[caption id="attachment_167191" align="alignnone" width="300" caption="mt.penanggungan"][/caption] Berada di kabupaten mojokerto,jawa-timur gunung yang tingginya (1659 mdpl) letak geografisnya yang berada di antara sungai brantas dan delta sungai brantas. Dengan kondisi seperti ini, sungai berantas seakan ular yang melingkar dimana kepala dan ekornya saling berdekatan. Dari kaki sampai lereng bawah Gunung Penanggungan berupa hutan lindung dengan jenis tanaman rimba seperti jempurit, kluwak, ingas, kemiri, dawung, bendo, wilingo dan jabon. Di bawah tegakan pohon-pohon raksasa ini, tumbuh tanaman empon-empon seperti kunir, laos, jahe dan bunga-bunga kecil. Lebatnya pepohonan menyebabkan udara di sini terasa lembab, sinar matahari tidak sepenuhnya menembus tanah. Sampai di lereng atas ditumbuhi cali-andra, yang bercam-pur dengan jenis Resap, Pundung dan Sono.Caliandra merah tampak men-dominasi, tumbuh lebat hampir menu-tup permukaan tanah, walaupun pertumbuhannya kerdil di tengah hamparan rumput gebutan. Demikian juga keadaan di puncak; hanya akar rumput gebutan yang mampu tumbuh menerobos kerasnya batuan padas Gunung Penanggungan. A. Gunung Penanggungan dilihat dari Aspek Geografis Gunung Penanggungan memiliki keunikan secara geografis, gunung ini berada di antara sungai Berantas dan delta sungai Berantas yang subur. Dengan kondisi seperti ini, sungai berantas seakan ular yang melingkar dimana kepala dan ekornya saling berdekatan. Bila kerajaan yang berurat nadi perekonomian menggunakan sungai Berantas, maka kerajaan tersebut terletak mengitari gunung Penanggungan. Beberapa kerajaan yang berada mengitari gunung Penanggungan yaitu “Kahuripan, Jenggala, Daha, Majapahit, dan Tumapel (Singhasari)” Gunung Penanggungan juga dijadikan sebagai tempat untuk mengatur strategi dalam usaha menghadapi kekacauan politik yang tersemadi. Misalnya saja ketika serangan yang dilakukan Wurawuri yang menewaskan Dharmawangsa dalam peristiwa Paralaya tahun 1016 M, Erlangga menyelamatkan diri ke Penanggungan. B. Gunung Penanggungan dilihat dari Aspek Kesejarahan “Gunung penanggungan merupakan salah satu gunung suci, dalam kitab negarakertagama disebut dengan pawitra.” Kesucian gunung ini ditunjukkan dengan ditemukannya berbagai peninggalan kuna yang berbau religius. Seperti candi, punden berundak yang menunjukkan sebuah atar pemujaan (pengaruh zaman megalitikum), dan makam-makam keramat. Mitos Gunung Penanggungan Sejak jaman agama Hindu dan Budha berkembang di Jawa, masyarakat sudah menganggap keramat gunung tersebut karena bentuk gunung Penanggungan yang lain daripada gunung-gunung lainnya. Dalam ajaran agama Hindu dan Budha dikenal adanya konsepsi makrokosmos (susunan alam semesta) bahwa alam semesta berbentuk lingkaran pipih seperti piringan dengan gunung Mahameru sebagai pusatnya. Mahameru yang dimaksud adalah gunung dalam konsepsi ajaran Hindu, yang dianggap sebagai titik pusat alam semesta. Pada mulanya Mahameru terletak di benua Jambudwipa (India). Benua tersebut merupakan tempat hidup manusia, hewan dan tumbuhan, sedangkan di lerengnya terdapat hutan lebat tempat tinggal berbagai binatang yang mempunyai mitos dan para pertapa. Saat itu, Mahameru sebagai pusat alam semesta merupakan tempat persemayaman para dewa. Persemayaman itu terletak di Kota Dewa Sudarsana dengan Dewa Indra sebagai rajanya. Di sekitar Sudarsana terdapat delapan sudut mata angin yang dijaga delapan dewa penjaga yang dinamakan Asta Dikpalaka atau Asta Lokapala. Di puncaknya terdapat empat puncak gunung yang lebih rendah di sekitarnya dan empat puncak lainnya di daerah yang agak jauh dari puncak Mahameru. Benua Jambudwipa dikelilingi oleh tujuh lautan dan rangkaian pegunungan. Di tepi samudera terluar terdapat dinding pegunungan yang tidak dapat didaki manusia yang disebut Chakrawala atau Chakravan. Matahari, bulan dan bintang beredar mengelilingi puncak Mahameru yang menjulang tinggi. Dan konon di langit di atas puncak Mahameru terdapat