Dei Verbum', mengajarkan, tentang Kitab Suci demikian, "Yang diwahyukan oleh Allah dan yang termuat serta tersedia dalam Kitab Suci telah ditulis dengan ilham Roh Kudus.Â
Konstitusi Dogmatis tentang Wahyu Ilahi dari Konsili Vatikan II, 'Sebab Bunda Gereja yang kudus, berdasarkan iman para Rasul, memandang kitab-kitab Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru secara keseluruhan, beserta semua bagian-bagiannya, sebagai buku-buku yang suci dan kanonik, karena ditulis dengan ilham Roh Kudus  (lih. Yoh. 20:31; 2Tim. 3:16; 2Ptr. 1:19-20; 3:15-16), dan mempunyai Allah sebagai pengarangnya, serta dalam keadaannya demikian itu diserahkan kepada Gereja.Â
Tetapi dalam mengarang kitab-kitab suci itu Allah memilih orang-orang, yang digunakanNya sementara mereka memakai kecakapan dan kemampuan mereka sendiri, supaya--sementara Dia berkarya dalam dan melalui mereka,semua itu dan hanya itu yang dikehendakiNya sendiri dituliskan oleh mereka sebagai pengarang yang sungguh-sungguh." (Dei Verbum art. 11). Â
Dei Verbum art, 12 juga menjelaskan tentang penafsiran Kitab Suci sebagai berikut, "Adapun karena Allah dalam Kitab Suci bersabda melalui manusia secara manusia, maka untuk menangkap apa yang oleh Allah mau disampaikan kepada kita penafsir Kitab Suci harus menyelidiki dengan cermat, apa yang sebenarnya mau disampaikan oleh para penulis suci, dan apa yang mau ditampakkan oleh Allah dengan kata-kata mereka.
Untuk menemukan maksud para pengarang suci antara lain perlu diperhatikan juga "jenis-jenis sastra". Sebab dengan cara yang berbeda-beda kebenaran dikemukakan dan diungkapkan dalam nas-nas yang dengan aneka cara bersifat  historis, atau profetis, atau poetis, atau dengan jenis sastra lainnya.Â
Selanjutnya penafsir harus mencari arti, yang hendak diungkapkan dan ternyata jadi diungkapkan oleh pengarang suci dalam keadaan  tertentu, sesuai  dengan situasi zamannya dan kebudayaannya, melalui jenis-jenis sastra yang ketika itu digunakan.
 Sebab untuk mengerti dengan saksama apa yang oleh pengarang suci hendak dinyatakan dengan tulisannya, perlu benar-benar diperhatikan baik cara-cara yang lazim dipakai oleh orang-orang pada zaman  pengarang  itu dalam merasa, berbicara atau bercerita, maupun juga cara-cara yang pada zaman itu biasanya dipakai dalam pergaulan antarmanusia.
Akan tetapi Kitab Suci ditulis dalam Roh Kudus dan harus dibaca dan ditafsirkan dalam Roh itu juga. Maka untuk menggali dengan tepat arti nas-nas suci, perhatian yang sama besarnya harus diberikan kepada isi dan kesatuan seluruh Alkitab, dengan mengindahkan Tradisi hidup seluruh Gereja serta analogi iman.Â
Merupakan kewajiban para ahli Kitab Suci: berusaha menurut norma-norma itu untuk semakin mendalam memahami dan menerangkan arti Kitab Suci, supaya seolah-olah berkat penyelidikan yang disiapkan keputusan Gereja menjadi lebih masak.Â
Sebab akhirnya semua yang menyangkut cara menafsirkan Alkitab itu berada di bawah keputusan Gereja, yang menunaikan tugas serta pelayanan memelihara dan menafsirkan sabda Allah."
Dokumen Suci ini telah dengan jelas dan gamblang mengajarkan bagaimana seharusnya Tulisan-tulisan Suci ditafsirkan, tentunya juga oleh Awam, yang seharusnya dilakukan dengan bijak, dilandasi Ajaran Iman yang benar dan pemikiran holistik komprehensif berdasarkan berbagai konteks yang seharusnya dipertimbangkan tanpa, sekali lagi, mencomot secara leluasa perikope demi perikope apalagi ayat demi ayat, dan melepaskannya dari kesatuan holistik Tulisan Suci, Alkitab, serta kedua pilar lain dalam Ajaran Iman yaitu Tradisi Suci dan Magisterium.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H