Mohon tunggu...
Aam Permana S
Aam Permana S Mohon Tunggu... Freelancer - ihtiar tetap eksis

Mengalir, semuanya mengalir saja; patanjala

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Asian Games Usai, Sekolah Rusak Jangan Dibiarkan

3 September 2018   11:15 Diperbarui: 3 September 2018   11:15 436
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Anak SD du Bogo belajar di lantai/dokpri

Pesta pora Asian Games 2018 di Palembang dan dan Jakarta sudah usai. Bonus bagi para atlet baik yang mendapat medali maupun tidak pun sudah diberikan.

Sukses? Begitu kana pemerintah. Karena merasa sukses, Presiden Joko Widodo mengklaim, Indonesia bisa jadi penyelenggara event olahraga yang lebih heboh lagi, Olimpiade.

Saya sebagai warga negara yang tinggal di desa, turut bangga karena Indonesia sukses jadi penyelenggara. Indonesia juga bisa mendapatkan medali emas 31 keping dan menempatkan Indonesia berada di lima besar Asia. Selamat ya!

Namun, di saat Indonesia menggelar event olahraga berharga di atas satu trilyun itu, termasuk untuk bonus, tetap ada rasa miris dan sedih melihat kondisi di dunia pendidikan kita. Musababnya, ketika pemerintah berani menyiapkan anggaran besar agar "dipuja-dipuji" negara Asia dan dunia,  siswa sekolah kita banyak yang "menderita".

Ketika Asian Games berlangsung, saya sempat menulis soal anak-anak sekolah dasar di Kabupaten Karawang, Jawa Barat yang terpaksa belajar di lantai. Itu terjadi karena sekolahnya kekurangan meja dan bangku, selain karena ruang belajarnya ada yang tidak bisa digunakan karena rusak.

Upaya pihak sekolah agar sekolahnya mendapat perhatian, tidak berhasil. Padahal usaha itu dilakukan beberapa kali.

Belum juga soal sekolah di Karawang tuntas,  belakangan, saya juga menerima informasi dari seorang rekan di Kabupaten Bogor, Saeful Hardi, bahwa di wilayahnya, yakni di Kecamatan Rumpin ada sekolah yang mengenaskan.

Ia menyebutkan, dari enam ruang belajar di SD Negeri 2 Kertajaya itu, yang bisa digunakan sekarang hanya tiga bangunan. Dari yang tiga lokal itu pun, satu di antaranya tidak memiliki meja dan kursi. "Akibatnya, ratusan siswa kelas satu, dua dan tiga, harus belajar di lantai," kata Saiful yang wartawan sebuah televisi itu.

Menurut Aceng Safrudin, salahsatu gurunya,  pihak sekolah sebenarnya sudah melaporkan kondisi sekolahnya ke dinas terkait. Sekolah lapor sekitar tiga tahun lalu karena ruksaknya sekolah memang tiga tahun lalu.

Namun, entah mengapa, pemerintah belum juga merehab sekolahnya dan melengkapi fasilitasnya yang rusak seperti meja dan kursi.

"Siswa, guru dan orang tua muridnya khawatir sekali dengan kondisi sekolahnya. Di musim hujan yang mungkin sebentar lagi, mereka khawatir sekolahnya ambruk," lapor Saeful.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun