsi, meskipun si anak mungkin tidak memenuhi persyaratan akademis untuk diterima, tapi sangat banyak sekolah yang bisa memberikan "kelonggaran" dengan mengajukan persyaratan khusus yakni, Biaya pendaftaran ++. Pembaca pastinya tahu dong biaya plus-plus ini masuknya ke kantong siapa (yang pasti bukan kas sekolah). Pemandangan korupsi menjadi kian familiar sehingga pada suatu titik saya tidak lagi melihat korupsi-korupsi kecil seperti contoh yang saya sebutkan diatas sebagai Korupsi. Yang semula saya anggap sebagai perilaku tidak terpuji, kemudian bergeser menjadi hal yang lumrah alias wajar-wajar saja. Tidak jarang orang menyogok dengan dalih "Daripada repot", "Kalo ngga mana bisa masuk, yang lain juga begitu", dan excuse lain-lain. Sebut saja contohnya:
- Ongkos membuat KTP agar diproses lebih cepat
- Menghindari surat tilang
- Calo SIM
- Calo Paspor
- Dan masih banyak lagi proses-proses lainnya yang sarat korupsi tapi lebih sering kita kenal sebagai "salam tempel" atau "uang rokok"
Contoh lainnya yang tidak kalah lebih banyak terjadi adalah korupsi yang biasa dilakukan pegawai kantoran.: Pegawai yang beristirahat lebih dari waktu yang ditetapkan, datang terlambat, pulang cepat, mencuri waktu ke mall, bahkan membolos. Menurut pandangan saya, contoh-contoh diatas jelas termasuk tindak korupsi, tepatnya korupsi waktu. Dengan melakukan hal demikian kita telah menyalahgunakan kepercayaan yang diberikan oleh perusahaan demi kepentingan sendiri. Siapa bilang curi-curi waktu tidak merugikan secara finansial. Sekarang tempatkan diri kita pada posisi pemimpin perusahaan, bayangkan besarnya gaji yang telah kita bayarkan kepada pegawai dengan harapan si pegawai dapat membantu kita untuk bersama-sama berusaha untuk memajukan perusahaan. Mungkin menurut anda gaji anda kecil, atau semua pekerjaan yang diminta telah diselesaikan, akan tetapi ingatlah bahwa si pemilik perusahaan bekerja keras tidak kenal waktu untuk mempertahankan jalannya perusahaan, termasuk untuk dapat membayar gaji anda. Kasus suap Akil Mochtar begitu heboh dan banyak dihujat oleh banyak orang. Heboh karena AM adalah pejabat tinggi (hal ini otomatis membuka peluang untuk melakukan tindak korupsi dengan skala yang tinggi pula) dan dengan mudah terekspos media. Apakah AM terlahir sebagai koruptor sejak bayi, apakah AM diajarkan secara langsung oleh kedua orang tua dan sekolahnya untuk korupsi? saya rasa tidak. Saya membayangkan sosok-sosok koruptor di Indonesia tidak selalu orang yang dari awalnya sudah jahat dan bejat, saya pribadi melihatnya sebagai orang-orang yang hatinya telah dibutakan. Secara perlahan integritas mereka luntur akibat pergeseran-pergeseran nilai seperti yang pernah saya alami. Korupsi bukan lagi hal yang salah, tetapi lumrah. Bukan tidak mungkin mereka tidak menyadari kalau tindakan yang mereka lakukan adalah korupsi. Ada bagian syaraf memorinya yang cacat sehingga mereka lupa kalau pilihan mereka memberikan dampak yang begitu merugikan untuk masyarakat banyak, mungkin yang ada di kepala mereka saat itu hanyalah bayangan-bayangan indah seputar materi apa saja yang dapat mereka beli dari tawaran yang begitu menggiurkan. Yang membedakan kasus suap pejabat tinggi dengan masyarakat biasa adalah opportunity dan posisi. Bedanya mereka berhasil mencapai posisi yang begitu tinggi didalam struktur pemerintahan, dengan tantangan yang lebih besar dan lingkungan yang lebih kotor. Berbicara soal kotor, saya sarankan anda mampir ke Muara Baru atau Bantar Gebang, pertama anda datang anda akan merasakan bau yang begitu menusuk sehingga anda tidak bisa bernapas, tapi bertahanlah selama satu hari penuh, hidung anda akan menjadi kebal. Kemudian tanya pada penduduk sekitarnya apakah mereka merasa terganggu dengan baunya? Silahkan anda kaitkan sendiri apa hubungannya pejabat yang lupa dengan hidung yang kebal. Sekarang tempatkan diri anda sebagai orang yang baru masuk ke dunia politik. Anda dihadapkan dengan kondisi dan lingkungan yang sudah menjadi rahasia umum kalau anda tidak ikut kotor, anda akan dikucilkan. Sampai kapan anda bisa bertahan dan apa yang dapat anda lakukan untuk bisa meningkatkan kedudukan anda? Saya tidak mengartikan bahwa politik itu adalah kotor dan semua politisi adalah koruptor. Ada banyak pejabat-pejabat bersih yang bisa sukses, tapi anda juga tentunya bisa melihat reaksi resistensi dari banyak pihak. Jadi persoalannya adalah seberapa gigih anda bisa mempertahankan prinsip anda dan seberapa pintar anda bisa melangkahi orang-orang yang tidak baik di atas anda? Nah, yang sedang saya coba latih sekarang ini adalah memperkuat Pertahanan Prinsip, walaupun skalanya kecil dan terlihat tidak penting. Tapi siapa tahu pada saat semua orang menolak untuk memberikan sogokan, pihak-pihak yang semula berani meminta pungli bisa sembuh urat malunya. Kita juga yang untung, pelayanan publik bisa menjadi lebih baik tanpa harus membayar biaya yang tidak seharusnya. Ayo mulai dari diri sendiri dan selalu tekankan pada generasi yang lebih muda seperti anak anda betapa pentingnya STAND UP untuk hal yang benar. Meskipun dengan resiko diserang banyak orang (biasanya yang menyerang adalah pengecut), tapi kita mulai biasakan dari sekarang. Banyak role model yang bisa dicontoh, mungkin kalau kompasianer saya rasa kebanyakan ngefansnya sama Jokowi-Ahok :)) . Kalau bukan, monggo sharing menurut anda siapa tokoh anti korupsi yang bisa kita jadikan role model.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H