Suatu ketika, Si Kabayan diundang menghadiri pertemuan dengan seorang bakal calon legislatif  (Bacaleg) dari sebuah partai.  Karena merasa perlu mengetahui visi dan misi salahsatu bacaleg di wilayahnya itu, Kabayan menyempatkan diri datang.
Saat datang, pertemuan sudah dimulai dan sang bacaleg sedang bicara kepada warga. Dengan jelas Kabayan, Â saat itu mendengar omongan Bacaleg dari pengeras suara:
"....karena itu, Bapak dan Ibu semuanya, saya nanti akan memperjuangkan apa yang menjadi harapan semua warga. Â Jalan dan saluran air ke pesawahan dipastikan akan diperbaiki, kalau saya terpilih. Ya, itu agar hasil pertanian sesuai harapan semuanya.
Juga perlu diingat oleh semuanya, saya akan mendarmabaktikan seluruh hidup saya untuk warga, untuk semuanya....Hidup saya juga nanti akan saya wakafkan untuk bapak-bapak dan ibu-ibu...." Demikian kata Bacaleg.
Sampai di sana, ketika Bacaleg menarik napas dan berfikir, Â Kabayan tiba-tiba menyela dengan lugunya. "Pa Bacaleg, maaf....," katanya sambil berdiri.
Bacaleg : Ya Kang Kabayan. Ada apa?
Kabayan: Â Maaf sebelumnya Pa Bacaleg. Saya tadi dengar, Bapak akan mendarmabaktikan dan mewakafkan hidup Bapak untuk negara dan warga. Lalu bagaimana dengan gajih Bapak dan penghasilan lainnya? Akankah dibaktikan dan diwakafkan juga?
Bacaleg tampak terhenyak, kaget mendengar selaan Si Kabayan. Ia sepertinya tak menyangka akan mendapat pertanyaaan dari warga, terutama pertanyaaan soal gaji.
Sebelum menjawab, selama beberapa detik atau tarikan napas , ia berfikir.
Bacaleg : Oh iya, bagus sekali pertanyaan Kang Kabayan ini...Jawabannya, euh, ya, kalau gaji dan penghasilan lain-lain, tentu, tidak diwakafkan ke warga, tapi ke keluarga saya....
Mendengar itu Kabayan mengangguk sambil tersenyum. "Terimakasih Pa Bacaleg."