Siapa yang tidak tahu soal preman? Mereka-mereka ini biasanya nongkrong di satu tempa ramai seperti pasar atau terminal. Siapa yang tidak resah saat melihat preman? Ada rasa takut, walau hanya sekedar melihat saja. Preman-preman biasanya mangkal untuk menjaga keamanan wilayahnya, tentu dari jajahan preman lainnya.
Ada preman yang serabutan, ada juga preman yang terorganisir dengan betuk organisasi yang rapih. Namun, polanya hampir serupa, yaitu, menawarkan jasa keamanan. Dimana preman memeras pelaku usaha untuk memberikan uang.
Salah satu cerita lama yang dilansir Republika pemberitaan tahun 2013, dimana Tanah Abang dijadikan lahan bisnis premanisme. Preman disini disebutkan memeras para supir angkot yang melewati pasar Tanah Abang, apalagi mengambil penumpang. Modus operasinya masih tetap sama dengan yang sudah-sudah.
Para supir angkot pun terkena dampak dari biaya yang diperas preman. Mereka setelahnya menaikan harga penumpang, demi menutupi kerugian. Akhirnya, tetap beban tersebut dibayar oleh konsumen.
Kejadian akhir tahun lalu, dilansir Kompas, 2017, saat PKL berjualan di jalan kembali, banyak yang menyoroti bisnis preman ini. Pedagang saat itu berani memilih untuk berjualan dan membayar upeti kepada preman. Pedagang berani karena ada yang membeking, demi banyak pembeli.
Bisnis premanisme ini juga dirasa sebagai parasit dunia usaha. Menurut Medan Bisnis Daily, tahun 2015, banyak supir mengadu ke polisi untuk meminta pengamanan. Para sopir truk niaga itu melukiskan mereka kerap harus menyisihkan uang sampai jutaan rupiah untuk pungutan liar (pungli) yang dilakukan oleh para preman di sepanjang Jalinsum hingga tiba ke tujuan di ibukota provinsi tetangga, seperti Pekanbaru, Padang, dan Banda Aceh.Â
Kalau pungli itu tidak dipenuhi alamat mereka mendapat ancaman bahkan kendaraan terkena lemparan batu. Keselamatan para sopir pun terancam karena para preman di lintasan itu juga membawa pisau dan senjata tajam lainnya dalam melancarkan aksinya.
Selain itu juga, preman-preman yang serabutan bermain di ruko-ruko dan usaha kecil menengah. Mereka disini menyediakan juru parkir. Bisnis ini masih lebih mendingan karena ada terasa kehadiran juru parkir. Preman juga ikut ekspansi, melebarkan sayap juru parkir ke seluruh ruko yang ada. Bila tidak mau, bersiap-siap lah untuk sering terjadi kehilangan motor atau bahkan mobil.Â
Pelaku bisnis yang berada di daerah kekuasaan preman biasanya tidak memiliki pilihan. Para preman mengancam pelaku usaha tersebut dengan gangguan-gangguan yang dalam jangka panjang akan sangat merugikan pelaku bisnis.
Setiap pelaku usaha pada akhirnya memilih untuk 'berdamai'. Mereka menyediakan jatah uang untuk preman. Bahkan tidak sungkan untuk meminta salah satu organisasi preman agar tidak diganggu oleh banyak preman.
Hal ini membuat biaya bisnis meningkat yang ujungnya ikut membebankan biayanya kepada konsumennya. Artinya, konsumen membayar lebih mahal dari harga seharusnya. Bisa dibayangkan bisnis premanisme tersebut di lahan parkir, diskotik, tempat hiburan malam, atau juga masalah lahan sengketa.