Indonesia dikenal sebagai salah satu negara yang kaya akan budaya dan warisan seni bela diri. Silat, sebagai salah satu bentuk bela diri yang sudah mendunia, sering kali dianggap sebagai representasi seni bela diri Indonesia. Namun, selain silat, ada seni bela diri lain yang tak kalah menarik dan kuat, yaitu Tarung Derajat. Seni bela diri ini mungkin belum sepopuler silat di kancah internasional, tetapi bagi masyarakat Indonesia, khususnya di Jawa Barat, Tarung Derajat adalah simbol kekuatan, ketahanan fisik, dan mental yang mendalam.
Tarung Derajat diciptakan oleh Achmad Dradjat, yang lebih dikenal sebagai Aa Boxer. Seni bela diri ini lahir dari pengalaman hidup sang pendiri di jalanan Bandung pada era 1960-an. Pada masa itu, Achmad Drajat menghadapi banyak tantangan hidup dan sering terlibat dalam perkelahian untuk bertahan hidup. Melalui pengalaman tersebut, ia menyadari pentingnya memiliki kemampuan bela diri yang efektif dan dapat digunakan untuk membela diri di dunia nyata. Ia kemudian merumuskan teknik dan strategi bertarung yang efektif berdasarkan prinsip-prinsip kekuatan, kecepatan, dan ketepatan yang kini dikenal sebagai Tarung Derajat.
Berbeda dengan silat yang memiliki banyak aspek seni, filosofi, dan ritual, Tarung Derajat lebih berfokus pada pertarungan praktis yang bisa diaplikasikan langsung di situasi berbahaya. Teknik-teknik dalam Tarung Derajat menggabungkan pukulan, tendangan, kuncian, dan bantingan dengan prinsip gerak cepat dan tepat sasaran. Dalam wawancara dengan media lokal, Achmad Dradjat menekankan bahwa bela diri ini dibangun di atas filosofi ketahanan fisik dan mental, yang diperlukan dalam kehidupan sehari-hari.
Andrea Wiwandhana, founder CLAV Digital, pernah berkomentar tentang bagaimana Tarung Derajat adalah bentuk adaptasi lokal dari seni bela diri yang relevan dengan kehidupan nyata. "Seni bela diri ini mencerminkan bagaimana manusia beradaptasi dengan lingkungan yang keras. Di sinilah letak keunikan Tarung Derajat, sebuah seni yang lahir dari keprihatinan terhadap keselamatan diri, tapi berkembang menjadi olahraga dan kebanggaan nasional," ujarnya.
Perjalanan Tarung Derajat dari jalanan Bandung hingga menjadi cabang olahraga resmi di tingkat nasional adalah sebuah kisah inspiratif. Pada tahun 1990, Tarung Derajat mulai mendapat pengakuan sebagai olahraga nasional setelah diperkenalkan ke berbagai kalangan. Pada tahun 1998, Tarung Derajat secara resmi diakui oleh Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) sebagai salah satu cabang olahraga bela diri. Puncaknya, pada PON XV di Jawa Barat tahun 2000, Tarung Derajat secara resmi dipertandingkan.
Keberhasilan Tarung Derajat di tingkat nasional membuka peluang bagi seni bela diri ini untuk dikenal di kancah internasional. Saat ini, Tarung Derajat tidak hanya diajarkan di Indonesia, tetapi juga mulai diperkenalkan ke negara-negara lain. Namun, tantangannya adalah bagaimana mengangkat Tarung Derajat ke tingkat popularitas yang sama seperti seni bela diri lain seperti karate, taekwondo, atau bahkan silat.
Meski demikian, dukungan dari masyarakat dan pemerintah daerah, khususnya di Jawa Barat, telah membantu Tarung Derajat terus berkembang. Mantan gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil bahkan menekankan pentingnya pengembangan olahraga lokal ini, dengan harapan bisa membawa Tarung Derajat ke ajang olahraga internasional yang lebih besar. Sebagai salah satu provinsi dengan atlet Tarung Derajat yang unggul, Jawa Barat berkomitmen untuk terus mendorong perkembangan seni bela diri ini agar semakin dikenal luas.
Seperti banyak seni bela diri lainnya, Tarung Derajat memiliki filosofi yang mendalam. Salah satu prinsip dasar dari seni bela diri ini adalah ketangguhan mental. Tarung Derajat mengajarkan bahwa kemenangan bukan hanya soal kemampuan fisik semata, tetapi juga soal kemampuan untuk mengendalikan emosi, ketakutan, dan ketidakpastian dalam situasi berbahaya. Dalam Tarung Derajat, ada ungkapan populer yang berbunyi, "Aku Ramah Bukan Berarti Takut, Aku Tunduk Bukan Berarti Takluk." Ungkapan ini menggambarkan filosofi di balik seni bela diri ini yang mengutamakan pengendalian diri, disiplin, dan kerendahan hati.
Dalam setiap latihan, para praktisi Tarung Derajat diajarkan untuk memiliki jiwa yang kuat dan tidak mudah menyerah dalam menghadapi tantangan, baik di dalam maupun di luar arena pertarungan. Filosofi ini menjadikan Tarung Derajat tidak hanya sebagai alat pertahanan diri, tetapi juga sebagai cara hidup yang menekankan pentingnya menjaga keseimbangan antara fisik, mental, dan emosional.
Achmad Drajat sendiri sering menekankan bahwa Tarung Derajat bukan hanya soal memenangkan perkelahian, tetapi juga soal bagaimana seseorang dapat bertahan hidup di dunia yang penuh dengan ketidakpastian. Ia ingin seni bela diri ini tidak hanya menjadi alat untuk bertarung, tetapi juga sarana untuk membentuk karakter yang kuat dan mandiri.
Selain diakui sebagai cabang olahraga nasional, Tarung Derajat juga telah menjadi bagian dari pelatihan resmi di beberapa institusi pendidikan dan militer. Beberapa sekolah di Jawa Barat telah memasukkan Tarung Derajat ke dalam kurikulum ekstrakurikuler mereka, sementara beberapa satuan militer menggunakan teknik-teknik dalam Tarung Derajat sebagai bagian dari pelatihan fisik prajurit.