Langkah resmi Indonesia bergabung dengan BRICS (Brasil, Rusia, India, China, dan Afrika Selatan) menjadi salah satu peristiwa geopolitik paling menarik di awal tahun 2025. Dengan ekonomi Indonesia yang terus tumbuh sebagai salah satu kekuatan utama di Asia Tenggara, bergabungnya Indonesia ke dalam BRICS menghadirkan babak baru dalam dinamika hubungan internasional, khususnya antara Indonesia dan Amerika Serikat (AS). Pertanyaannya kini, bagaimana reaksi AS terhadap keputusan strategis ini?
Amerika Serikat dan BRICS: Kompetisi yang Tak Terelakkan
Sejak awal kemunculannya, BRICS dipandang oleh banyak pihak sebagai upaya negara-negara berkembang untuk menyeimbangkan dominasi ekonomi Barat, terutama AS. Dengan bergabungnya Indonesia, kelompok ini semakin kuat secara ekonomi maupun geopolitik. AS tentu menyadari bahwa BRICS kini memiliki posisi tawar yang lebih besar di berbagai forum internasional. Tidak hanya sebagai aliansi ekonomi, BRICS juga sering kali memiliki sikap politik yang berbeda dengan Barat, terutama dalam isu-isu global seperti konflik Ukraina dan perang dagang dengan China.
Presiden AS, yang saat ini masih menghadapi tekanan domestik terkait kebijakan luar negeri, menanggapi keputusan Indonesia dengan hati-hati. Dalam berbagai pernyataan resminya, AS menggarisbawahi pentingnya hubungan bilateral yang sudah terjalin lama dengan Indonesia, termasuk dalam bidang perdagangan, investasi, dan keamanan. Namun, di balik sikap diplomatis ini, banyak pengamat percaya bahwa AS merasa terancam oleh semakin kuatnya pengaruh BRICS, terutama karena Indonesia adalah sekutu strategis di kawasan Indo-Pasifik.
Reaksi Awal AS: Tarif dan Strategi Diplomasi
Salah satu tanda kekhawatiran AS terlihat dari pernyataan mantan Presiden Donald Trump yang mengusulkan pemberlakuan tarif hingga 100 persen terhadap negara-negara anggota BRICS. Walaupun belum menjadi kebijakan resmi, wacana ini menunjukkan adanya potensi gesekan perdagangan antara AS dan negara-negara BRICS, termasuk Indonesia. Ancaman tarif ini juga mencerminkan strategi AS untuk melindungi kepentingan ekonominya di tengah penguatan BRICS sebagai blok ekonomi alternatif.
Di sisi lain, AS tetap berusaha mempertahankan hubungan baik dengan Indonesia. Beberapa diplomat senior bahkan menyebutkan bahwa langkah Indonesia bergabung dengan BRICS tidak akan mengubah hubungan strategis kedua negara. AS masih menjadi salah satu mitra dagang utama Indonesia, dengan investasi besar di sektor energi, teknologi, dan infrastruktur. Namun, apakah hubungan ini akan tetap harmonis di tengah ketegangan geopolitik, masih menjadi tanda tanya besar.
Pengaruh Bergabungnya Indonesia di Kancah Global
Keputusan Indonesia bergabung dengan BRICS bukan hanya soal ekonomi, melainkan juga politik. Sebagai negara dengan populasi terbesar keempat di dunia dan ekonomi terbesar di Asia Tenggara, kehadiran Indonesia memberikan legitimasi lebih kuat bagi BRICS sebagai representasi negara-negara berkembang. Indonesia diharapkan dapat menjadi jembatan antara BRICS dan negara-negara non-anggota lainnya, termasuk di kawasan ASEAN.
Namun, di sisi lain, posisi Indonesia yang semakin mendekat ke BRICS juga dapat menimbulkan dilema. Indonesia perlu menjaga keseimbangan antara aliansi barunya dengan BRICS dan hubungan strategisnya dengan AS dan negara-negara Barat lainnya. Dalam konteks ini, langkah-langkah diplomasi Indonesia ke depan akan sangat menentukan arah hubungan internasionalnya.