Stop Eksploitasi Anak di Bawah Umur
Eksploitasianak marak terjadi di Indonesia , eksploitasi terhadap anak adalah memperkerjakan atau mendayagunakan seorang anak dengan tujuan untuk meraih keuntungan. Banyak kasus tentang eksploitasi terhadap anak terjadi. Banyak sekali orang yang mencari keuntungan dengan melakukan hal itu. Memperkerjakan anak di jalanan, untuk mencari nafkah. Dapat kita jumpai anak-anak tersebut menjadi pengemis, pengamen, ojek payung, pemulung, pedagang asongan, kernet, tukang parkir. Pekerjaan tersebut rentan akan kecelakaan dan keselamatan mereka dijalanan kurang terjamin. Orang tua yang seharusnya bertanggung jawab penuh, bahkan menjadi pelaku utamanya menjadikan anak boneka untuk memperoleh keuntungan, wajah polos mereka dijadikan alat untuk membuat orang lain kasihan. Sangat miris memang, banyak alasan orang tua melakukan hal tersebut, salah satunya untuk memenuhi kebutuhan hidup yang sekarang memang sulit karena kemiskina. Dan lagi-lagi anak yang menjadi korbannya, karena keterbatasan orang tua.
Banyak sekali hal buruk yang timbul karena ekspoitasi anak, terutama untuk anak sendiri mereka harus merelakan masa kecil mereka yang harusnya bahagia untuk turun kejalanan. Mereka yang seharusnya mendapatkan perlindungan penuh, berkembang dengan baik selayaknya anak-anak dan memperoleh pendidikan yang baik malah harus turun kejalan untuk mencari secercah harapan untuk kelangsungan hidup. Mereka yang masih kecil harus sudah merasakan pahitnya kehidupan dijalanan yang rawan sekali untuk keselamatan mereka. Cita-cita mereka pun harus ditinggalkan untuk bekerja dan kesulitan biaya untuk pendidikan yang semakin besar. Memang tujuan orang tua kadang baik untuk memenuhi kebutuhan hidup, namun apakah anak bahkan dibawah yang harus menjadi korbannya?. Orang tua seharusnya berpikir bahwa seharusnya ia mampu memberikan jaminan yang baik untuk anak dan tidak mengekspoitasi anak dengan jalan seperti ini. Karena, banyak sekali efek negatif yang ditimbulkan untuk anak.
Rio (5) dan rahma (3) asal Desa Cimuncang adalah salah satu kisah eksploitasi anak di Serang,Banten. Mereka adalah korban eksploitasi yang dilakukan orang tuanya sendiri. Mereka harus turun jalan setiap hari untuk mngemis di depan Polres,Serang. Sang ayah , Mahyudi (32) membawa kedua anaknya untuk mengemis di depan Polres Kota Serang. Mahyudi memulai pekerjaan tersebut pada malam hari. Ketika waktu maghrib tiba, sudah berangkat dari rumahnya. Dia mengendarai motor dengan memboncengkan kedua anaknya. Mahyudi memarkirkan motornya ditempat yang tersembunyi agar tidak diketahui oleh orang lain. Mereka mengemis hingga larut malam, diatas aspal dengan beralaskan kain seadanya serta dinginnya malam.
Mahyudi menjadikan anak-anaknya sebagai penarik perhatian agar mendapatkan belas kasihan. Di dinginya malam mereka duduk beralaskan kain seadanya. Menjadikan anak-anaknya sebagai alat bukan baru dilakukannya, ia telah melakukan hal ini 3 tahun yang lalu. Alasan Mahyudi, keadaanlah yang memaksannya melakukan hal ini. Namun, apa yang ia lakukan salah karena telah mendayagunakan anaknya yang masih dibawah umur untuk mencari keuntungan. Bayangkan saja anak sekecil mereka harus mengais kehidupan dijalanan. Mereka harus merelakan kebahagiaan masa kecil mereka. Hal ini tidak baik untuk perkembangan anak Mahyudi. Setelah diusut, keterangan dari Tatang Jaelani Ketua RT ditempat tinggal mahyudi. Dia adalah tukang buah di pasar Rawu dan tentang kepemilikan motor, benar bahwa motor yang setiap hari ia bawa adalah motor miliknya. Hal ini membuktikan bahwa Mahyudi mempunyai pekerjaan yang layak dan mempunyai kendaraan sendiri, seharusnya ia tidak mempekerjakan anaknya yang masih dibawah umur dijalanan.
Kasus ini adalah salah satu kasus dari juataan kasus yang terjadi di Indonesia. Tercatat Data pemerintah tahun 2011 menyebutkan, dari 6,5 juta kasus kekerasan terhadap anak, lebih dari 1,7 juta kasus merupakan kasus eksploitasi anak dalam klasifikasi buruk, termasuk di dalamnya kasus anak bekerja pada tempat hiburan malam, pembantu rumah tangga, pekerja tambang, dan di tengah laut. Namun dari 1,7 juta kasus, pemerintah hanya mampu menangani 11 ribu kasus per tahunnya.
Lalu, siapakah pihak yang pihak paling berperan penting dalam hal ini. Kita tidak bisa menyalahkan Mahyudi dari satu sisi saja, mungkin memang ia mempunyai alasan sehingga berbuat hal seperti itu. Padahal seharusnya orang tua yang melindungi anaknya dan mencukupi kebutuhan hidupnya. Akar dari semua ini adalah kemiskinan yang terjadi di negeri ini, banyak sekali orang yang terlibat didalamnya.
Menurut dinas pendidikan kota serang sudah banyak program khususnya pendidikan nonformal bagi anak-anak jalanan. Pendidikan nonformal ini tidak seperti pendidikan sekolah pada umumnya. Mereka ditergetkan untuk menggali potensi dalam diri mereka seperti kesenian misalnya, seni tari, seni lukis, seni musik.dll. Agar mereka dapat bertahan hidup dan tidak kembali turun kejalan.Namun, program tersebut kurang berjalan dengan lancar kendalanya adalah pada individu masing-masing, sulit sekali membuat mereka untuk bergabung, banyak dari mereka lebih memilih untuk bekerja. Namun, seharusnya pemerintahan harus lebih memaksimalkan program yang sudah ada agar berhasil guna, karena banyak sekali anak jalanan atau anak-anak terlantar yang ingin mendapatkan pendidikan yang layak. Sebagai orang tua juga jangan sampai mengekspoitasi anak, karena mereka mempunyai mimpi-mimpi yang ingin mereka wujudkan jangan sampai mimpi serta kebahagiaan masa kecil mereka terenggut.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI