Lingkungan memegang peranan yang sangat penting dalam keberlangsungan makhluk hidup. Setiap kegiatan yang dilakukan oleh makhluk hidup, khususnya manusia, tentu tidak terlepas dari keberadaan lingkungan yang menjadi latar interaksi setiap kebutuhan makhluk hidup. Manusia sangat bergantung kepada lingkungan dalam memenuhi segala kebutuhan hidupnya. Namun, hal yang sangat disayangkan ketika interaksi manusia dengan lingkungan justru cenderung merusak kelestarian alam karena pola konsumtif manusia yang cenderung eksploitatif tanpa memikirkan aspek keberlanjutan keberadaan lingkungan tersebut. Hal ini yang kemudian mengawali kemunculan beragam persoalan lingkungan, salah satunya yakni permasalahan sampah.
Persoalan sampah terjadi hampir di seluruh wilayah bumi selama di tempat tersebut masih terdapat kehadiran manusia. Hal tersebut tidak dipungkiri karena manusia memang menjadi produsen sampah dalam rangka pemenuhan kebutuhannya. Indonesia sendiri sebagai negara dengan populasi penduduk yang tidak sedikit juga berpotensi menjadi penghasil sampah sebagaimana hasil penelitian yang diterbitkan oleh Ocean Conservacy dalam “Stemming the Tide”. Sudah seyogianya masyarakat Indonesia untuk melakukan upaya pelestarian lingkungan dari sampah, sehingga pemenuhan kebutuhan tetap mengindahkan keberadaan lingkungan. Dengan demikian, pembangunan berkelanjutan dapat diupayakan untuk menghindari kerusakan lingkungan sejalan dengan penggunaan lingkungan dalam memenuhi kebutuhan manusia.
Konsep pembangunan berkelanjutan, pada prinsipnya, mengupayakan pembangunan dalam rangka pencapaian kesejahteraan generasi masa ini tidak sampai mengorbankan kesejahteraan generasi masa mendatang. Dengan kata lain, kegiatan yang kita lakukan di masa sekarang tetap mempertimbangkan keberlanjutan pada generasi-generasi berikutnya. Dalam Undang-Undang No 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, pembangunan berkelanjutan perlu memadukan beberapa aspek, yaitu lingkungan hidup, sosial, dan ekonomi. Hal tersebut yang tengah digarap oleh Pemerintah Desa Ketindan Kecamatan Lawang Kabupaten Malang dalam rangka menjamin kelestarian lingkungan hidup, kesejahteraan sosial, dan kebutuhan ekonomi masyarakat.
Perwujudan konsep pembangunan yang berkelanjutan Pemerintah Desa Ketindan menggelar kegiatan Musayawarah Desa (Musdes) terkait sosialisasi peraturan tata kelola sampah. Bertempat di Kantor Desa Ketindan Ibu Artining, S.Sos, M.AP, selaku kepala desa, bersama dengan perangkat desa beserta warga setempat memulai diskusi terkait cara mengatasi persoalahan sampah di desa. Permasalahan lingkungan terkait sampah di Desa Ketindan sendiri terdapat beberapa inti persoalan meliputi kurangnya kesadaran masayarakat dalam pemilahan sampah hingga keterbatasan personel petugas kebersihan dalam pengangkutan sampah. Tercatat dalam data bahwa jumlah petugas kebersihan sampah hanya enam orang yang bertugas melakukan pengangkutan sampah di dua dusun, yaitu Dusun Krajan dan Dusun Tegalrejo.
Permasalahan sampah di Desa Ketindan lebih diperparah dengan adanya warga luar desa yang kerapkali diketahui membuang sampah di area penampungan sampah khusus milik warga Ketindan. Tidak mengherankan apabila hal tersebut mengakibatkan tumpukan sampah di bak penampungan menjadi sangat berlebih dan tidak tertampung. Permasalahan ini sebenarnya telah sering terjadi beberapa waktu belakangan dan belum ada penyelesaian yang lebih efektif selain pemberian sanksi. Namun, pemberian sanksi pun tidak dapat dijalankan apabila tidak terdapat orang yang bertugas mengawasi bak penampungan sampah. Di samping itu, penempatan petugas pengawas tersebut juga tentu memerlukan pengeluaran biaya operasional lebih banyak lagi.
