Konon pada suatu masa tersebutlah suatu negeri yang besar yang dikenal sebagai Negeri Pecundang. Negeri ini terletak tidak di utara tidak juga di selatan, iklimnya adem ayem, tidak ada panas yang terlalu panas, tidak juga ada dingin yang terlalu dingin. Pokoknya sedang-sedang saja, tengah-tengah saja.. Rakyat negeri ini terdiri dari bermacam tipe, dari orang-orang yang terpaksa menjadi pecundang sampai yang dengan senang hati menjadi pecundang, dari yang benci menjadi pecundang sampai yang bangga sebagai pecundang, dari yang sadar dirinya pecundang sampai yang tidak sadar... Tapi yang jelas semuanya merupakan para pecundang.. Alam menganugrahkan negeri ini segalanya, hutan rimba lebat hijau royo-royo, laut haru biru penuh ikan dan udang, tanah gemah ripah subur plus bahan tambangnya. Sayang sekali saat ini anugrah alam itu sudah makin habis dan makin rusak.. Sebagian karena salah urus, sebagian kena tipu, sebagian dirampok dan sisanya karena dijual murah meriah.. Dipecundangi merupakan hal biasa di negeri ini, mulai dari atlit olah raga sepakbola, bulutangkis, tenis dll sampai ke tenaga kerja yang bekerja di rumah atau pabrik-pabrik di luar negeri.. Kata "kalah, takluk atau menyerah" sudah sangat familiar di telinga masyarakatnya, sedang kata "menang, sukses atau juara" langka terdengar.. Kedaulatan negeri ini senantiasa dirongrong oleh tetangganya yang kecil tetapi berani usil. Dari mulai mengambil kayu, cipta hasil seni, budaya sampai mencaplok pulau atau wilayah dia berani lakukan.. Karena si tetangga tahu kalau negeri ini tak berbahaya... Besar tapi lemah, gede tapi loyo.. Pemimpin Negeri Pecundang ini dipilih langsung oleh rakyatnya, dia merupakan pecundang terbesar di negerinya bukan saja secara fisik tapi juga hati, perkataan dan perbuatannya. Banyak rakyat yang memilihnya menjadi pemimpin karena konon katanya karena dia adalah orang yang dizolimi.. Berhutang kesana-sini merupakan kerja andalan sang pemimpin, tumpukan hutang yang tinggi menjulang bukanlah hal yang memalukan, tapi merupakan gunung yang gagah perkasa.. sambil lempari recehan bantuan tunai, melihat rakyat yang rebutan merupakan pemandangan yang indah dan menyenangkan dari atas sini... Mengikuti gaya dan kemauan "Negeri Kulon" merupakan hal lain yang dapat dibanggakan pemimpin ini. "Ayo buka pasar... biar beradu saudagar dunia global dengan pedagang lokal yang amatiran.. Saya tidak bedakan rambut hitam atau pirang!" dan kemudian "bless"... hampir tak ada sektor di negeri ini yang tidak dimainkan saudagar-saudagar ternama dari "Negeri Kulon". Mulai dari komputer sampai warung kopi, dari dagang barang eceran sampai jasa bank dan asuransi. Kebanggaan inipun terlihat di wajah-wajah rakyatnya sambil mengudap makanan cepat saji "bergengsi.." Syahdan waktupun berlalu, saat ini sang pemimpin negeri harus dipilih lagi oleh rakyatnya untuk periode kedepan. Sang pemimpin mengajukan lagi dirinya, tapi kali ini dia tidak mau lagi berpasangan dengan wakilnya yang lama. Menurutnya gaya dan irama wakilnya itu kurang cocok dengannya, terutama dalam melaksanakan agenda dari "Negeri Kulon" yang dalam waktu ke depan ini makin banyak saja, karena negeri di kulon itu sedang sakit dan butuh.. "Daripada agenda-agenda jadi kacau, lebih baik anda pilih wakil yang lain saja tapi jangan dari buto ijo fundamentalis.." kata pihak "Negeri Kulon" sambil menawarkan calonnya orang yang dia yakini loyalitas dan integritas kepecundangannya selama ini... Sang pemimpinpun menyetujui.. "Jangan khawatir pak, elektabilitas Bapak menjulang tinggi.. saking tingginya sampai tidak masuk di akal.. Berpasangan dengan sendal jepitpun Bapak menang.." kata tim sukses sang pemimpin yang rata-rata adalah pecundang-pecudang intelek yang ke-kulon-kulonan... Dan akhirnya dimulailah pertarungan itu.. Untuk dapat dipilih lagi menurut tim sukses sang pemimpin cukup iklan dengan kata-kata puja-puji namanya saja, gak perlu banyak program-programanlah.. Salah satu diantara andalan iklan sang pemimimpin ini adalah dengan menggunakan lagu sebuah produk "makanan tak bergizi". "Eh tapi ini efektif dan banyak disukai rakyat lho... " kata sang pembuat yang mengaku kreatif dan tamatan luar.. Dalam berkampanye, dengan menjiplak plak seluruh tata cara kampanye pemimpin "Negara Kulon", kemudian dengan optimis untuk dipilih lagi oleh rakyatnya mantap sang pemimpin itu berkata-kata: "kita tidak boleh ngomong kalo kita lebih ini, kita lebih itu... itu takabur namanya...", ".. saya tidak mau janji-janji.. semakin banyak janji, semakin susah untuk ditepati...", "...jangan memberi angin surga kepada rakyat..", "... biar saja saya dikeroyok, saya dikerjai... ada tuhan dan rakyat yang akan menolong..." dan rakyatnya kemudian bergemuruh, sorak sorai, bertepuk tangan, gegap gempita kegirangan menyambut ucapan sang pemimpin itu.... Tak banyak keraguan, dialah yang terbesar dan dialah favorit kebanyakan rakyatnya.. Demikianlah kisah tentang Negeri Pecundang yang tidak di utara, tidak di selatan...
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H