Jakarta, Akhir-akhir ini banyak beredar pesan berantai di sosial media, baik di facebook, twitter, instagram, ataupun di group WhatsApp, Informasi yang diberikan beraroma kebohongan atau sering di sebut Hoax.
Saat ini ramai berkembang informasi hoax mengenai penyerangan kepada ulama, dan lembaga negara, informasi ini membawa dampak yang luas di masyarakat. Efek terbesarnya yaitu terciptanya kegaduhan dan perasaan tidak aman di hati para warga.
Situasi seperti itu kemudian dimanfaatkan oleh pihak-pihak tertentu untuk memancing di air yang keruh. Mereka mencoba mencari peruntungan dengan membuat gerakan sosial-politik yang bisa menciptakan instabilitas sosial.
Garda Pembela Ulama (GPU) mengeluarkan pernyataan kontroversial dengan menyalahkan Badan Intelijen Negara (BIN) atas kasus penyerangan pemuka agama yang terjadi akhir-akhir ini. Tidak hanya itu GPU juga menuding terdapat aktor intelektual di balik kasus ini dari sebuah operasi intelijen.
Seperti itulah latar belakang adanya demonstrasi yang akan digalang oleh Garda Pembela Ulama (GPU). Mereka memanfaatkan isu hoax untuk mengangkat ketidakpercayaan publik kepada pemerintahan Presiden Jokowi.
Demonstrasi yang akan digalang oleh GPU tersebut akan digelar pada hari ini Jumat, 2 Maret 2018 di depan Istana Negara. Mereka juga mengundang para ikhwan dari ormas Islam, alumni aksi 212, dan Organisasi kepemudaan Islam lainnya untuk bersama sama menggelar aksi mengklaim akan mendatangkan massa sebanyak 1000 orang.
Mereka menuduh bahwa lembaga negara yang bertanggung jawab untuk mengantisipasi dan melakukan deteksi dini atas setiap ancaman keamanan kerjanya sangat mandul, sehingga akhirnya aparat keamanan kecolongan dengan adanya penyerangan kepada ulama tersebut. Lembaga negara yang dimaksud itu adalah Badan Intelijen Negara (BIN).
Untuk itu, GPU dalam aksi demonstrasinya tersebut akan menuntut mundur Kepala BIN, Budi Gunawan. Mereka juga akan mendesak Presiden Jokowi agar mencopot Budi Gunawan karena terbukti telah gagal dalam menjalankan tugasnya.
Sayangnya, analisa GPU di atas dibangun dengan sangat serampangan. Dalam membangun basis argumennya itu sangat terlihat jika mereka mengkait-kaitkan satu peristiwa dengan yang lain untuk mengambil kesimpulan yang sudah mereka buat. Itu tak lebih sebagai upaya cocokologi saja.
Selain itu, analisa yang mereka bangun dapat dipastikan hanya untuk mendiskreditkan seorang pejabat negara saja, tanpa memiliki dasar yang kuat. Apalagi tanpa didasarkan pada bukti-bukti dan fakta yang valid.
Pada kenyataannya, tidak benar bila serangkaian serangan itu ditujukan hanya kepada para ulama saja. Karena faktanya yang menjadi obyek sasaran serangan tak hanya pemuka agama Islam saja, melainkan juga terjadi kepada para pendeta, biksu dan pemuka agama Hindu.