Musyawarah desa yang dilakukan juga membahas terkait peraturan waktu pembuangan sampah oleh warga. Penentuan waktu pembuangan sampah ini dilakukan guna mempermudah pekerjaan para petugas kebersihan dalam melakukan pengangkutan sampah setiap harinya. Petugas kebersihan di Desa Ketindan hanya berjumlah tujuh orang, angka yang cukup sedikit untuk mengurusi permasalahan sampah di dua dusun sekaligus dengan lebih dari 1500 rumah. Pada musyawarah desa, Ibu Artining menyampaikan bahwa jumlah tersebut memang masih kurang, sehingga perlu adanya penambahan personel petugas kebersihan. Jumlah ideal petugas kebersihan yang termuat dalam Peraturan Desa disebutkan kisaran 9 – 20 orang. Pembagian tugas dari setiap personel juga perlu diperhatikan yakni meliputi pengangkut, pemilah kotor, pemilah bersih, petugas teknis mesin, dan petugas taman di TPST.
Poin penting dalam pembahasan permasalahan terkait sampah di Desa Ketindan adalah peningkatan pelayanan pengangkutan sampah dari masyarakat. Beberapa keluhan dari masyarakat menyasar kualitas kinerja dari petugas pengangkutan sampah yang masih belum maksimal. Banyaknya sampah yang tertinggal atau terjatuh dalam proses pengangkutan sering dikeluhkan oleh masyarakat yang rumahnya berada di sekitar bak penampungan sampah. Kinerja petugas kebersihan yang masih kurang maksimal ini kemungkinan disebabkan oleh jumlah honor yang masih relatif murah. Hal ini juga yang mengakibatkan sedikitnya masyarakat yang berkenan untuk berpartisipasi menjadi petugas kebersihan di Desa Ketindan. Oleh karena itu, terdapat usulan dari warga untuk meningkatkan iuran masyarakat terkait pengolahan sampah.
Berbicara mengenai iuran warga untuk pengolahan sampah, Desa Ketindan dapat dikatakan masih tergolong sangat murah dibandingkan dengan desa lainnya. Iuran sampah di Desa Ketindan hanya sebesar Rp7.000,00/bulan, nominal yang sangat sedikit dibandingkan wilayah lain yang membebankan sekitar 15 – 25 rupiah/bulan. Jumlah tersebut tidak mencakup keseluruhan rumah warga karena terdapat kategori warga kurang mampu yang tidak turut dibebani kewajiban untuk meberikan iuran sampah. Hal ini melatarbelakangi rencana peningkatan iuran sampah yang harapannya dapat meningkatkan pelayanan kepada masyarakat terkait pengolahan sampah yang lebih baik. Peningkatan iuran sampah ini tidak hanya dialokasikan untuk kenaikan honor petugas sampah, tetapi juga untuk biaya operasional seperti pembelian alat pelindung diri, perbaikan alat transportasi, dan lainnya.
Pelaksanaan kegiatan musyawarah desa yang membahas mekanisme pengolahan sampah ini teriring harapan yakni terkendalinya permasalahan sampah di Desa Ketindan. Sebagaimana tujuan pemerintah desa untuk mewujudkan Desa Ketindan yang asri dan berseri. Tujuan tersebut hanya dapat tercapai apabila terdapat kerja sama yang baik dari seluruh elemen masyarakat. Selain itu, semua peraturan yang telah disusun dan disepakati dalam musyawarah desa ini dapat dilaksanakan semaksimal mungkin, baik oleh masyarakat maupun petugas kebersihan. Dengan demikian, peningkatan kualitas pelayanan pengolahan sampah di Desa Ketindan dapat terwujud dan dirasakan manfaatnya oleh masyarakat setempat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H