"Tetapi Aku berkata kepadamu: Janganlah sekali-kali bersumpah, baik demi langit, karena langit adalah takhta Allah, maupun demi bumi, karena bumi adalah tumpuan kakiNya, ataupun demi Yerusalem, karena Yerusalem adalah kota Raja Besar; janganlah juga engkau bersumpah demi kepalamu, karena engkau tidak berkuasa memutihkan atau menghitamkan sehelai rambutpun. Jika ya, hendaklah kamu katakan: ya, jika tidak, hendaklah kamu katakan: tidak. Apa yang lebih dari pada itu berasal dari si jahat" (Mat 5:34-37). Â
Banyak orang setuju dengan Sabda Yesus ini, namun banyak orang juga yang tidak setuju dengan penerapannya. Pada saat tertentu, saya bisa setuju dengan Anda dan berkata 'Ya' dan pada saat yang lain wajar saja kalau saya mengkritik Anda dengan mengatakan 'Tidak'. Namun, mengapa di saat saya setuju dengan Anda, mengapresiasi Anda dan mengacungkan jempol sembari berkata 'Ya', Anda begitu gembira, memuji dan mencari-cari hal terbaik dari diri saya, bahkan yang mungkin saja dilebih-lebihkan, namun di saat saya mengkritik Anda dengan bilang 'Tidak', Anda mati-matian mendiamkan, memusuhi, bahkan mengorek-ngorek kepribadian saya yang hanya secuil Anda tahu dan selebihnya sangat mungkin Anda bumbui sekenamu ?
Mengapa Tuhan menasihati semua pengikutNya untuk berkata 'Ya' dan 'Tidak' pada saat yang tepat ? Karena Dia ingin semua saling mengupayakan 'keselamatan jiwa bersama' karena mau tidak mau, keselamatan jiwa Anda adalah tanggung jawabku juga, dan keselamatan jiwaku menjadi juga tanggung jawab Anda. Jadi, bukan karena kita hanya ingin 'saling kepo' karena kurang kerjaan !
Ingat, hampir dalam setiap kesempatan kita memulai Perayaan Ekaristi, kita bersama-sama mendoakan ini :
Confteor Deo omnipotnti
et vobis, fratres,
quia peccvi nimis
cogitatine, verbo,
pere et omissine:
mea culpa, mea culpa,
mea mxima culpa.
Ideo precor betam Maram semper vrginem,
omnes angelos et sanctos,
et vos, fratres,
orre pro me ad Dminum Deum nostrum.
'quia peccvi nimis, cogitatine, verbo, pere et omissine', 'dengan pikiran dan perkataan, dengan perbuatan dan kelalaian'. Bila saya berpikir bahwa saya akan mengatakan 'Ya' kepada Anda padahal hatiku bilang 'Tidak', saya berdosa. Bila saya berkata 'Tidak' kepada Anda padahal pikiran dan hatiku bilang 'Ya', saya berdosa. Bila saya seharusnya bilang 'Ya' atau 'Tidak' demi penyelamatan jiwa Anda tetapi saya diam, menyembunyikan diri dalam kelalaian, hanya karena kekhawatiran nanti kita masuk dalam konflik, dan Anda membenci saya, saya berdosa.
Maka, mari kita sepakati, sesuai Sabta Tuhan sendiri, jikalau saya berkata 'Ya' atau 'Tidak' yang tentu saja dengan pertanggungjawaban iman dan keluar dari nurani saya, yang saya upayakan jernih, walaupun saya sangat sadar 'mea culpa, mea culpa, mea maxima culpa !", tolong lihat dan pahami ini sebagai tanda kasihku, bukan tanda perlawanan apalagi kebencian, untuk Anda. Dan, hadiahkan juga tanda kasih Anda kepadaku dengan berani jujur pula untuk berkata 'Ya' atau 'Tidak', sesuai luapan nurani Anda yang jernih pula.Â
Kita ingat pula nasihat Rasul Paulus, "Bertolong-tolonganlah menanggung bebanmu ! Demikianlah kamu memenuhi hukum Kristus" (Gal. 6:2). Salah satu beban kita adalah pencobaan, bahkan kecenderungan dan ketersungkuran dalam dosa, dan di dalam pencobaan bahkan kecenderungan serta ketersungkuran dalam dosa itulah kita perlu saling bertolong-tolongan .... Sekali lagi, ini kepedulian dalam kasih, sama sekali bukan 'kepo' !
Truly we love each other, Brother and Sister !
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H