Mohon tunggu...
Leonardo Wibawa Permana
Leonardo Wibawa Permana Mohon Tunggu... Dokter - Dokter, Dosen, Trainer Manajemen dan Akreditasi Rumah Sakit dan Fasyankes Lainnya, Narasumber Seminar, Penulis.

dokter

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Magnificat Maria, Refleksi tentang Allah dan PerananNya

20 Oktober 2024   08:16 Diperbarui: 20 Oktober 2024   08:20 51
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://stboncc.com/meet-your-mother/

Ketika Hana, salah seorang Istri Elkana, mempersembahkan anaknya, Samuel, kepada Tuhan di RumahNya di Silo, ia memanjatkan 'magnificat'nya, "Hatiku bersukaria karena Tuhan, tanduk kekuatanku ditinggikan oleh Tuhan; mulutku mencemoohkan musuhku, sebab aku bersukacita karena pertolonganMu. Tidak ada yang kudus seperti Tuhan, sebab tidak ada yang lain kecuali Engkau dan tidak ada gunung batu seperti Allah kita. ... " (I Sam. 2 :1-10).

Sebelas abad kemudian, magnificat itu disempurnakan oleh seorang Perempuan Kudus dari Nazaret, Maria, "Magnficat nima ma Dminum, Et exultvit spritus mus in Do salutri mo. Quia respxit humilittem ancll s, ecce enim ex hoc betam me dcent mnes generatines. ... (Luk. 1 : 46-55).

Magnificat Maria adalah nyanyian hati yang mencuat justru dari kekuatan seorang perempuan muda yang begitu bersemangat merefleksikan siapa Allah dan bagaimana Allah berperan di dalam kehidupannya, dan tentu juga dalam kehidupan semua orang.

Semua ahli Alkitab sepanjang zaman telah menegaskan bahwa ada empat bagian Magnificat.

Mengawali magnificat, Maria mengungkapkan rasa syukurnya kepada Tuhan dalam bagian pertama.

Bagian kedua memuat pujian kepada Yang Mahakuasa atas kuasa, kekudusan, dan rahmatNya.

Pada bagian ketiga, Maria membandingkan betapa berbedanya cara Tuhan memperlakukan orang yang sombong dan rendah hati.

Dan di bagian keempat, Maria mengenang bahwa semua nubuatan yang begitu lama dinantikan oleh Bangsa Yahudi kini digenapi dalam diri Mesias, yang pada saat itu hadir di dalam rahimnya.

Marilah kita lantunkan Magnificat bersama Maria, mengupayakannya dari hati dan jiwa kita, walau tak jarang gagal untuk melakukan itu. Mari kita lantunkan pula magnificat kita sendiri, yang mencuat dari segala pengalaman hidup, pribadi dan bersama orang lain, terutama bersama mereka yang membutuhkan uluran hati dan tangan kita, melambungkan rasa syukur dan kegelisahan, kekhawatiran, bahkan ketakutan dan kepanikan, susah dan senang, sukacita dan dukacita, kesedihan dan kegembiraan, yang kita persembahkan kepada Dia, yang tak pernah meninggalkan kita, sepersekian detikpun, entah kita sadari ataupun tidak ......!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun