Mohon tunggu...
Leonardo Wibawa Permana
Leonardo Wibawa Permana Mohon Tunggu... Dokter - Dokter, Dosen, Trainer Manajemen dan Akreditasi Rumah Sakit dan Fasyankes Lainnya, Narasumber Seminar, Penulis.

dokter

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Agustinus dari Hippo: Benih "Hopeless" Menjadi "Hopefull"

19 Oktober 2024   14:04 Diperbarui: 19 Oktober 2024   14:12 28
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Aurelius Augustinus Hipponensis yang lebih dikenal sebagai Agustinus dari Hippo, lahir di Tagaste, Hippo, pada 13 November 354. Ayahnya, Patricius, seorang kafir, namun Ibunya, Monica, merupakan seorang perempuan Kristen yang sangat saleh dan kudus. Pada awalnya Agustinus menerima pendidikan Kristen dan hampir saja dibaptis ketika dia sakit parah. Namun, karena semua bahaya berlalu dan ayahnya melarang, Agustinus menunda penerimaan Sakramen Pembaptisan.

Gambaran masa remaja Agustinus adalah masa-masa pemberontakan di saat ia meninggalkan Iman Kristen, menjauh dari rumah untuk menghindari teguran ibunya yang tiada henti, dan bahkan menjadi ayah dari seorang anak di luar nikah.

Tidak dapat disangkal, Agustinus adalah seorang cerdas yang menjadikannya gemilang dalam pendidikan dan karir hingga akhirnya ditunjuk sebagai mahaguru di Kota Milan oleh penguasa Romawi waktu itu. Dalam perjalanan kehidupannya, semakin lama Agustinus semakin menjauh dari Iman Kristiani.

Entah seperti benih yang "jatuh di pinggir jalan, lalu datanglah burung dan memakannya sampai habis" (Mat 13:4), atau seperti benih yang "jatuh di tanah yang berbatu-batu, yang tidak banyak tanahnya, lalu benih itupun segera tumbuh, karena tanahnya tipis. Tetapi sesudah matahari terbit, layulah ia dan menjadi kering karena tidak berakar" (Mat 13:5-6), ataupun benih yang jatuh di tengah semak duri, lalu makin besarlah semak itu dan menghimpitnya sampai mati" (Mat 13:7), demikianlah taburan iman dalam hati Agustinus dari awal hingga puluhan tahun dalam hidupnya.

Namun, siapa sangka, Agustinus kemudian berproses hingga berhasil menjadi benih yang "jatuh di tanah yang baik lalu berbuah: ..." (Mat 13:8). Dia menjadi Imam dan kemudian Uskup Hippo yang meninggalkan kehidupan lamanya, pekerjaan dan karir yang mentereng, wanita simpanan, dan kemewahan di Kota Milan yang gemerlap itu.

Proses perubahan Agustinus dari benih-benih yang kesannya 'hopeless' menjadi benih yang 'hopeful' tak terlepas dari doa tak henti penuh air mata oleh Ibu Monica yang sangat saleh, yang kemudian menjadi Santa Monica, dan bimbingan Uskup Ambrosius, yang kemudian menjadi Santo Ambrosius.

Betapa beruntungnya Agustinus memiliki orang-orang yang membantunya berproses dan di ujung proses itu dia menjadi Santo Agustinus Hippo, Orang Kudus, Uskup, dan Pujangga Gereja. Mujurnya, di sepanjang zaman, walaupun mungkin ada banyak Agustinus, namun ada banyak pula Monica dan Ambrosius, yang bersedia membantu untuk berproses, dengan harapan semuanya "lalu berbuah: ada yang seratus kali lipat, ada yang enam puluh kali lipat, ada yang tiga puluh kali lipat" (Mat 13:8-9).

Di sinilah peran diri sendiri untuk berproses, dan peran saudara-saudari seiman untuk membantu siapapun dalam berproses, dari 'benih hopeless' menjadi 'benih hopeful' seperti yang dikatakan Santo Agustinus, "Tak ada orang kudus yang tak mempunyai masa lalu yang kelam, dan tak ada pendosa yang tidak memiliki masa depan, kesempatan untuk menjadi kudus."

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun