Aku sungguh terkejut dan tak menyangka bahwa Yesus bisa setegas bahkan sekeras itu di Bait Allah. Dia mengusir para pedagang yang ada di situ, tempat yang seharusnya kudus, di mana "Tiap-tiap hari Ia mengajar di dalam Bait Allah" (Luk 19:47) itu. Aku dapat memahami walaupun tidak membenarkan, perasaan Imam-imam Kepala dan Ahli-ahli Taurat serta orang-orang terkemuka dari Bangsa Israel yang "berusaha untuk membinasakan Dia" (Luk 19:47), walaupun sampai saat ini mereka masih gagal melakukannya.
Dengan rasa penasaran yang penuh, aku bertanya kepadaNya, "Guru, mengapa Engkau sampai melakukan tindakan di Bait Allah yang kembali memancing amarah besar Imam-imam Kepala dan Ahli-ahli Taurat serta orang-orang terkemuka ?"
Dengan tegas, Guru menjawabku, "Tahukah engkau bahwa mereka bersekongkol membebankan 'kuk' kepada orang-orang yang datang ke Bait Allah untuk memuliakan BapaKu ? Memang tertulis dalam Kitab Taurat bahwa hewan persembahan haruslah tidak bercela dan tidak bercacat. Karena itu hampir tidak mungkin mereka, para pendoa itu, membawa hewan dari rumah masing-masing. Kalaupun dari rumah hewan-hewan itu tidak bercela atau bercacat, namun dalam perjalanan hingga sesampainya di Bait Allah mungkin saja mereka jadi bercela atau bercacat. Jadi, jauh lebih baik membeli hewan-hewan yang ada di pelataran Bait Allah itu. Namun, apa yang dilakukan para penjual ? Mereka menjual dengan harga yang mahal, tidak masuk di akal, sehingga tindakan itu 'mencekik' para pendoa, memberikan 'kuk' kepada mereka !"
Guru melanjutkan, "Dan kau tahu, siapa yang berperan di 'balik' para penukar uang itu ? Imam Besar dan kroni-kroninya yang dalam banyak sekali waktu mengeruk keuntungan berlipat-lipat dari para pendoa yang menukarkan uang mereka karena mereka datang dari berbagai daerah dengan mata uang berbeda-beda. Padahal mereka harus menggunakan Syikal Tirus untuk membayar 'pajak' di Bait Allah. Lagi-lagi para kroni Imam Besar itu membebani para pendoa dengan 'kuk' demi keuntungan pribadi dan kelompok mereka !" Â
Dengan suara lirih, Guru mengakhiri ujaranNya, "Dan ... semua kelicikan, kerakusan, dan ketamakan itu mereka lakukan ..... di Rumah BapaKu ! Jika itu semua berani mereka lakukan di Rumah BapaKu yang tampak nyata, bagaimana dengan Rumah BapaKu yang ada di dalam diri mereka ... ?"
Aku tercenung mendengar kata-kata Guru. Guru bertanya, walau aku tahu, Dia pasti paham apa yang sedang kupikirkan,"Apa yang ada dalam benakmu sekarang, Nak ?" "Apakah aku juga menjadikan Rumah Bapa yang ada di dalam diriku sebagai 'sarang penyamun', Tuhan ..."
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H