tujuh lapisan surga. Sebelumnya, Jambudwipa damai dan tenang, tetapi tiba-tiba tanahnya berguncang dan terombang ambing diterpa gelombang samudera. Akhirnya para dewa berusaha untuk memindahkan gunung Mahameru sebagai pusat alam semesta dari Jambudwipa ke pulau Jawa yang masih aman sebagai tempat kehidupan manusia yang baru. Konsep makrokosmos ini diyakini masyarakat Jawa Kuno pada periode Hindu Buddha pada abad VII-XV Masehi dan di jewantahkan pada berbagai wujud bangunan suci, penataan istana, susunan administrasi pemerintahan dan lain-lain. Konsep dasar bangunan candi yang ada di Pulau Jawapun secara umum menyesuaikan dengan konsep makrokosmos tersebut. gunung Penanggungan dalam kepercayaan masyarakat Jawa adalah salah satu perwujudan konsepsi makrokosmos tersebut karena gunung tersebut diyakini sebagai salah satu puncak Mahameru yang dipindahkan oleh dewa penguasa alam. Gunung Penanggungan menjadi begitu sakral bagi masyarakat Jawa ketika itu, sehingga dibangun candi sebagai bentuk pemujaan terhadap leluhur yang diyakini bersemayam dipuncak gunung Penanggungan. Kesakralan gunung ini disebabkan karena Gunung ini merupakan puncak gunung Mahameru yang dipindahkan, setelah bagian-bagan lain dari gunung tersebut tercecer “bagian Mahameru berguguran menjadi gunung-gunung yang berjajar sepanjang pulau Jawa antara lain Gunung Katong atau Lawu, Wilis, Kampud atau Kelud, Kawi, Arjuna (Arjuno) dan gunung Kemukus (Welirang). Tubuh Mahameru diletakkan agak miring dan menyandar pada gunung Brahma (Bromo) dan menjadi gunung Semeru. Puncak Mahameru sendiri adalah gunung Penanggungan atau Pawitra.” adapun beberapa peninggalan candi yang berada di sekitaran gn.penanggungan.seperti candi jolotudo,candi sinto,candi pure,candi lurah,candi pure,candi carik,candi naga dan beberapa peninggalan lainya. Peninggalan berupa Makam “Sebagai pusat keagamaan pada masa perkembangan Hindu dan Budha, kaum resi memegang peranan penting dalam upacara ritual. Para resi adalah orang yang sudah mengundurkan diri dari dunia ramai dan memilih untuk hidup menyepi pada tempat-tempat yang jauh dari keramaian, biasanya di gunung yang masih sepi dan asri. Gunung Pawitra dijadikan sebagai pusat aktivitas keagamaan tidak lain adalah karena anggapan bahwa Pawitra merupakan puncak Mahameru, titik pusat alam semesta yang dipindah ke Jawa. Dengan bermukim dan beribadah di bangunan-bangunan suci yang tersebar di lereng-lerengnya, maka para resi akan lebih mudah untuk berhubungan dengan dewanya di dunia Swarloka, tempat bersemayamnya para dewa dan Girinatha (Siwa).” Para resi tersebut turut dimakamkan di daerah gunung Penanggungan, sehingga makam-makam keramat juga ditemukan di daerah ini. Walau demikian, makam-makam tersebut juga telah tertimbun dan tertutupi oleh semak belukar. “Makam Erlangga yang terletak di lereng timur Gunung Penanggungan, makam Sindok (nenek ayah Erlangga) di Betra, juga makam ayah Erlangga di Jalatunda.” so tiket masuknya pun relatif murah jika kita masuk dari trawas,disana ada satu pos pendakian yang dikelola perhutani yang berada di sebuah warung ..warung ibu indah biasanya para pendaki menyebutnya dengan sambutan hangat pemilik warung dan tentunya membayar tiket yang harganya kisaran-+rp.4,500( tahun kemaren sich) kita siap memasuki pintu gerbang yang indah dan penuh dengan nilai sejarah....! Rujukan Buku: J. Terwen de Loos, “De Pandjiraliefs op de gunung Bekel Penanggungan Bildragen, deel 127, 1971 halaman 321: nama-nama 4 puncak: Beksi (BL), Gajah Mungkur (TL), Kemuncup, dan Sorokelopo (BO). Daldjoeni. 1984. Geografi Kesejerahan III. Bandung: Alumni. Tim Penyususun KBI. 2008. Kamus Bahasa Indonesia. Jakarta: Pusat Bahasa. Rujukan Website dan Blog http:/id.wikipedia.org “gunung penanggungan.” diakses pada: 14 Desember 2009 12:07:43 PM http:/arekeologi.web.id “Ratusan Candi di Pegunungan Penanggungan.” diakses pada: kamis, 15 December, 2009, 12:03:50 PM.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H