Mohon tunggu...
Leonardo Wibawa Permana
Leonardo Wibawa Permana Mohon Tunggu... Dokter - Dokter, Dosen, Trainer Manajemen dan Akreditasi Rumah Sakit dan Fasyankes Lainnya, Narasumber Seminar, Penulis.

dokter

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Pengalaman Imajiner dengan Yesus: Matius 2:1-12, Para Majus Datang 'dari jauh', di Mana 'yang dekat'?

5 Januari 2025   06:36 Diperbarui: 5 Januari 2025   16:04 25
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://www.ncregister.com/blog/who-were-the-magi

Tampaknya hidup Yusuf bersama Maria dan Anak itu selalu dan akan selalu penuh kejutan. Kejutan untuk hari ini adalah kunjungan Orang-orang Majus dari Timur "yang bertanya-tanya: 'Di manakah Dia, raja orang Yahudi yang baru dilahirkan itu ?'" (Mat 2:2). Orang-orang Majus, siapakah mereka ? Kata majus berasal dari kata mgoi, Bahasa Yunani, yang salah satu maknanya adalah ahli perbintangan, ahli nujum atau peramal, dan penafsir mimpi. Jadi ? Mereka yang datang itu adalah orang-orang kafir, para pendosa, karena Yahwe melarang profesi mereka, 'Para pendosa' itupun datang dari daerah kafir di luar Tanah Israel, dari Timur. Sungguh ironis ternyata, orang-orang kafir yang dalam pandangan Bangsa Israel, jauh dari keselamatan itu, justru diundang Allah untuk menemui PutraNya !

Untuk apa mereka yang, tentu dengan keberanian bulat, tekad bernas, keyakinan utuh, dan modal yang cukup untuk menempuh perjalanan jauh, datang ke Tanah Israel ? Untuk apa Para Majus yang dianggap kafir menemui 'Raja Orang Yahudi yang baru dilahirkan itu' ? "kami datang untuk menyembah Dia" (Mat 2:2). Maka, serta merta mereka melakukan tujuan kedatangannya dari Timur, "Ketika mereka melihat bintang itu, sangat bersukacitalah mereka. Maka masuklah mereka ke dalam rumah itu dan melihat Anak itu bersama Maria, IbuNya, lalu sujud menyembah Dia" (Mat 2:10-11).

Semakin dan semakin terkejut, Yusuf melihat apa yang dipersembahkan Para Majus itu kepadaNya, "Merekapun membuka tempat harta bendanya dan mempersembahkan persembahan kepadaNya, yaitu emas, kemenyan, dan mur" (Mat 2:11). Emas melambangkan martabat raja, sebuah persembahan yang hanya pantas diterima seorang raja ! Dengan mempersembahkan emas, Para Majus yang kafir itu mengakui sekaligus menyembah Yesus sebagai Raja sekaligus Allah mereka. Dupa juga punya makna khusus. Hanya para imam di Bait Allah yang boleh membakarnya sebagai tanda bahwa merekalah yang berhubungan langsung dengan Yahwe. Dan kini, Orang-orang Majus itu justru membawanya, mereka yang bukan Orang Yahudi apalagi imam ! Sedangkan mur adalah minyak wangi yang biasanya dipakai mempelai perempuan dan menggambarkan hubungan mesra antara dia dan mempelai laki-laki. Lebih luhur lagi, mur melambangkan relasi yang mesra antara Bangsa Israel dengan Allah. Ketiga persembahan itu bukan ingin menunjukkan seberapa hebat atau kayanya Para Majus itu, sebaliknya justru memperlihatkan siapakah sebenarnya Yesus. Dia yang adalah Putra Allah, Sang Immanuel, datang, bukan hanya untuk merangkul Bangsa Israel, Umat Pilihan, tetapi juga seluruh bangsa, bahkan bangsa-bangsa kafir ! Keselamatan yang dibawanya serta merupakan anugerah bagi semua orang, siapapun dia, dalam kedudukan apapun dia.

"Apa yang kaurefleksikan dari kedatangan Para Majus itu, Nak ?" Guru bertanya. Aku menyahutnya, "Bersama Bapa Yusuf dan Ibu Maria, aku terkejut, Guru, bagaimana mungkin orang-orang kafir yang datang dari daerah kafir itu menyembah Raja Orang Yahudi ? Mengapa orang-orang kafir itu yang justru bersusah payah menyempatkan diri menyembah, sedangkan kaum sebangsaNya, yang berada dekat denganNya, di sekelilingNya, bahkan menolehpun tidak ? Mengapa orang-orang kafir itu lebih peduli daripada 'semua Imam Kepala dan Ahli Taurat Bangsa Yahudi' yang justru lebih mengerti tentang kelahiran Raja itu dan yang justru memberikan dan menyampaikan informasi berupa nubuat nabi kepada Para Majus itu ? Mengapa pula orang banyak yang ada di Tanah Israel, yang menantikan Mesias dari generasi ke generasi, justru tidak mendekatiNya ?"

Aku melanjutkan, "Menyaksikan apa yang kini sering terjadi di dunia, aku tak terkejut lagi, Guru, karena tak jarang yang mengenali, memahami, memaklumi, dan berempati, justru 'orang-orang asing' dengan 'warna', 'bau', dan  'jarak' yang berbeda, sementara mereka yang 'dekat' dengan 'warna' dan 'bau' yang sama, yang katanya berkomunio, justru entah di mana ....." Guru memberi peneguhan kepadaku, "Belajarlah dari apa yang kaurefleksikan, Nak, dan lakukanlah itu. Jadilah 'teman', 'sahabat', bahkan 'saudara' terutama bagi mereka yang dekat, juga bagi mereka yang jauh, semampumu, bagi mereka yang berkomunio denganmu, juga bagi  yang tidak 'sewarna' dan 'sebau' denganmu ..... ! Dan yang tidak kalah penting adalah kepekaan dan kepedulian untuk 'melihat dengan hati' bahwa mereka mungkin membutuhkan uluran tangan dan hatimu, apapun bentuknya ..... !"

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun