Dalam perikope ini, Rasul Yohanes, Penginjil, mengisahkan bahwa Yohanes Pembaptis sedang membaptis orang banyak di Betania, di seberang Sungai Yordan. Dalam waktu singkat Yohanes menjadi populer di antara masyarakat. Para pemimpin agama di Yerusalem dan orang banyak memang mengenalnya sebagai anak seorang imam bernama Zakharia. Kalau mengikuti profesi ayahnya, seharusnya Yohanes termasuk dalam kelompok pemuka agama, hidup nyaman di salah satu kota di Israel, mengenakan jubah keimaman, dan menjalankan tugasnya di rumah ibadat.
Namun, mereka mendengar cerita bahwa laki-laki ini agak lain, tampak aneh dengan jubah bulu unta dan ikat pinggang kulitnya ! Cara hidupnya juga tidak lazim dengan memakan belalang dan madu hutan. Dan yang lebih menggemparkan, bahkan memunculkan kemarahan di kalangan Orang Farisi dan Orang Saduki, Yohanes malah mencaci mereka yang datang untuk dibaptis, "Hai kamu keturunan ular beludak. Siapakah yang mengatakan kepada kamu, bahwa kamu dapat melarikan diri dari murka yang akan datang ?" (Mat 3:7). Terlebih lagi, pesan-pesan yang disampaikannya sangat tidak ramah, seakan membolakbalikkan ajaran-ajaran para pemuka agama yang selama ini didengung-dengungkan.
Maka, "Orang-orang Yahudi dari Yerusalem" (Yoh 1:19), mereka yang sebenarnya adalah pihak-pihak yang berwenang dalam Agama Yahudi, yang selama ini saling bermusuhan, Para Farisi dan Orang-orang Saduki itu, menolak pewartaan Yohanes, apalagi tentang Yesus dari Nazaret ! Karena itulah mereka sengaja mengutus beberapa imam dan orang-orang Lewi untuk menanyakan identitas Yohanes, "Who are you ?" Makna pertanyaan ini bukan sekedar, "Siapa engkau ?" tetapi lebih dalam lagi, "Siapakah engkau sehingga seakan punya kuasa untuk mengajar dan membaptis orang banyak, engkau yang tidak tercatat dalam kalangan pemuka agama, yang bahkan tidak pernah menempuh pendidikan untuk menjadi seorang rabi ? Bagaimana mungkin engkau berani berbuat begitu ? Atau engkau pikir bahwa dirimu Mesias ?"
Mengetahui jalan pikiran mereka, Yohanes menjawab dengan jujur, "Aku bukan Mesias" (Yoh 1:20), "Aku bukan Elia.", "Aku bukan nabi yang akan datang !" Dalam kebingungannya, orang-orang itu semakin penasaran. Mereka semakin mendesak Yohanes untuk menyatakan secara terus terang siapakah dirinya karena mereka mendapat tugas dan harus mempertanggungjawabkan tugas itu kepada orang-orang yang mengutus mereka. Setelah didesak, Yohanes memperkenalkan dirinya, "Akulah suara orang yang berseru-seru di padang gurun: Luruskanlah jalan Tuhan ! seperti yang telah dikatakan nabi Yesaya" (Yoh 1:23).
Mendengar rentetan jawaban Yohanes dan penegasannya sebagai 'pendahulu Mesias' seperti yang dinubuatkan Nabi Yesaya, yang dijuluki 'Nabi Injili' karena nubuat-nubuatnya yang banyak tentang Mesias, beberapa Orang Farisi 'menyerang' Yohanes, "Engkau bukan siapa-siapa, dan engkau begitu berani membaptis orang banyak itu ?" Namun Yohanes memiliki jawaban jitu, "Memang aku bukan siapa-siapa dan aku hanya membaptis dengan air sebagai persiapan orang-orang ini dan kalian untuk bertemu dengan 'Dia yang tidak kamu kenal,' (Yoh 1;26), yang bahkan aku tidak layak membuka tali kasutNya, karena demikian besarlah Dia !"
Guru bertanya, "Sudah selesaikah engkau menyimak kisah tentang Yohanes Pembaptis itu ?" "Sudah, Guru," jawabku singkat. Guru bertanya lagi, "Setelah engkau menerima pembaptisan dariKu, dengan pencurahan Roh Kudus, melalui Gereja Kristen Katolik yang Kudus, masih setiakah engkau kepadaKu dan Bunda Gereja ?" Aku 'meminjam' kejujuran Yohanes, "Tak jarang aku terpeleset bahkan tersungkur karena perjalanan kehidupanku tak selalu mulus, Guru." Dia membelai kepalaku dan menyahut lembut, "Bukankah telah Kukatakan kepadamu, teladanilah IbuKu pada saat-saat engkau mengalami apapun yang sulit kau mengerti dan pahami, simpanlah segala perkara itu di dalam bagian yang paling tersembunyi dari kepribadian dan jiwamu, di dalam ruang yang amat sangat pribadi dari dirimu, ruang yang sangat tepat untuk berkomunikasi intim dengan Allah, dan di situlah engkau seharusnya merenungkan semua perkara itu, dalam keheningan, dalam kesendirian bersama Allah, dalam 'kamar dengan pintu tertutup di tempat tersembunyi', karena di tempat tersembunyi itu, engkau ada bersama Aku, hanya kita berdua ?" Tak terasa air mataku menetes perlahan, amat terharu menyimak nasihatNya ...
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H