Rasa simpati kepada Sandi (Sandiaga Uno) itu tiba-tiba saja menguap, lenyap.
Yap, saya, awalnya simpati kepada Sandi. Saking besarnya rasa simpati, setiap pemberitaan tentang Sandi saya lumat habis. Bahkan saya pun mengikuti akun media sosial bersangkutan, termasuk akun kementerian yang dipimpinnya.
Bukan hanya itu, saya pun bahkan berharap Allah SWT membukakan jalan bagi Sandi, agar bisa berlaga di Pilpres 2024, setidaknya sebagai calon wakil presiden. Dan saya pasti akan memilihnya seperti pilpres terdahulu.
Kok saya begitu “dalam” memberikan rasa simpati kepada Sandi?
Benar. Karena saya, melihat ada kesantunan dalam sikapnya selama ini.
Ketika media meributkan Sandi akan bergabung ke PPP, misalnya, dia dengan manis bisa menghentikan isyu liar tersebut dengan menunjukkan sikap yang benar bahwa dia tetap bersama dan patuh kepada Prabowo.
Itulah contoh kesantunan Sandi yang membuat saya simpati.
Akan tetapi, rasa simpati itu serta-merta lenyap kepada Sandi, ketika dia mengungkap soal perjanjian Anies Baswedan dan Prabowo tanpa menjelaskan secara detil isinya hingga membuat publik bertanya-tanya dan kasus utang 50 M menggelinding.
Dalam kacamata awam saya, langkah Sandi itu jelas ingin “menjegal” langkah Anies sebagai calon presiden. Dengan mengungkap soal perjanjian, Sandi sepertinya sedang berusaha menyudutkan Anies, bahwa dia orang yang tidak bisa dipercaya, tidak setia pada perjanjian, dll.
Ini membuat dahi saya berkerut, kok Sandi seperti ini? Ada apa? Murni karena keinginannya, atau karena orang lain?