Tabib luar biasa !" kudengar beberapa orang mengapresiasi Yesus karena takjub menyaksikan apa yang diperbuatNya. Ya, semua orang disembuhkanNya, orang lumpuh, orang timpang, orang buta, orang bisu dan banyak lagi orang dengan penyakit lain, yang diletakkan pada kaki Yesus dan semuanya sembuh seketika. Mereka semua, bersama seluruh keluarga, kerabat, dan teman-teman, bersukacita, namun juga lapar karena sudah tiga hari mereka mengikuti Dia.
"Lihatlah, Yesus Orang Nazaret itu menyembuhkan banyak orang sakit secara ajaib. DiaMenyadari hal itu, Hati Yesus tergerak oleh belas kasihan kepada orang banyak itu. Dia khawatir kalau mereka disuruh pulang dengan lapar, nanti mereka pingsan di jalan. Yesus membicarakan hal itu dengan para muridNya, namun mereka tentu 'angkat tangan', bagaimana mungkin di tempat sesunyi itu bisa mendapatkan roti untuk jumlah orang yang luar biasa itu ? Namun, Yesus seakan 'tidak mau tahu' dengan semua itu karena Dia sesungguhnya tahu apa yang akan dilakukanNya ! Yesus seakan memberikan beban kepada para murid untuk menyediakan makanan, seberapapun itu ! Hanya ada tujuh roti dan beberapa ikan kecil, bagaimana mungkin makanan yang hanya 'sepiring Seder' itu mampu mengenyangkan orang sebanyak itu ? Dan Yesus meminta itu dari mereka. Aku yakin ada di antara para murid yang tertawa dalam hati, menertawakan Guru, sama seperti aku.
Namun, aku sungguh terkejut sesaat setelah "... Ia mengambil ketujuh roti dan ikan-ikan itu, mengucap syukur, memecah-mecahkannya dan memberikannya kepada murid-muridNya, lalu murid-muridNya memberikannya pula kepada orang banyak" (Mat 15:36). Sungguh luarbiasa, orang banyak itu makan sampai kenyang, hanya dengan tujuh roti dan beberapa ikan kecil ! Dan tidak berhenti sampai di situ, masih ada potongan-potongan roti yang tersisa tujuh bakul penuh !
Sesudah orang banyak itu pergi, Dia menghampiriku, "Mengapa engkau menertawakanKu dalam hatimu tadi ?" "Oh, eh, tidak, Guru, mana berani aku menertawakanmu ?" sahutku gugup. "Apa katamu ? MembohongiKu saja engkau berani, apalagi menertawakanKu," sahutNya sembari tertawa. "Maaf, Guru," ujarku malu.
"Pelajaran apa yang dapat kaupetik dari peristiwa tadi, Nak ?" "Engkau sungguh jauh lebih hebat dari tukang roti, Guru !" Aku menjawabNya sembari terbahak. Gurupun terbahak, "Jawabmu benar. Tapi ada jawaban yang lebih benar. Engkau seharusnya tidak dapat dan tidak boleh duduk tenang atau bahkan tidur nyenyak bila ada sesamamu yang lapar dan berkekurangan. Engkau seharusnya tidak dapat dan tidak boleh duduk tenang atau bahkan tidur nyenyak bila ada sesamamu yang untuk bersuarapun tidak sanggup lagi karena berhari-hari tidak menikmati apapun. Apalagi jika engkau memiliki lebih dan berkelimpahan ! Karena itu, bermurahhatilah karena engkau telah lebih dulu memperoleh kemurahan hati. Yakinlah, salah satu yang akan semakin mendekatkan engkau dan Aku adalah kemurahan hatimu !"
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H