"Kamu semakin cantik, Ai." Puji pemuda itu tampak malu-malu dan sahabatnya tertawa juga sedikit tersipu mendengarnya.
"Terima kasih, Jalu. Kamu juga sudah terlihat sangat dewasa dan penampilanmu semakin beda seperti anak kota." Jalu tersenyum simpul dan mengucapkan terima kasih.
"Ada yang ingin aku bicarakan, Ai. Sebenarnya aku sudah meny-" Ucapan Jalu menggantung belum keujung, Aina memotongnya begitu saja.
"Aku ingin berbicara dulu."
"Eh, iya. Kenapa?"
Ada jeda cukup panjang, angin berhembus mempertegas keheningan.
"Aku sudah dijodohkan." Gadis itu melanjutkan kata-katanya lirih.
Aina menunjukkan cincin dijari tengahnya, Jalu menatap tak percaya, semua rencananya hancur lebur. Pergelutan otaknya menemui titik temu, penolakan tanpa sempat mengungkapkan. Jalu sebenarnya masih sangat ingin memperjuangkan cintanya namun Aina sepertinya tak keberatan dengan statusnya saat ini. Gadis itu menceritakan apa saja yang terjadi selama Jalu pergi untuk mengenyam pendidikannya, keduanya terbungkam diujung kalimat penjelasan Aina. Jalu dengan emosinya yang ia coba redakan dan Aina dengan perasaan canggung serta hati yang berat yang ia tak sadar karena apa. Seharusnya dia bisa bersikap biasa saja setelah memberi tahu Jalu kebenaran yang sesungguhnya tapi apa? Hatinya malah terasa berat, Aina masih belum sadar bahwa cinta dihatinya tumbuh untuk sahabatnya. Tak ada lagi kata-kata yang tersisa, mereka memilih pulang ke rumah masing-masing, Jalu menghabiskan liburan dengan membantu bisnis orang tuanya sekaligus mencoba melupakan Aina, dua bulan berselang tanpa adanya pertemuan, Jalu akhirnya kembali ke perantauan, sebelumnya dia telah menyerahkan oleh-olehnya yang sempat tertunda ia berikan itu kepada Aina.
Kini liburan semester ketujuh setelah lima semester sebelumnya Jalu lewatkan di Ibu Kota tanpa menjenguk rumah, dia menghabiskan waktu untuk mengembangkan dirinya dan juga melupakan gadis pemilik hatinya di desa. Jalu berhasil dengan karirnya tapi dia gagal dengan perasaannya, semuanya masih sama bahkan rindunya kian menguat. Aina masih satu-satunya dihati seorang Ranu Jalu. Dua minggu lagi adalah pernikahan Aina, pemuda itu mencoba menenangkan dirinya tapi pemikiran buruk selalu lolos masuk begitu saja.
Jalu bertekad untuk menculik Aina, membawanya ke kota dan menikah dengannya kemudian mereka akan hidup bahagia berdua, kisah klasik. Jalu telah cukup mapan bahkan dia sudah bisa membiayai dirinya dan kuliahnya sendiri, semua hal itu membuatnya sangat yakin untuk melakukan rencananya membawa Aina ke kota. Besok dia berencana akan mengungkapkan perasaannya yang sesungguhnya kepada sang gadis impian, kisah cintanya akhirnya memiliki sedikit dorongan untuk terungkap ke permukaan.
Hari itu tiba, Aina kembali membacakan sebuah cerita yang ditulisnya untuk Jalu dengan judul "Lelaki di Pelupuk Mata.".