PadahariJumatlalu, Indonesia seakanmemasukimesinwaktudanmemutarwaktuuntukkembalikejamanordebaru. Sepertiyang kitaketahui, Rapatparipurnamengenai RUU Pilkada yangkinisedangmenjaditopikhangatdikalanganmasyarakatdanpemerintahkarena DPR telahmemilihsecaramayoritasuntukmenerapkankembaliaturanPilkadasecaratidaklangsung.Artinya, posisikepaladaerahtidaklagimelalui prosesdemokrasilangsungdimanarakyatmencobloskandidat yangmerekayakinidapatmembawaperubahan.
Menariknya, rapatsekrusialinihanyadihadirioleh 524 DewanPerwakilan Rakyat (DPR) yang berasaldari 9 partaibesar di Indonesia. Artinya, 36 DPR tidakhadirdalammengambilkeputusanyang sangatpentinginiuntukmasadepan Indonesia.Dengan kata lain, sekitar 2.6 jutasuarapenduduk Indonesiatidakterpresentasikandalam voting RUU Pilakdaitu.Kemudian, asilakhirdari voting menujukanbahwa 135 dewanmemilihdemokrasidan 266 memilihuntukpilkadadilakukansecaratidaklangsung. Secararepresentase, ke-266 dewaninimewakilihampir 49% suararakyat Indonesia. Benarkahhampir setengahrakyat Indonesia meninginkanpilihanini?
Lebihmengejutukanlagi, fraksipartaidemokratditengahrapatumummelakukanWalk outsebelum voting dilakukansehinggapadaakhirnya voting RUU inihanyadiwakilikanoleh 401anggota. PadahalKetuaUmumPartaiDemokratsebelumnyatelahberjanjiuntukmendukungpilkadasecaralangsung. IronissekalijikakenanganterkahirKetum PD sebagaiPresiden RImerupakansebuahnodaterhadapDemokrasi yang beliaudanpartainyatelahperjuangkanselamasatudekadeini.
Sidangparipurna yang disiarkandandisaksikanolehseluruhbangsa Indonesia menggambarkansuasana yang sangatramaidiruangsidang.Telriahtbahwabeberapadewarakyatmajudanberteriaksepertitidakaturan. Kemudian, microphone pun tidakdikontrolsecara central sehinggasiapapunbisanyeletukketikasesorangsedangberbicara. Hal inimenunjukkanbahwakedewasaandankemantapananggotaDewanterpilihbelumdapatkitabanggakan. Padaakhirnya, sayamengertimengapa PresidenGusdurpernahmengutarakansebuah “candaan” pedasterhadap DPR.
Sepertikitaketahui, KoalisiMerahPutih (KMP) adalahpihakutama yang mengusulkan agar RUU Pilkadadirevisidandiubahmenjaditidaklangsung.Sistem yang berlakuselama 10 tahunterkahiradalahpilkadayang ditentukanolehrakyatsetempatyang telahmemenuhisyaratadminsitratifuntukmemilih.Artinya, para bupatidanwalikotadipilihlangsungolehrakyatnyadengancara ‘coblos’ melaluipestademokrasi.
Ketikapilkadaditentukansecara internaloleh DPRD makaanggaran pun akanberkurangdan proses penghematanbisatercapai. Alasaninisangat fundamental dantentuseratuspersenbenarketikamelihatnyasecaraabsoluttanpapertimbanganlebihlanjut. Tapisegalahal di duniainitakbisahanyadipandangdengansebelahmata.
Lalupertimbanganlebihlanjutapakah yang haruskitalihat?
Indonesia adalahnegarademokrasidansudahseharusnyasemuayang berhubungandenganpemilihankepaladaerahmaupunpresidenditentukanolehrakyat Indonesia secaramenyeluruh. DPRD tidakseharusnyamemilikiwewenangmenentukansiapayang berhakmendudukiposisikepaladaerah. Pilihan DPRD pun tidakakanbisamerepresentasikankehendakrakyatsepenuhnya, karenapadaakhirnyaanggota DPRD diusungolehpartai-partaipolitiksehinggajudgment merakacenderung bias.
Lalu, dengankarakterpolitik di Indonesia, sayasangatyakinbahwapilkadatidaklangsungakanjustrumeningkatkan money politics danmenambahkankasuskorupsi. PerludiingatbahwaKPK mencatatadasekiranya 3500 anggota DPRD kita yangterseretdengankasuskorupsi. Jadi, sudahsaatnya-kahkitamemberikantanggungjawabinikepada DPRD?
Jikamemangisu RUU Pilkadainimerupakan maneuver politikdariKoalisiMerahPutih, sayasangatkecewakarena yangmerekapermainkanadalah UU Indonesia dansistemfundamental perpolitikan Negara kita. Tidakselayaknyapersainganpolitikdibawahinggakeranahdimanakonstiusikitadipermainkansepertiini. Politikseharusnyamemilikibatasdanbagisiapa yang initerjunkeduniatersebutharusmemilikisikapkedewasaan. Padaakhrinya, perubahandinamikapolitikini akan sangatmembahayakankesatuan NKRI danpandanganinternasionalterhadap Indonesia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H