tidak jujur' itu, apa yang dapat kautangkap dalam pikiran dan hatimu ?" Yesus bertanya kepadaku. Kembali 'kuputar' perumpamaan itu dalam ingatanku, "Ada seorang kaya yang mempunyai seorang bendahara. Kepadanya disampaikan tuduhan, bahwa bendahara itu menghamburkan miliknya. Lalu ia memanggil bendahara itu dan berkata kepadanya: Apakah yang kudengar tentang engkau? Berilah pertanggungan jawab atas urusanmu, sebab engkau tidak boleh lagi bekerja sebagai bendahara. Kata bendahara itu di dalam hatinya: Apakah yang harus aku perbuat? Tuanku memecat aku dari jabatanku sebagai bendahara. Mencangkul aku tidak dapat, mengemis aku malu. Aku tahu apa yang akan aku perbuat, supaya apabila aku dipecat dari jabatanku sebagai bendahara, ada orang yang akan menampung aku di rumah mereka" (Luk 16:1-4).
"Pada saat kau mendengarkan perumpamaanKu tentang 'Bendahara yangKucoba menjawab Tuhan, "Ada dua kesalahan sehingga bendahara itu akan dipecat, Tuhan." "Apa itu?" tanya Tuhan lagi. "Pertama, ia menghamburkan milik tuannya, entah untuk kepentingan pribadinya atau apa. Dan yang kedua, dia mengambil riba, yang sebenarnya bukan haknya, atas hutang kepada orang-orang, yang sebenarnya berasal dari kekayaan tuannya."
Ia memandangku dan berkata, "Jawabmu tepat, Nak. Nah, sekarang setelah ketahuan ketidakjujurannya itu, apa yang akan terjadi padanya ?" "Krisis kehidupan, Tuhan, dia ' tidak boleh lagi bekerja sebagai bendahara' (Luk 16:2), dia kehilangan mata pencahariannya, dan tak tahu mau melakukan apa dan tak mampu juga."
"Dan apa yang dlakukannya menghadapi krisis kehiduan itu ?" "Bendahara itu 'bertobat' dan mulai menyadari bahwa ia harus bermurah hati kepada orang-orang itu untuk menebus kesalahannya, maka, '... ia memanggil seorang demi seorang yang berhutang kepada tuannya. Katanya kepada yang pertama: Berapakah hutangmu kepada tuanku ? Jawab orang itu: Seratus tempayan minyak. Lalu katanya kepada orang itu: Inilah surat hutangmu, duduklah dan buat surat hutang lain sekarang juga: Lima puluh tempayan. Kemudian ia berkata kepada yang kedua: Dan berapakah hutangmu ? Jawab orang itu: Seratus pikul gandum. Katanya kepada orang itu: Inilah surat hutangmu, buatlah surat hutang lain: Delapan puluh pikul.'"
Tuhan bertepuk tangan, "Sekali lagi tepat jawabanmu. Lalu, mengapa '... tuan itu memuji bendahara yang tidak jujur itu' (Luk 16:8) ?" Sekali lagi aku memberanikan diri menjawab Tuhan, "Karena sekarang bendahara itu mengerti tentang apa yang harus dilakukannya, '... ia telah bertindak dengan cerdik' (Luk 16:8). Bendahara itu sadar bahwa harta dan kenikmatan dunia, Mamon itu, diperolehnya secara tidak jujur dan tidak halal, dari harta tuannya dan dari 'pemerasan terselubung' terhadap orang-orang yang berhutang kepada tuannya itu. Dan sekarang, sebelum terlambat, Mamon itu dipergunakannya untuk meringankan beban sesama."
"Jawabanmu seluruhnya benar, Anakku. Namun, camkanlah perkataanKu ini, bertindaklah seperti bendahara yang tidak jujur itu selagi masih ada kesempatan untukmu. Lihatlah ke dalam kehidupanmu dan sadarilah bahwa engkau harus berhenti menumpuk Mamon yang tidak jujur, jika itu yang selama ini kaulakukan ! Jika mamon itu memang sudah ada bahkan tertumpuk dalam pundi-pundimu, mulai saat ini juga, pergunakanlah dengan bijaksana seperti yang dilakukan bendahara itu, '... Ikatlah persahabatan dengan mempergunakan Mamon yang tidak jujur, supaya jika Mamon itu tidak dapat menolong lagi, kamu diterima di dalam kemah abadi' (Luk 16:9)."
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H